Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Warganet masih terus membincangkan wacana penggantian KTP elektronik atau masyarakat biasa menyebut e-KTP, seturut Jakarta tidak lagi berstatus ibu kota negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di TikTok, akun @Kaidhoo mempertanyakan kewajiban ini, karena menjadi beban untuk pemerintah maupun warganya. Di sisi pemerintah, kebutuhan delapan juta blangko e-KTP disinyalir bakal menggerus anggaran yang besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedangkan akun @will.sarana mengkritik pemborosan waktu, karena dapat mengganggu aktivitas masyarakat. Sebab itu, ia mengusulkan agar pemberlakuan e-KTP dengan blangko Daerah Khusus Jakarta (DKJ) hanya untuk pemohon baru.
Menjawab berbagai keresahan itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan (Disdukcapil) Provinsi DKI Jakarta Budi Awaludin menjelaskan, perubahan dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menjadi Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) termaktub dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
“Maka implikasi terhadap hal ini adalah perlu dilakukan perubahan nama Provinsi DKI Jakarta menjadi Provinsi Daerah Khusus Jakarta dalam dokumen kependudukan masyarakat DKI Jakarta,” kata Budi kepada Info Tempo secara tertulis pada Selasa, 4 Juni 2024.
Kendati demikian, masyarakat tidak perlu risau. Kebutuhan blangko untuk pergantian itu memang sangat besar. Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Budi pernah mengungkapkan, kebutuhannya mencapai sepuluh juta blangko dengan anggaran sekitar Rp 67 miliar.
Solusinya, kata Budi, pergantian dokumen kependudukan, khususnya e-KTP, akan dilakukan secara bertahap, bersamaan dengan pelayanan adminduk yang sedang dimohonkan oleh masyarakat.
“Misalnya, ada penduduk yang sedang memohon cetak KTP karena rusak atau hilang, maka nanti dokumen KTP dan KK barunyanya akan langsung disesuaikan perubahan nama DKI Jakarta menjadi Daerah Khusus Jakarta,” tuturnya.
Lagipula proses ini masih menunggu Keputusan Presiden (Keppres) tentang perubahan DKI Jakarta menjadi DKJ Jakarta. “Kalaupun dukungan dari Pemerintah Pusat terhadap kebutuhan blangko KTP elektronik untuk pergantian nomenklatur ini dapat dipenuhi seluruhnya, maka tidak menutup kemungkinan bisa saja pencetakan KTP elektronik dilakukan secara sekaligus,” ujar Budi.
Sedangkan untuk dokumen kependudukan lainnya, seperti Kartu Keluarga (KK), dapat diterbitkan dalam bentuk soft copy. “Masyarakat dapat mencetak sendiri di kertas HVS A4 80 gram sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ucapnya.
Budi mengimbau masyarakat agar tak perlu risau, karena saat ini sedang masif penerapan Identitas Kependudukan Digital (IKD) sebagai pengganti e-KTP. Bahkan, jumlah perekaman IKD yang telah dilakukan Disdukcapil Provinsi DKI Jakarta merupakan yang tertinggi di seluruh Indonesia dibandingkan Disdukcapil daerah lainnya, yaitu 18,88 persen dari jumlah penduduk wajib KTP.
“Banyak sekali keuntungan yang didapat jika masyarakat telah beralih memanfaatkan IKD ini. Tidak ada lagi kejadian seperti KTP rusak atau hilang karena KTP sudah berbentuk digital,” tuturnya.
Menurut pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna, pergantian nomenklatur merupakan keniscayaan, mengingat status Jakarta yang baru. Walau begitu, permasalahan lebih mendesak saat ini adalah ketegasan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menertibkan pemilik e-KTP DKI Jakarta, namun bermukim di kota-kota lain seperti Bekasi, Depok, maupun Tangerang.
Penataan penduduk, tambah Yayat, merupakan unsur penting jika Jakarta ingin menjadi kota global. “Dari sekitar sebelas juta warga Jakarta, ada tiga juta yang tinggal di luar Jakarta. Artinya, yang tiga juta ini membebani fasilitas, membebani ekonomi, hingga pengeluaran pemerintah,” ungkapnya.
Ia memberi contoh, bantuan sosial yang digelontorkan Pemprov DKI dapat menguras anggaran akibat permasalahan ini. Belum lagi fasilitas seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Pekerja Jakarta (KPJ), dan sebagainya.
Pemprov DKI sedang bersiap menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga Jakarta ke Kementerian Dalam Negeri. Disdukcapil Provinsi DKI Jakarta telah mengusulkan penonaktifan 92.493 NIK warga Jakarta, untuk memulai program penertiban KTP warga Jakarta.
Menurut Budi, keberhasilan penertiban dokumen kependudukan dapat berdampak positif. Pertama, data kependudukan daerah semakin akurat. Kedua, perencanan program kegiatan semakin efektif. Ketiga, alokasi anggaran semakin efisien dan tepat sasaran
“Tentunya keberhasilan dari program ini juga sangat bergantung pada keterlibatan semua stakeholder, baik di lingkup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun di luar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Semua dukungan yang diberikan akan sangat berarti dalam keberhasilan pelaksanaan program ini,” bebernya.
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana mengharapkan, setiap warga diharapkan mematuhi aturan kependudukan yang berlaku di daerahnya. Ini termasuk kewajiban untuk mengurus dokumen pindah domisili bagi warga yang tinggal di luar Jakarta.
“Jadi, bagi masyarakat yang tidak lagi aktif KTP Jakarta-nya, saya kira itu suatu konsekuensi. Karena kan mereka sudah tinggal di luar Jakarta cukup lama, sehingga itu suatu konsekuensi yang harus diterima,” urai William.
Menanggapi hal ini, Yayat meminta agar kebijakan tersebut segera diimplementasikan. “Kalaupun berlangsung setelah pilkada, ya silakan. Yang penting, kita tunggu ketegasan Pemprov DKI agar Jakarta semakin mantap menuju kota global,” pungkasnya. (*)