Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tarung Bebas di Senayan

Koalisi partai pemerintah dibebaskan bermain dalam Panitia Angket Bank Century. Serangan mulai mengarah ke Yudhoyono.

28 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA politikus muda itu melepas lelah di kamar tunggu, tepat di samping pintu masuk ruang sidang Panitia Khusus Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat. Selasa sore pekan lalu itu, mereka baru saja menghujani mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dengan deretan pertanyaan tajam.

Ahmad Muzani, politikus Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Akbar Faizal dari Partai Hati Nurani Rakyat sampai membaringkan tubuh di atas meja. Adapun Andi Rahmat dari Partai Keadilan Sejahtera duduk-duduk saja. ”Perlu dipijat dulu, tuh,” kata Akbar, menunjuk Muzani, bercanda.

Di dalam ruang, rapat Panitia Angket penyelidikan kasus dana talangan Rp 6,7 triliun buat Bank Century masih berlangsung. Sepanjang awal pekan lalu, mereka bekerja maraton: meminta keterangan lima mantan pejabat Bank Indonesia selama dua hari berturut-turut. Sehabis Boediono, yang kini wakil presiden, Panitia Angket meminta keterangan mantan Deputi Gubernur Senior Miranda Goeltom.

Ketiga politikus itu kelihatannya tak punya selera lagi ikut menanyai Miranda. Semangat mereka habis setelah Boediono memberikan keterangan. Selama tiga jam penuh, Panitia Angket mengorek keterangan Boediono soal pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek untuk Bank Century pada November 2008.

Setiap kali Boediono tergagap atau berpikir lama untuk menjawab satu pertanyaan, para pentolan ”Tim Sembilan”, penggagas awal Panitia Angket, saling memandang. ”Saya sampai tidak jadi mengajukan pertanyaan karena kasihan melihat Pak Boediono terdesak,” kata Andi Rahmat. Menurut dia, publik bisa berbalik memberikan simpati kepada Boediono jika anggota Panitia Angket terus merangsek dengan pertanyaan tajam.

Boediono memang salah satu target utama Panitia Angket Century. Tokoh lain yang diincar adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Keduanya merupakan ketua dan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang memutuskan penyelamatan Bank Century pada 21 November 2008.

Di awal pemeriksaan, anggota Panitia Angket memang melunak. Pertanyaan mereka sopan, tanpa nada memojokkan. Pesan petinggi partai agar posisi Boediono sebagai wakil presiden dihargai membuat mereka sedikit sungkan.

Namun belakangan, seiring dengan memanasnya suasana rapat, tuntutan pertanggungjawaban pidana tetap terdengar. ”Dia pengambil kebijakan, tidak bisa, dong, melempar ke bawahan,” kata seorang anggota Panitia Angket setelah Boediono selesai memberikan keterangan.

l l l

Tanggapan politikus Senayan be-ragam soal jawaban Boediono. Reaksi kubu ”oposisi”, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Gerindra, dan Hanura, bisa ditebak. Mereka tak puas dengan jawaban sang Wakil Presiden. ”Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan sudah menjelaskan semua,” kata Akbar Faizal. Ia mempersoalkan pernyataan Boediono bahwa kebenaran audit Badan Pemeriksa Keuangan tidak mutlak.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan menjadi pegangan utama serangan-serangan kubu nonkoalisi pemerintah ini. Menurut versi audit lembaga negara itu, Boediono dan Sri Mulyani merupakan dua pejabat yang bertanggung jawab. Boediono antara lain dianggap bersalah karena mengubah peraturan Bank Indonesia agar Bank Century bisa memperoleh fasilitas pendanaan jangka pendek.

Politikus PDIP, Gerindra, dan Hanura—terkadang dibantu politikus PKS, Partai Amanat Nasional, dan Partai Golkar—juga getol menelisik masa perumusan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan pada pertengahan Oktober 2008. Demikian pula rapat-rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada November 2008. Kepada Boediono dan Miranda Goeltom, mereka berkali-kali menanyakan apakah keputusan penyelamatan Bank Century diketahui oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Para politikus mendasarkannya pada risalah pertemuan Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang dilakukan melalui telekonferensi pada 13 November 2008. Ketika itu, Sri Mulyani sedang mengikuti lawatan Presiden ke Amerika Serikat. Rapat antara lain diikuti Boediono, Sekretaris Komite Stabilitas Raden Pardede, dan Menteri Keuangan ad interim, Sofyan Djalil.

Dalam risalah itu Sri Mulyani mengatakan telah memberitahukan masalah Century kepada Presiden Yudhoyono. Namun, kata dia, Presiden akan melakukan perjalanan dinas ke San Francisco. Artinya, jika membutuhkan keputusan Presiden, baru bisa diambil esok harinya. Rapat dilakukan menjelang tengah malam waktu Jakarta, atau tengah hari waktu Amerika. Berdasarkan risalah itu, Panitia Angket ingin meminta keterangan Presiden.

Agun Gunandjar Sudarsa, politikus Partai Golkar, menepis kemungkinan pemanggilan Presiden akan berujung pada pemakzulan. ”Kami tidak berpikir ke sana,” katanya. Dalam rapat, ia mengatakan: ”Jabatan RI-1, RI-2, Menteri Keuangan itu kecil, tidak ada artinya buat kami.”

Dari kubu Fraksi Partai Demokrat, mereka tentu berusaha mengamankan Yudhoyono, Boediono, dan Sri Mulyani. Setelah Boediono dimintai keterangan, wajah-wajah politikus partai pemerintah itu berseri-seri. Mereka puas melihat Boediono bisa melenggang, menjawab sebagian besar pertanyaan dengan lancar.

Marwan Ja’far, politikus Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, ada di barisan pendukung pemerintah. Dia mengaku senang mendengar penjelasan guru besar ekonomi Universitas Gadjah Mada itu yang, menurut dia, ”bagus dan jelas”. Marwan yakin, kalaupun ada kesalahan dalam pengucuran dana untuk Bank Century, ”Itu adalah manipulasi bawahannya.”Lukman Hakim Saefuddin, politikus senior Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, menyesalkan terbelahnya koalisi partai pendukung pemerintah. Menurut dia, Fraksi Demokrat seharusnya bermain lebih cantik dengan merangkul fraksi-fraksi lain. ”Sejak hak angket Century bergulir, tak ada pertemuan antarpartai politik pendukung koalisi pemerintah,” katanya.

Karena tidak ada order ”mengamankan” siapa pun, para politikus Partai Ka’bah di Panitia Angket bermain bebas. Dia mengaku heran dengan kebebasan yang diterima partainya dari Fraksi Demokrat. ”Kali ini memang berbeda dari Panitia Angket yang dulu-dulu,” katanya. Bedanya? ”Sekarang tidak ada batasan dari awal, isu ini mau dibawa ke mana.”

Andi Rahmat, politikus PKS, juga mengaku tak mendapat instruksi apa-apa. ”Pemimpin PKS hanya berpesan agar kami tidak menyerang pribadi-pribadi dan tidak terjebak bermain di tataran isu yang tidak jelas,” katanya pekan lalu.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan pemerintah memang tidak pernah berniat mengumpulkan dan mengarahkan partai-partai koalisi pendukung. ”Bayangkan, isu apa yang akan merebak jika kami memanggil partai-partai dan mengarahkan mereka?” katanya.

Meski tak ikut campur, Djoko menekankan itu bukan berarti pemerintah angkat tangan. ”Ada kontrak politik yang jelas antara Presiden dan ketua-ketua partai koalisi,” katanya. Dia juga menantang Panitia Angket mengejar aliran dana Bank Century. ”Apa benar ke Partai Demokrat dan tim sukses Yudhoyono-Boediono?” Ia mengatakan, kalau partai-partai lain hendak memakzulkan Presiden, ”Ya, sabarlah sampai 2014.”

Wahyu Dhyatmika, Oktamandjaya Wiguna, Famega Syafira

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus