Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WAKIL Presiden Boediono seperti sedang duduk di kursi panas. Di ruang sidang Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Selasa pagi pekan lalu, bekas Gubernur Bank Indonesia itu bertubi-tubi dihujani pertanyaan tajam. Ia dicecar soal pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek buat Bank Century pada November tahun lalu. Century, yang pada awalnya tak bisa memperoleh fasilitas tersebut, akhirnya bisa mendapatkannya setelah peraturan soal itu diubah. ”Kuat dugaan, ketentuan fasilitas itu diubah buat melanggengkan permohonan Century,” kata Andi Rahmat, salah satu anggota Panitia Khusus Hak Angket Bank Century.
Perubahan itu terjadi pada syarat bank yang bisa memperoleh fasilitas pendanaan jangka pendek. Semula, dalam Peraturan Bank Indonesia 10/26/PBI/2008—diteken per 30 Oktober 2008—disebutkan, hanya bank yang menghadapi kesulitan likuiditas tapi rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio)-nya masih memenuhi syarat Bank Indonesia 8 persen yang bisa memperoleh fasilitas tersebut. Tapi, pada 14 November 2008, melalui Peraturan Bank Indonesia 10/30/PBI/2008, syarat permodalan itu diturunkan menjadi sepanjang permodalannya masih positif. Aset kredit yang bisa dijadikan agunan lebih ringan, dari kolektibilitas lancar 12 bulan menjadi cuma tiga bulan.
Dengan perubahan tersebut, Century, yang sejak Juli 2008 megap-megap karena kesulitan likuiditas, lolos dari lubang jarum. Bank Indonesia menyuntikkan dana Rp 689 miliar ke Century dalam tiga kali transfer. Padahal, saat mengajukan permohonan pada 30 Oktober, rasio kecukupan modal (per neraca 30 September) Century cuma 2,35 persen. Rasio itu jelas tidak memenuhi ketentuan minimal 8 persen yang ditetapkan dalam peraturan Nomor 10/26.
Karena itu, dalam salah satu kesimpulannya, audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan perubahan persyaratan rasio kecukupan modal yang dilakukan Bank Indonesia melalui PBI Nomor 10/30 patut diduga untuk meloloskan permohonan Century. ”Seperti ada skenario besar,” ujar Akbar Faizal dari Partai Hati Nurani Rakyat kepada Boediono saat rapat pemeriksaan berlangsung.
Bukan cuma itu yang ditelisik oleh Panitia Khusus. Pada saat fasilitas pendanaan itu dicairkan, rasio kecukupan modal Century per akhir Oktober sebetulnya juga sudah minus 3,53 persen. Artinya, kendati peraturan sudah diubah, Century tetap tak memenuhi syarat mendapat fasilitas pendanaan itu. ”Semestinya Bank Indonesia tahu bahwa rasio kecukupan modal Century minus,” kata Marwan Ja’far dari Partai Kebangkitan Bangsa. Apalagi ada surat-surat berharga US$ 56 juta yang tidak dapat dicairkan pada saat jatuh tempo, akhir Oktober dan 3 November.
Tapi bank sentral masih berpatokan pada rasio kecukupan modal per akhir September. Sebab, kata Darmin Nasution, butuh waktu 25 hari untuk menyusun sistem laporan bulanan bank umum. Pengawas bank sentral yang ditempatkan di Century pernah mendesak agar bank tersebut mengeluarkan neraca akhir Oktober—tiga hari sebelum fasilitas pendanaan cair. ”Tapi Century tidak mampu memenuhinya,” kata pejabat sementara gubernur bank sentral itu. Neraca baru tersedia pada 19 November sore.
Badan Pemeriksa Keuangan juga menghitung, nilai agunan yang disodorkan Century saat menerima kucuran dana cuma 83 persen. Nilai ini jauh di bawah ketentuan yang mematok agunan minimal 150 persen dari plafon fasilitas pendanaan jangka pendek. Atas temuan itu, Darmin mengatakan aset kredit yang memiliki agunan—berapa pun nilai dan jenisnya—bisa digunakan sebagai jaminan dan dinilai berdasarkan baki debit. Dari hitung-hitungan itu, agunan Century tepat 150 persen dari nilai fasilitas pendanaan.
Boediono juga tidak bisa menerima sepenuhnya kesimpulan Badan Pemeriksa Keuangan. Dia beralasan persyaratan rasio kecukupan modal diubah demi menyelamatkan perbankan nasional, bukan cuma untuk Century. Bahkan, kata dia, ada tiga bank yang rasio kecukupan modalnya kelojotan di bawah 8 persen. ”Situasi saat itu bergerak sangat cepat,” ujarnya. Likuiditas mengering, dana pihak ketiga menurun. Pasar uang antarbank juga macet. Karena itulah bank sentral turun tangan.
Menurut dia, ketentuan fasilitas pendanaan harus fleksibel dan responsif terhadap perubahan situasi. ”Dan mengubah rasio kecukupan modal di tengah situasi krisis bukan hal aneh,” katanya. Atas berbagai pertimbangan tersebut, Century akhirnya mendapat suntikan dana jangka pendek.
ADALAH Edi Sulaeman Yusuf, ketika itu Direktur Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, yang mengirim memo kepada Zainal Abidin, Direktur Pengawasan Bank 1. Isinya meminta informasi dan rekomendasi terkait dengan permohonan fasilitas pendanaan jangka pendek Bank Century. Memo dikirim pada hari yang sama, tak lama setelah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/30/PBI/2008 diteken Boediono pada 14 November 2008.
Zainal Abidin lalu mengirimkan catatan kepada Deputi Gubernur Siti C. Fadjrijah. Isinya: Century telah memenuhi persyaratan administratif, mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek, rasio kecukupan modal per akhir September masih positif, dan plafon pendanaan yang dapat diberikan Rp 493,67 miliar.
Siti Fadjrijah menyetujui pemberian fasilitas pendanaan buat Century. Atas persetujuan itu, Zainal Abidin mengirimkan memo kepada Direktorat Pengelolaan Moneter. Isinya menyatakan bahwa Century memperoleh fasilitas pendanaan dengan plafon maksimum Rp 493,67 miliar. Kesediaan Robert Tantular membuat pernyataan mengalihkan kepemilikan saham menjadi salah satu pertimbangan pemberian dana.
Berdasarkan memo itu, Edi Sulaeman meminta persetujuan Budi Mulia, Deputi Gubernur Bidang 4. Dalam disposisinya, Budi Mulia sepakat dengan rekomendasi Zainal Abidin dan persetujuan Siti Fadjrijah.
Singkat cerita, berbekal sederet lampu hijau itu, di depan notaris, bank sentral dan Bank Century menandatangani perjanjian fasilitas pendanaan jangka pendek pada 14 November pukul 13.30 senilai Rp 502 miliar. Pencairan dilakukan pukul 20.43 (Rp 356,81 miliar) dan pada 17 November pukul 20.03 (Rp 145,26 miliar).
Pada 17 November, Century meminta tambahan fasilitas pendanaan Rp 319 miliar, dengan menyetor agunan Rp 478 miliar. Besoknya, Edi Sulaeman mengirimkan memo kepada Zainal Abidin. Lalu Zainal kembali meminta persetujuan Siti Fadjrijah. Dalam disposisinya, Siti menulis, ”Oke, harap dilaksanakan dengan baik.” Tapi yang dikabulkan Rp 187,3 miliar. Budi Mulia setuju besaran penambahan plafon tersebut.
Menurut Deputi Gubernur Budi Rochadi, pemberian fasilitas pendanaan buat Century itu mengacu pada koridor protokol manajemen krisis yang diterapkan 29 Oktober 2008. ”Sejak saat itu, kami berkeyakinan krisis sudah terjadi,” katanya. Berdasarkan protokol tersebut, tidak boleh ada satu pun bank gagal atau ditutup karena bisa berdampak sistemik. ”Bila saat itu Bank IFI kolaps, kami juga akan menyelamatkannya,” ucap Budi Rochadi. Budi juga menepis tudingan bahwa ketentuan peraturan sengaja diubah dan diterapkan surut agar bisa menyangga Century.
Boediono juga mengungkapkan di Panitia Khusus bahwa selain Century, ada dua bank lagi yang mengajukan fasilitas serupa karena kesulitan likuiditas. Sumber Tempo menambahkan, pada saat itu, likuiditas perbankan Indonesia memang kering-kerontang. Tak hanya Century, tapi juga bank-bank besar sekelas Mandiri, BNI, dan BRI. Pemerintah sampai mengalihkan rekeningnya di Bank Indonesia ke tiga bank tersebut. Mereka masing-masing mendapat ”fasilitas pendanaan jangka pendek” versi pemerintah Rp 5 triliun.
Yandhrie Arvian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo