Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kesepakatan Dua Lembaga di Kasus Basarnas

Puspom TNI ikut gelar perkara kasus OTT suap pejabat Basarnas. Ada kesepakatan tak tertulis soal penanganan dua perwira TNI.

31 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tiga perwira dari Puspom TNI disebut ikut gelar perkara kasus OTT dugaan suap pejabat Basarnas.

  • Hanya tiga sprindik yang diterbitkan KPK, tapi yang diumumkan lima tersangka.

  • KPK menemukan bukti kuat bahwa kedua perwira TNI di Basarnas diduga menerima suap.

JAKARTA – Tiga perwira dari Pusat Polisi Militer TNI ikut menghadiri rapat koordinasi tangkap tangan kasus dugaan suap di Basarnas, di kantor KPK, Rabu pekan lalu. Ketiganya mendebat operasi penangkapan yang diduga melibatkan dua perwira TNI, yaitu Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang penegak hukum di KPK bercerita, ketiga perwira Puspom TNI itu berhenti mendebat ketika tim komisi antirasuah menunjukkan bukti telak dugaan keterlibatan Henri Alfiandi, Kepala Basarnas 2021-2023, dan Afri Budi, Koordinator Administrasi Kepala Basarnas. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Mereka memahami bukti-bukti yang dibeberkan tim KPK," kata penegak hukum ini, kemarin, 30 Juli 2023. "Tapi mereka meminta KPK jangan sampai menyebut nama Henri dan Afri."

Dalam operasi itu, tim KPK menangkap 12 orang, termasuk Afri Budi. Selanjutnya, KPK menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Henri Alfiandi; Afri Budi; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya; serta Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil. 

Ketiga orang dari pihak swasta tersebut diduga menyuap Henri dan Afri sebesar Rp 5 miliar dalam tiga proyek pengadaan barang serta jasa di Basarnas. Henri dan Afri juga diduga menerima suap sebesar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor sejak 2021. Setoran ini diduga bagian dari fee 10 persen dari nilai kontrak proyek, yang diistilahkan sebagai "dana komando".

Pengumuman dengan lima tersangka tersebut sedikit berbeda dengan keputusan gelar perkara KPK. Dua penyidik KPK menyebutkan, dalam gelar perkara justru diputuskan hanya tiga pihak swasta itu yang ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri akan dilakukan Puspom TNI, meski bukti keterlibatan keduanya sangat kuat. 

Tempo mendapat satu foto dokumen yang berisi kesimpulan gelar perkara. Di situ disebutkan bahwa ketiga pihak swasta itulah yang ditetapkan sebagai tersangka di KPK. Sedangkan penetapan tersangka dan penanganan perkara dua perwira TNI diserahkan ke Puspom TNI. 

"Setahu saya, hanya tiga surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan KPK," kata penyidik ini.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menghadirkan barang bukti uang hasil operasi tangkap tangan Rp.88,3 miliar pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021-2023, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 26 Juli 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Saat konferensi pers, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Puspom TNI sebelum pengumuman tersangka. Perwakilan Puspom TNI juga hadir saat gelar perkara operasi penangkapan di KPK. "Sebetulnya, tak ada keberatan dari pihak Puspom TNI bahwa telah terjadi peristiwa pidana, dalam hal ini dugaan terjadinya suap-menyuap. Kesimpulan itu sudah kami sepakati dengan pihak Puspom TNI, termasuk soal bahwa kami akan menyebutkan nama dari oknum TNI sebagai tersangka," kata Alexander, saat konferensi pers.

Tiga hari setelah konferensi pers itu, kepada sejumlah awak media, Alexander mengakui memang hanya tiga sprindik untuk ketiga swasta yang diterbitkan lembaganya. Sedangkan penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri diserahkan ke Puspom TNI.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, enggan mengomentari mengenai cerita rapat koordinasi serta gelar perkara antara KPK dan Puspom TNI tersebut. Ali berdalih bahwa KPK sudah menyerahkan penanganan perkara kedua perwira TNI tersebut ke Puspom TNI. "Seharusnya saat ini sudah tersangka di sana karena waktu itu sudah ada kesepakatan dalam gelar perkara," kata Ali.

Ali menyebutkan Afri terjerat dalam operasi tangkap tangan sehingga sempat diperiksa dan ditahan beberapa saat oleh KPK. Tapi, setelah itu, KPK melimpahkan penahanan Afri ke Puspom TNI, yang diketahui oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer Kejaksaan Agung. 

Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojo belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Jumat lalu, Tempo juga meminta konfirmasi kepada Julius mengenai kabar keterlibatan Puspom TNI dalam gelar perkara operasi penangkapan kasus dugaan suap pejabat Basarnas di KPK, tapi ia tak bersedia menanggapinya. 

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Kolonel Penerbang Agung Sasongkojati juga menolak menjawab soal ini. "Angkatan Udara enggak ada urusan, bukan peristiwa di Angkatan Udara," kata Agung, kemarin.

Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko juga tak menjawab berbagai tuduhan yang mengarah ke lembaganya tersebut. Ia menyarankan Tempo meminta keterangan kepada Julius. 

Saat konferensi pers di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Agung Handoko menyatakan berkeberatan atas penetapan status tersangka terhadap dua perwira TNI dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas ini. "Kami terus terang berkeberatan kalau (mereka) itu ditetapkan sebagai tersangka (oleh KPK)," kata Agung.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak bersama Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko (kanan) setelah melakukan pertemuan koordinasi pasca-operasi tangkap tangkap KPK dalam kasus suap Kepala Basarnas, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 28 Juli 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Bukti Kuat Menjerat Henri Alfiandi

Penegak hukum mengatakan tim KPK menemukan bukti-bukti yang menguatkan keterlibatan Henri Alfiandi dan Afri Budi. Bukti itu di antaranya catatan Afri dan surat pemintaan fee 10-15 persen dari nilai kontrak. Permintaan fee itu diteken oleh Henri.

Tempo mendapat satu bukti aliran uang yang diterima Henri dan Afri. Pada Mei-Juni 2023, Afri mencatat sudah menerima pengiriman uang secara tunai dan transfer lebih dari tujuh kali dengan nilai lebih dari Rp 8,39 miliar. Beberapa transfer uang itu di antaranya berasal dari PT Kindah Abadi Utama sebesar Rp 2,28 miliar pada 27 Juni 2023. 

Ada juga transfer uang dari PT DSW sebesar Rp 58 juta, salah satu rekanan pengadaan barang di Basarnas tahun anggaran 2023.

Dokumen catatan tersebut berbentuk tabel. Pada bagian bawah tercantum nama Henri sebagai Kepala Basarnas, lalu disertai tanda tangannya. Terdapat juga nama Afri beserta tanda tangan dan jabatannya. 

Selain menjerat Henri dan Afri, KPK mengendus keterlibatan pejabat lain di Basarnas berinisial MRB. Ia adalah perwira tinggi di TNI dan bekerja di Sekretariat Utama Basarnas. Penegak hukum di lembaga antirasuah ini menyebutkan KPK sudah menyerahkan bukti-bukti keterlibatan perwira TNI itu ke Puspom TNI. 

Dalam penanganan kasus dugaan suap kepada Henri dan Afri ini, KPK membentuk tim gabungan. Tim itu terdiri atas penyidik KPK, Puspom TNI, dan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Kejaksaan Agung. Kesepakatannya, KPK hanya menangani korupsi yang melibatkan tiga pemberi suap. Adapun perkara Henri dan Afri ditangani Puspom TNI. 

Peneliti senior dari Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan pimpinan KPK ceroboh ketika menyerahkan dua calon tersangka, yakni Henri dan Afri, ke Puspom TNI. Menurut dia, dalam Pasal 42 Undang-Undang KPK secara tegas disebutkan bahwa KPK berwenang mengkoordinasi serta mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer.

"Salah bila pimpinan KPK justru mengaku khilaf dan menyalahkan pegawai dalam upaya penyelidikan dan penyidikan dalam kasus Basarnas," kata Feri.

Feri berpendapat, operasi tangkap tangan KPK itu sah demi hukum. Ia menganggap upaya perlawanan pihak Puspom TNI itu dapat disebut sebagai upaya merintangi penyidikan. 

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menyebutkan Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto bakal dengan mudah mengajukan praperadilan jika Puspom TNI yang menetapkan status tersangka terhadap keduanya. Sebab, justru Puspom TNI tidak berwenang mengadili pidana korupsi yang terjadi di Basarnas karena merupakan wilayah sipil.

"Peluang Henri dan Afri lolos dari jerat akan mudah melalui gugatan terhadap prosedur hukum," kata Julius.

AVIT HIDAYAT | IMAM HAMDI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus