Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK berkantor di Bina Graha, Teten Masduki seperti wajib siaga 24 jam. Datang pagi-pagi, Kepala Staf Kepresidenan itu hampir saban hari menggelar rapat pagi dengan para deputinya. Seusai rapat, sekitar pukul sembilan, Teten terlihat bergegas ke Istana Merdeka, menuju ruang kerja Presiden Joko Widodo. Di sana biasanya dia juga bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Keduanya secara bersama atau bergantian mengikuti agenda Presiden selama sehari penuh.
Sesekali Teten jauh dari Presiden. Namun telepon selulernya tetap harus bersiaga menerima panggilan telepon ajudan jika Presiden Jokowi membutuhkan pendiri Indonesia Corruption Watch itu. Bukan hanya sebagai rekan diskusi, melainkan juga kawan berceloteh di luar urusan pemerintahan. Seluruh kegiatan itu sedikit reda setelah Presiden pulang ke Istana Bogor. Baru Teten bisa menggelar rapat evaluasi rutin dengan Deputi Staf Kepresidenan, sebelum akhirnya pulang beristirahat.
Teten Masduki ditarik menjadi anggota skuad Jokowi menjelang Gubernur DKI Jakarta 2012-2014 itu maju dalam pemilihan presiden 2014. Pendamping Rieke Diah Pitaloka, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013 itu ditarik ke tim kecil yang dibentuk Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk menyiapkan pencalonan Jokowi sebagai presiden. Didapuk sebagai sekretaris kampanye pada Pemilihan Umum 2014, Teten hampir selalu menempel Jokowi, berkampanye dari satu kota ke kota lain.
Jokowi menang dan Teten ditarik membantu di kelompok kerja tim transisi penyiapan pemerintahan. Teten menarik diri ketika Jokowi dilantik menjadi presiden dan masuk Istana. "Saya pamit ke Presiden Jokowi," kata Teten kepada Tempo waktu itu.
Tapi Jokowi memintanya tetap membantu di Istana. Januari 2015, anggota Ombudsman Republik Indonesia itu ditarik ke staf khusus Andi Widjajanto, Sekretaris Kabinet waktu itu. Empat bulan kemudian, Jokowi menarik Teten menjadi anggota tim komunikasi Presiden bersama Sukardi Rinakit, pengamat politik yang juga menjadi anggota staf khusus Menteri Sekretaris Negara.
Saat itu, pemerintah Jokowi terlihat tak satu suara karena perbedaan informasi yang disampaikan para pembantunya. Salah satunya hubungan Presiden dengan partai penyokongnya yang dianggap tak satu suara, menyusul kisruh hubungan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI. Juga munculnya beragam aksi kriminalisasi terhadap sejumlah pegiat antikorupsi dan bagaimana Jokowi memilih panitia seleksi anggota KPK yang baru. Belum lagi isu-isu perombakan kabinet yang lebih mendominasi ketimbang kerja riil Presiden mengendalikan perlambatan ekonomi.
Isu dan tekanan politik itu adalah buah dari keputusan Presiden Jokowi mengajukan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri—meski belakangan Jokowi membatalkan pelantikan Budi dan memilih Badrodin Haiti sebagai Kapolri pengganti Sutarman.
Menurut seorang pejabat Istana, Teten Masduki adalah satu dari sejumlah anggota staf khusus yang ikut bersama Pratikno hadir dalam diskusi bersama Presiden. Presiden meminta masukan mereka tentang kisruh KPK dengan Polri. Sebagai bekas Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Teten dianggap bisa merumuskan sikap Presiden yang sangat antikorupsi kepada publik, terutama kepada para pekerja dan pegiat antikorupsi.
Yang terbaru adalah saat revisi Undang-Undang KPK kembali dikipaskan politikus PDIP di Dewan Perwakilan Rakyat. Sehari sebelum bertemu dengan pimpinan DPR, Presiden mengajak Teten dan Pratikno berdiskusi. Hasilnya, dalam pertemuan dengan DPR, Presiden menegaskan sikapnya menunda revisi Undang-Undang KPK.
Datang dari lingkungan berbeda, Teten dan Pratikno adalah sekondan. Mereka satu regu ketika terlibat dalam pemenangan Jokowi sebagai presiden. Salah satu orang dekat Jokowi menuturkan, Pratikno banyak diminta menyokong konsep dan mesin pemenangan Jokowi. Adapun Teten banyak membantu jejaring dan teknis lapangan. Keduanya, bersama sejumlah anggota tim yang kini menjadi anggota staf khusus Menteri Sekretaris Negara dan tim Presiden, dianggap memahami gaya dan sikap Jokowi.
Itulah mengapa Jokowi memberikan tugas-tugas khusus kepada mereka. Misalnya melibatkan keduanya ketika menyusun pidato menjelang kongres PDIP pada April lalu. Isi pidato itu penting lantaran hubungan Jokowi dengan petinggi partai pimpinan Megawati itu sedang tak sehat.
Sayangnya, meski dibahas serius, naskah pidato itu batal dibacakan. Padahal, dalam pidatonya itu, Jokowi ingin menegaskan sikapnya terhadap kisruh konflik KPK dan Polri, terutama keinginannya agar polisi bersih.
Tak hanya menyusun pidato, Pratikno dan Teten juga diminta membantu Presiden menuntaskan kasus kriminalisasi terhadap anggota Komisi Yudisial akibat laporan hakim Sarpin Rizaldi ke Markas Besar Polri. Sarpin menyebut Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Sahuri mencemarkan namanya. Laporan itu membuat polisi menetapkan Suparman dan Taufiqurrahman sebagai tersangka.
Pratikno dan Teten juga disertakan dalam proses perombakan kabinet. Agustus lalu, Jokowi bahkan meminta keduanya berbagi tugas menelepon enam menteri dan "menyiapkan" mereka sebelum diberi tahu Presiden dan Wakil Presiden akan diganti.
Teten diminta menelepon para menteri yang diminta datang ke Istana. Adapun Pratikno diminta memberikan pendahuluan dan taklimat singkat tentang maksud pemanggilan itu. Juga menjemput dan mengantar menteri yang akan diganti itu ke dalam atau ke luar ruangan Presiden.
Tugas lain yang tak kalah penting dari Presiden Jokowi kepada Pratikno adalah menjembatani komunikasinya dengan elite partai penyokong pemerintahannya. Menurut orang dekatnya, Jokowi nyaman dengan gaya Pratikno berkomunikasi. Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada yang dikenal nonpartisan ini dianggap bisa menjadi penghubung Jokowi dengan partai pendukung ataupun penentang pemerintah.
Ketika kontroversi revisi Undang-Undang KPK muncul, Jokowi memerintahkan Pratikno bertemu dengan semua ketua umum partai, baik dari koalisi penyokong maupun oposisi. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh masuk daftar orang yang ditemui Pratikno.
Salah seorang petinggi PDIP menyebutkan, kepada Megawati, misalnya, Pratikno menyampaikan sikap Presiden yang ingin menunda revisi Udang-Undang KPK dan apa pertimbangannya. Gaya bicara Pratikno yang halus dan lugas, menurut petinggi PDIP, ternyata lebih bisa diterima Megawati, juga elite partai penyokong lainnya. "Pak Pratikno menyampaikan hal yang pahit, tapi dengan halus dan masuk akal," kata petinggi PDIP ini.
Penerimaan positif partai pendukung Jokowi terhadap Pratikno sudah muncul sejak kisruh pengajuan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Pratikno saat itu menjadi jembatan antara Jokowi dan PDIP, yang memang ngotot mengajukan Budi. Selain itu, sosok Pratikno yang nonpartisan lebih mudah diterima karena dianggap tidak mengakomodasi kepentingan salah satu partai lain.
Pratikno dan Teten enggan menjawab soal peran penting keduanya di Istana. Dengan merendah, Teten berujar, "Saya ini apalah. Tugas saya membantu Presiden, itu saja." Pratikno pun enggan membicarakan perannya. "Tugas saya lapornya ke Presiden-lah, tidak ke wartawan," katanya.
Jokowi tertawa ketika ditanyai soal kinerja Teten dan Pratikno. Namun ia mengakui kini komunikasi dengan publik, juga partai politik, terus membaik—meski tidak spesifik menyebut Pratikno sebagai salah satu orang yang ditugasi menjadi jembatan. "Komunikasi dengan partai baik, dengan semua ketua umum baik," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo