KISAH penyanderaan mayat di Rumah Sakit Deli, Medan,
pertengahan April itu, sampai sekarang masih jadi buah bibir
masyarakat kota itu. Apalagi karena Kepala Dinas Kesehatan
Kotamadya Medan sendiri, dr. Masroel SKM, telah mengancam, "bila
cerita penyanderaan itu benar, saya usulkan kepada atasan agar
izin RS dicabut."
Kejadian itu menimpa mayat seorang tua, Rahim Nasution 76 tahun.
Setelah menderita sakit "tak bisa buang air" selama beberapa
hari, ia masuk RS itu. Dioperasi, tapi meninggal. Persoalan
timbul ketika keluarga hendak membawa mayat almarhum pulang,
petugas RS menyodorkan rekening Rp 460.000 untuk biaya operasi
dan opname selama 12 jam. Keluarga si mati tak mampu melunasi
jumlah itu -- dan merasa jumlah itu terlampau tinggi.
Keributan terjadi setelah pihak RS mengancam: mayat tak boleh
dibawa pulang sebelum pembayaran dilunasi. Usaha pihak keluarga
almarhum untuk membujuk agar sebagian pembayaran bisa ditunda
sia-sia. Bahkan ketika sebuah sepeda motor disodorkan sebagai
jaminan juga ditolak mentah-mentah oleh pihak RS. Maka di tengah
jerit tangis duka, terdengar perdebatan sengit soal pembayaran
itu.
Wakil Ketua DPRD Kodya Medan, Jamaludin Batubara yang kebetulan
ada di tempat itu, spontan ikut campur tangan. "Akulah yang
jamin," kata Batubara. Tapi petugas RS tetap ngotot menahan si
mayat.
Beberapa jam kemudian, setelah bersusah-payah bergotong-royong,
akhirnya keluarga almarhum berhasil mengumpulkan uang Rp
200.000. Pihak RS melepaskan mayat dibawa pulang. "Itu pun
setelah aku menjamin pembayaran sisanya," kata Batubara lagi.
Dan memang beberapa hari kemudian seluruh rekening dilunasi.
"Itu kasus gawat," hentak dr. Masroel. Pejabat ini akhir April
mengirimkan sebuah tim peneliti ke RS Deli. Hasil resminya belum
ada, meskipun berbagai kalangan menduga izin usaha RS itu pasti
dicabut. Dari pihak RS Deli tak ada yang bersedia memberi
keterangan tentang kejadian itu. Tapi Jamaludin Batubara cepat
mengusulkan agar di RS-RS swasta dicantumkan papan tarif,
melalui peraturan daerah. "Sehingga rakyat berkantung tipis
dapat memilih mau mati di rumah atau di rumah sakit saja," cetus
Batubara setengah berteriak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini