Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kado Ahok di Sel Teroris

Ahok mengalami berbagai tekanan selama di Mako Brimob. Berlimpah duit dari penjualan buku.

15 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Basuki sempat mengalami stres saat di Mako Brimob.

  • Ia diminta menolak asimilasi dan membuat surat pernyataan.

  • Di ujung masa penahanannya, Ahok merajut cinta dengan Puput.

RASA sakit di dada menyergap Basuki Tjahaja Purnama pada pertengahan Mei 2017. Badan mantan Gubernur DKI Jakarta itu terasa panas. Napasnya pun sesak. Dinihari itu, di Markas Korps Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Basuki berteriak memanggil sipir penjara. “Pak, tolong saya, Pak,” katanya menceritakan pengalaman tersebut kepada Tempo, Rabu, 12 Februari lalu.

Menurut Basuki, yang dimintai tolong dengan santai menjawab kondisi itu lumrah. “Biasa itu, Pak. Kalau orang baru masuk, biasanya begitu,” ujar Basuki menirukan sipir tersebut. Hari itu, belum dua pekan dia ditahan di Mako Brimob. Ia menjalani vonis dua tahun karena dianggap terbukti menodai agama.

Ahok—panggilan Basuki—meminta penjaga memanggil dokter. Sejurus kemudian, ia membatalkannya. Ahok khawatir pemeriksaan itu bocor dan media memberitakan dia tumbang di dalam penjara. Sipir itu kemudian menyarankan Ahok berlari mengitari lapangan supaya tubuhnya kembali normal. Sempat ingin menuruti saran tersebut, dia kemudian membatalkannya. Bisa saja, kata Ahok, penjaga menembaknya karena menganggap dia berniat kabur.

Dalam bukunya, Ahok beberapa kali menyebutkan rasa sakit itu muncul pada tengah malam. Belakangan, ia meyakini mengalami stres. Mencoba mengatasi rasa sakit kambuhan itu, Basuki kerap menghabiskan waktu dengan berolahraga. Dalam sehari, dengan sesekali mengajak bertaruh polisi yang berjaga, Basuki mengklaim bisa melakukan 200 kali push-up. Basuki mengaku pakaiannya menjadi sesak setelah dia keluar dari penjara karena otot lengannya membesar.

Aktivitas itu dilakukan Ahok di selnya yang berukuran 2 x 3 meter. Ia dilarang beraktivitas di lapangan Brimob dengan alasan keamanan. Tujuan lain adalah menghindari beredarnya foto kegiatan Ahok ke publik. “Takut dikira macam-macam,” ujar Basuki. Menurut Ahok, awal-awal dia ditahan di Mako Brimob, gerak-geriknya juga diawasi ketat. Misalnya, pelat nomor kendaraan semua tamu yang mengunjunginya dicatat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keterbatasan gerak-gerik Ahok kian meningkat saat narapidana kasus terorisme di Rumah Tahanan Brimob mengamuk pada 8-10 Mei 2018. Para narapidana yang terafiliasi dengan Jamaah Ansharud Daulah merebut senjata tajam dan senapan. Menurut Ahok, penjagaan di blok yang ditempatinya, yang berjarak sekitar 100 meter dari tiga blok yang dikuasai narapidana terorisme, diperketat.

Biarpun polisi mengerahkan personel tambahan di sekitar bloknya, Basuki tetap kimput. Ia mengaku cemas baku tembak antara polisi dan narapidana teroris membuat peluru nyasar ke biliknya. “Situasinya siaga satu, peluru itu bisa menembus tembok,” kata Basuki. Apalagi saat itu lebih dari 150 narapidana terorisme dikurung di Mako Brimob.

Dalam catatan harian bertarikh 10 Mei 2018 yang dimuat di buku Panggil Saya BTP: Perjalanan Psikologi Ahok Selama di Mako Brimob, Ahok menyebutkan kerusuhan itu membuat dia tak bisa menerima kunjungan keluarga. Dalam catatan yang sama, ia juga mengetahui ada lima polisi yang ditangkap dan digorok lehernya oleh para narapidana teroris. Ahok mengaku marah terhadap peristiwa tersebut.

Kemarahan juga muncul saat ia berencana mengambil hak asimilasi mulai Desember 2017. Ahok membayangkan akan pergi-pulang dari Depok ke Jakarta dan bekerja sejak pagi hingga sore. Namun petugas lembaga pemasyarakatan berkali-kali datang untuk membujuk Ahok agar tak mengambil hak asimilasi. Ahok juga diminta membuat surat pernyataan bahwa dia tak mengajukan asimilasi. Basuki menduga saran pejabat itu terkait dengan Pemilihan Umum 2019, yang tahapannya sudah dimulai pada pertengahan 2018. “Ada yang takut kalau Ahok bebas,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


 

“Gue keluar bawa buku, cuan (untung), dan istri.”

 




Sesungguhnya kehidupan Basuki di bui tak melulu muram. Ia menerima kunjungan koleganya ketika dipenjara. Mereka biasanya membawakan oleh-oleh, buah, dan masakan untuk Ahok. Ketika hari raya tiba, kiriman makanan itu menjadi berlipat-lipat. Basuki lantas membagikan makanan itu kepada para polisi dan narapidana di blok lain. Termasuk di blok yang dihuni narapidana terorisme. “Mereka enggak tahu makanan itu dari saya,” katanya disertai tawa.

“Tamu” lain yang mengunjungi Ahok adalah surat dari penggemarnya. Setiap hari, ia kebanjiran surat. Ahok menghitung, tak kurang dari 15 ribu lembar surat diterima dan dibalasnya selama berada di Mako Brimob. Di antara surat-surat itu, ada yang meminta nasihat perceraian atau menawari Ahok menikah dengan anaknya. Membalas surat tersebut, Ahok menyisipkan kutipan dari buku yang sudah tamat dibaca. Dari para pendukungnya pula Basuki mengaku memperoleh penghasilan dengan berjualan buku. Sedikitnya dia mendulang Rp 19 miliar dari penjualan buku.

Di pengujung masa penahanannya, Basuki merajut cinta dengan Puput Nastiti Devi, anggota Polisi Wanita. Puput adalah bekas ajudan Veronica Tan, mantan istri Ahok. Menikah pada 1997, Ahok dan Veronica resmi bercerai pada April 2018, saat dia berada di penjara. Melalui seorang teman dekatnya, Veronica menolak berkomentar mengenai hubungannya dengan Ahok setelah berpisah.

Ihwal kedekatannya dengan Puput, Basuki menyebut hal itu bermula dari diskusi dengan Djarot Saiful Hidayat, suksesornya di Jakarta setelah dia masuk penjara. Djarot bercerita, ia bertukar pikiran dengan Ahok soal kriteria calon istri. Mantan Wali Kota Blitar itu menyebutkan kriteria yang dia miliki ialah harus gadis, berasal dari Jawa Timur, dan punya seorang saudara kandung. “Rupanya, kriteria saya diambil Ahok,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Suatu hari, Djarot mengunjungi Ahok di Rumah Tahanan Brimob. Puput yang hadir di situ masuk ke ruangan pertemuan untuk membawakan minuman. Sambil berkelakar, Djarot mengatakan, “Mas, ini juga mau sama kamu, kok.” Puput tersipu, lalu ke luar ruangan. Keduanya lalu berbisik-bisik soal Puput. Djarot bercerita, belakangan, mereka tahu bahwa Puput cocok dengan kriteria calon istri yang dicari Ahok. Keduanya pun menikah pada 25 Januari 2019 atau sehari setelah Ahok keluar dari penjara. Ahok dan Puput kini telah memiliki seorang putra.

Ahok mengingat, seorang kerabatnya menyarankan dia melakukan ritual selepas keluar dari tahanan, yaitu mampir ke sebuah hotel untuk mencukur rambut, keramas, memakai baju baru, dan membuang pakaian lama. Tujuannya adalah membuang sial. Tapi Ahok menolak. Menurut dia, kehidupannya di penjara tidak membawa kesialan. “Gue keluar bawa buku, cuan (untung), dan istri,” kata Ahok.

RAYMUNDUS RIKANG, DEVY ERNIS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus