Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengusut dugaan korupsi E-KTP. Hari ini, KPK memanggil mantan anggota DPR Miryam S. Haryani dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih atas nama MSH, anggota DPR RI tahun 2009 sampai 2014," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Jumat, 9 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut informasi yang diperoleh Tempo, inisial MSH itu merujuk kepada Miryam S. Haryani. Pada 2017 silam, ia menjadi terpidana karena memberikan keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Atas perbuatannya, Miryam mendapatkan hukuman 5 tahun penjara.
Pada 2019 silam, dinukil dari Antara, KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka kasus e-KTP. Dalam konstruksi perkara, pada Mei 2011, KPK menduga Miryam meminta uang sebesar USD 100 ribu kepada Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Norman Irman. Uang itu akan digunakan untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah.
Permintaan itu disanggupi. Uang tersebut lalu diserahkan kepada perwakilan Miryam di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan. Sepanjang 2011-2012, Miryam juga diduga menerima uang beberapa kali dari Irman, serta Sugiharto selaku Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri.
Kasus korupsi E-KTP
Proyek E-KTP adalah proyek di bawah Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri. Proyek ini telah dimulai Sejak 2006, saat itu Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 triliun untuk proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional.
Kemendagri juga menyiapkan dana senilai Rp 258 miliar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan seluruh Indonesia demi pembuatan e-KTP berbasis NIK pada 2010.
Koran Tempo terbitan Selasa, 13 Agustus 2013, melaporkan kasus ini terendus berkat laporan Muhammad Nazaruddin, terpidana 7 tahun kasus suap proyek Wisma Atlet kepada KPK. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu mengklaim telah menyampaikan informasi tentang sejumlah kasus korupsi kepada KPK, termasuk dugaan mark-up proyek e- KTP tersebut.
Elza Syarief, pengacara Nazaruddin, mengklaim proyek e-KTP itu senilai Rp 5,8 triliun dengan mark-up sebesar 4-5 persen. Elza mengatakan terdapat indikasi gratifikasi berkaitan dengan proyek tersebut. “Juga bagi- bagi uang pada sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat,” ujarnya kala itu.
Para tersangka proyek E-KTP
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan, KPK menemukan kerugian negara sebesar Rp 2,314 triliun gara-gara proyek ini. Setelah melakukan berbagai penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah tersangka, beberapa di antaranya pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi Dewan Perwakilan DPR. Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang Sugiana dan Setya Novanto.
Nama Miryam S Haryani baru belakangan ditetapkan sebagai tersangka. Bersama dengan Miryam, KPK juga menetapkan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Husni Fahmi sebagai tersangka.
Dua tersangka lainnya berasal dari swasta, yakni Direktur Utama Perum Percetakan Negara dan Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia, Isnu Edhi Wijaya dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.
Pilihan Editor: Divonis 5 Tahun, Miryam S. Haryani Berkukuh Tak Bersalah