Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bepatungan mengambil mayat

Rumah sakit deli, medan, menyandera mayat rahim nasution, karena keluarga tidak sanggup membayar. setelah berpatungan dengan wakil ketua dprd, baru mayat bisa dibawa. (ina)

7 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KISAH penyanderaan mayat di Rumah Sakit Deli, Medan, pertengahan April itu, sampai sekarang masih jadi buah bibir masyarakat kota itu. Apalagi karena Kepala Dinas Kesehatan Kotamadya Medan sendiri, dr. Masroel SKM, telah mengancam, "bila cerita penyanderaan itu benar, saya usulkan kepada atasan agar izin RS dicabut." Kejadian itu menimpa mayat seorang tua, Rahim Nasution 76 tahun. Setelah menderita sakit "tak bisa buang air" selama beberapa hari, ia masuk RS itu. Dioperasi, tapi meninggal. Persoalan timbul ketika keluarga hendak membawa mayat almarhum pulang, petugas RS menyodorkan rekening Rp 460.000 untuk biaya operasi dan opname selama 12 jam. Keluarga si mati tak mampu melunasi jumlah itu -- dan merasa jumlah itu terlampau tinggi. Keributan terjadi setelah pihak RS mengancam: mayat tak boleh dibawa pulang sebelum pembayaran dilunasi. Usaha pihak keluarga almarhum untuk membujuk agar sebagian pembayaran bisa ditunda sia-sia. Bahkan ketika sebuah sepeda motor disodorkan sebagai jaminan juga ditolak mentah-mentah oleh pihak RS. Maka di tengah jerit tangis duka, terdengar perdebatan sengit soal pembayaran itu. Wakil Ketua DPRD Kodya Medan, Jamaludin Batubara yang kebetulan ada di tempat itu, spontan ikut campur tangan. "Akulah yang jamin," kata Batubara. Tapi petugas RS tetap ngotot menahan si mayat. Beberapa jam kemudian, setelah bersusah-payah bergotong-royong, akhirnya keluarga almarhum berhasil mengumpulkan uang Rp 200.000. Pihak RS melepaskan mayat dibawa pulang. "Itu pun setelah aku menjamin pembayaran sisanya," kata Batubara lagi. Dan memang beberapa hari kemudian seluruh rekening dilunasi. "Itu kasus gawat," hentak dr. Masroel. Pejabat ini akhir April mengirimkan sebuah tim peneliti ke RS Deli. Hasil resminya belum ada, meskipun berbagai kalangan menduga izin usaha RS itu pasti dicabut. Dari pihak RS Deli tak ada yang bersedia memberi keterangan tentang kejadian itu. Tapi Jamaludin Batubara cepat mengusulkan agar di RS-RS swasta dicantumkan papan tarif, melalui peraturan daerah. "Sehingga rakyat berkantung tipis dapat memilih mau mati di rumah atau di rumah sakit saja," cetus Batubara setengah berteriak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus