Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bekas Tentara di Lingkaran Istana

Luhut Binsar Pandjaitan memiliki peran sentral dalam pemerintahan. Sudah dekat sebelum Jokowi terjun ke politik.

26 Oktober 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR tiap hari Luhut Binsar Pandjaitan menemui Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. Pertemuan itu berlangsung setelah parlemen mengusulkan agar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi direvisi. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan ini berinisiatif meredam serangan karena parlemen ingin memangkas sejumlah kewenangan lembaga antirasuah itu.

Adakalanya pertemuan berlangsung di kantor Luhut di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Pada Jumat dua pekan lalu, keduanya akhirnya bersepakat revisi dilakukan dengan sejumlah syarat. Salah satunya: empat poin yang hendak diubah dalam Undang-Undang KPK mesti mendukung penguatan lembaga antirasuah. Empat poin itu terkait dengan kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan, badan pengawas, mekanisme penyadapan, dan pengaturan penyidik independen. "Semua lembaga, termasuk Vatikan, juga butuh badan pengawas," kata Luhut.

Keesokan harinya, keduanya menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. Seusai pertemuan, parlemen sepakat menunda revisi. Di sisi pemerintah, Jokowi setuju Undang-Undang KPK diubah di kemudian hari. "Kalau semangatnya memperkuat, kenapa tidak?" ujar Jokowi kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Seorang pejabat mengatakan Luhut sibuk melobi Senayan karena ia menjadi salah satu tulang punggung Jokowi. Peran ini kian jelas setelah posisinya bergeser dari Kepala Staf Kepresidenan menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Pendek kata, Luhut menjadi "pelapang jalan" bagi Jokowi dalam sejumlah isu strategis, dari revisi Undang-Undang KPK hingga urusan asap. Luhut juga yang menjadi penghubung antara pemerintah dan pemimpin partai politik terkait dengan pemilihan kepala daerah serentak.

Jokowi juga menugasi Luhut menjaga stabilitas hubungan dengan parlemen. Terutama dengan Partai Golkar dan Gerindra, yang kerap bersuara keras kepada Jokowi-Jusuf Kalla. Itu sebabnya ia bertemu dengan Setya Novanto beberapa kali. Luhut dianggap pas karena pernah duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Golkar.

Lepas dari Golkar, hubungan Luhut dengan partainya memang tak pernah putus. Buktinya, seorang pejabat di Istana mengatakan elite Partai Golkar beberapa kali terlihat sowan ke Kantor Staf Presiden, tempat Luhut dulu berkantor. Pada Januari lalu, misalnya, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dan sekretarisnya, Idrus Marham, wira-wiri ke Istana menjumpai Luhut.

Agenda pertemuan itu soal anggaran perubahan 2015. Lobi Luhut ke partai koalisi nonpemerintah juga memuluskan persetujuan parlemen terhadap anggaran perubahan 2015 yang diajukan Jokowi. Sebaliknya, pemerintah juga bersedia menalangi pembelian lahan warga Sidoarjo, Jawa Timur, akibat terkena semburan lumpur Lapindo senilai Rp 781 miliar.

Salah seorang politikus mengatakan Luhut juga kerap bertemu dengan Prabowo Subianto. Keduanya berkawan lama karena sama-sama pernah berkarier di Komando Pasukan Khusus. Para awak media sempat mendeteksi sejumlah pertemuan tersebut, misalnya pada Oktober lalu menjelang pengumuman kabinet dan Februari 2015 saat hiruk-pikuk pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI. Terakhir keduanya terlihat akrab di kediaman politikus Golkar, Akbar Tandjung dan Aburizal Bakrie, saat open house Lebaran pada Juli lalu.

Tak semua pertemuan Luhut dan Prabowo terendus media. Luhut mengakui beberapa kali mengundang Prabowo makan di kediamannya. Sebagai sahabat lama, aneka topik mereka perbincangkan, termasuk isu politik terbaru. Namun Luhut belum pernah mempertemukan Jokowi dan Prabowo duduk bareng dalam satu meja. Belum lama ini dia sempat mengontak koleganya untuk makan siang bersama. "Tapi tak terdengar nada sambung. Mungkin sedang di luar negeri," kata peraih Adhi Makayasa TNI Angkatan Darat 1970 itu.

Sebagai figur yang dipercaya dalam pemerintahan, kedekatan antara Luhut dan Jokowi sesungguhnya sudah terjalin jauh sebelum Jokowi terjun ke politik. Pria kelahiran Sirmagala, Toba Samosir, Sumatera Utara, ini pernah berkongsi dengan Jokowi mendirikan PT Rakabu Sejahtera. Perusahaan ini merupakan gabungan PT Rakabu milik Jokowi di bidang furnitur dan PT Toba Sejahtera milik Luhut yang bergerak di industri kayu olahan.

Luhut pula yang mendorong Jokowi bertarung dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Mantan Komandan Kopassus Detasemen 81 Sandi Yudha ini juga aktif di tim pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla saat pemilihan presiden. Setelah Jokowi terpilih sebagai presiden, Luhut menjadi Ketua Dewan Penasihat Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-Kalla.

Meski akrab dengan Jokowi, langkah pria kelahiran 28 September 1947 ini di pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tak sepenuhnya mulus. Saat pembentukan kabinet, Luhut semula dijagokan menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Belakangan, namanya terpental. Kasak-kusuk di Istana menyebutkan Luhut tak terlalu disukai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Hubungan Luhut-PDI Perjuangan memang tak akur-akur amat. Sejumlah elite partai berlambang banteng tak menyukai Luhut karena dianggap terlalu mendominasi Jokowi. Relasi Luhut dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun tak melulu akur. Beberapa kali Kalla mengkritik Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpin Luhut.

Akibat kedekatan mereka yang sudah terbangun lama, seorang pejabat Istana menuturkan, Jokowi tak perlu berbicara eksplisit bila hendak menugasi Luhut. Sebaliknya, Luhut tak pernah menunggu perintah jika ada masalah yang dihadapi Jokowi. Karena itulah, meskipun sudah pindah kantor, Luhut tetap memonitor program dan kebijakan Jokowi melalui Kantor Staf Presiden. Seorang pejabat menyebutkan Luhut masih memiliki akses dengan deputi di lembaga tersebut. "Secara de facto, pemimpin kantor ini masih Pak Luhut," ujar seorang anggota staf di sana.

Akibat kedekatan inilah Jokowi mempercayai Luhut di berbagai bidang selama satu tahun pemerintahan. Ia, misalnya, pernah menjadi ketua panitia pelaksana Konferensi Asia-Afrika pada 19-26 April lalu. Penunjukan ini hanya berselang dua bulan sebelum perhelatan akbar itu dilaksanakan. Ajang ini juga merupakan debut Jokowi di kancah internasional. Luhut, yang ketika itu masih Kepala Kantor Staf Presiden, berusaha mati-matian menyukseskan acara ini.

Jokowi juga menaruh kepercayaan kepada Luhut untuk berhubungan dengan Amerika Serikat. Pada Maret lalu, Luhut terbang ke Amerika menyampaikan surat Jokowi kepada Presiden Barack Obama. Di Gedung Putih, Luhut bertemu dengan Kepala Keamanan Amerika Serikat Susan Rice.

Luhut pula yang mengatur sejumlah pertemuan Jokowi dengan pebisnis Amerika, termasuk ke Sillicon Valley, pusat teknologi negara Abang Sam. Akhir bulan ini, Jokowi dijadwalkan terbang ke Amerika. Selama di sana, ia akan tinggal di Blair House, tempat menginap resmi yang disediakan pemerintah Amerika kepada tamu kepala negara. Luhut mengakui mengatur perjalanan ini karena, "Saya memiliki banyak kawan."

Ia tentu saja membantah bila disebut sebagai sosok yang mendominasi Jokowi. Sebab, menurut dia, mantan Gubernur DKI Jakarta itu beberapa kali mengabaikan pendapatnya. Meskipun berbeda pandangan, Luhut mengaku harus mengamankan setiap keputusan Presiden. Menurut Luhut, Jokowi juga mengetahui langkahnya yang kerap mendatangi sejumlah lawan politik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus