Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bergebu Konsep Menuju Senayan

Sejumlah ekonom kini menjadi anggota DPR. Inilah beberapa konsep pembangunan ekonomi yang mereka tawarkan.

4 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNGKIN tak puas cuma berteriak-teriak dari luar, para ekonom kini ramai-ramai masuk DPR. Pemilihan umum legislatif yang lalu memang berhasil meloloskan beberapa ahli ekonomi menjadi wakil rakyat. Sejumlah ekonom yang punya nama beken—bahkan yang kurang terkenal pun—kini berkantor di Senayan.

Komisi Keuangan dan Perbankan tampaknya bakal menjadi arena panas pertarungan gagasan. Di sanalah para ekonom itu rata-rata akan bertugas. Partai Amanat Nasional (PAN), yang meloloskan empat ekonomnya, akan menempatkan keempatnya di komisi itu. ”Kami mungkin akan dominan di sana,” kata Dradjad Wibowo, ekonom PAN, sambil tertawa.

Anggota PAN yang lain di komisi itu adalah Didik Rachbini, Marwoto Mitrohardjono (doktor ahli pajak), dan bekas Menteri Keuangan Fuad Bawazier. Patut pula diperhitungkan Zulkieflimansyah, 32 tahun, ahli ekonomi andalan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di partai, ia menempati posisi Ketua Departemen Kebijakan Ekonomi.

Setelah ia terpilih sebagai wakil rakyat dari Provinsi Banten, PKS menempatkannya di Komisi Keuangan dan Perbankan. Namun, sebagai ekonom, nama Zul sebetulnya belum terlalu ”bunyi”. Buah pikiran dan pendapatnya mengenai berbagai persoalan ekonomi belum banyak terdengar. Selain mengajar dan melakukan riset, ia memang relatif jarang muncul di depan publik.

Maka, berkiprah di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR akan menjadi kesempatan emas merengkuh jam terbang. Berbekal riset-riset yang dilakukannya dan ilmu dari program doktor yang ditempuhnya di Glasgow University, Inggris, Zul punya modal lebih dari cukup untuk tampil di Senayan.

Tak cuma memperkuat fungsi kontrol DPR, Zul mengaku ingin mendorong pemerintah membangun industri yang kuat. Ia berharap lima tahun mendatang akan menjadi tahap meletakkan fondasi kebijakan baru merevitalisasi industri manufaktur. Berulang-ulang ia menyatakan pentingnya industri yang kuat untuk kemandirian ekonomi bangsa.

Industri yang kuat, kata Zul, ditandai daya saingnya yang mumpuni, baik dari segi kualitas maupun harga produk yang ditawarkan. Ia menyayangkan di masa lalu tak pernah ada pendalaman teknologi terhadap beberapa sektor industri yang menjadi unggulan Indonesia, seperti tekstil dan kayu lapis. Akibatnya, sampai sekarang daya saing kedua sektor itu tetap lemah.

Untuk meningkatkan daya saing industri, Zul menekankan perlunya peningkatan kemampuan teknologi, antara lain melalui pendidikan. ”Pendidikan dan riset harus bersinergi dengan dunia industri,” ujar pengajar pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.

Lain lagi agenda yang ditawarkan Harry Azhar Azis. Ekonom dari Partai Golkar itu mengaku mengusung platform ekonomi yang disebutnya dual track strategy alias strategi jalur ganda. Intinya, pembangunan ekonomi harus dilakukan lewat dua jalur yang disebutnya pembangunan ekonomi arus bawah dan arus persaingan bebas.

Ekonomi arus bawah terdiri atas sektor informal, usaha mikro, usaha kecil dan menengah, koperasi, peternakan, perikanan, kerajinan, agrobisnis, serta kehutanan dalam skala kecil. Sedangkan arus persaingan bebas meliputi usaha menengah, besar, dan usaha asing, termasuk badan usaha milik negara (BUMN).

”Dual track strategy ini bisa memperkuat struktur pasar yang sehat dan transparan,” kata Harry, yang ditempatkan fraksinya di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR. Buat Harry, strategi ini tak asing karena pernah diusungnya juga sebagai anggota tim ekonomi calon presiden Wiranto dalam pemilihan presiden putaran pertama.

Bila strategi ini dijalankan pemerintah, Harry optimistis angka pengangguran dan kemiskinan bisa ditekan. ”Jumlah pengangguran terbuka yang mencapai 10 juta orang bisa menyusut tinggal 2 juta orang dalam satu-dua tahun mendatang,” ujar doktor ekonomi dari Oklahoma State University, Amerika, itu.

Harry juga punya catatan kritis tentang privatisasi BUMN. Ia berpendapat Indonesia belum matang dalam melakukan privatisasi, yang seolah-olah untuk membangun institusi pasar. ”Kalau privatisasi cuma mengalihkan monopoli pemerintah ke swasta, apa gunanya?” ujarnya.

Sayangnya, Harry mengakui pihaknya sampai sekarang belum menyusun konsep-konsep itu menjadi semacam rancangan undang-undang yang akan dibawa dan dibahas di DPR. ”Kami baru bertindak konkret kalau pemerintah menyeleweng dari janjinya,” tuturnya.

Dradjad Wibowo tak mau kalah dalam soal penyiapan program kerja. Ekonom PAN itu mengaku telah menyiapkan tiga konsep konkret yang terkait dengan fungsi pembuatan undang-undang dan pengawasan DPR. Dalam fungsi legislasi, ia telah berancang-ancang mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penjaminan Kredit bagi usaha kecil dan menengah.

Dradjad melihat salah satu penyebab lemahnya usaha kecil dan menengah (UKM) adalah sulitnya mereka mendapat akses ke dunia perbankan. Karena itu, akses harus dibuka, antara lain dengan mempermudah mereka memperoleh kredit dengan jaminan ringan. Di luar penyiapan RUU baru, Dradjad mengaku akan mengusulkan revisi atas sejumlah undang-undang yang sudah ada.

Ia menyebut Undang-Undang Perbankan. Ia berpendapat Undang-Undang Perbankan harus diubah untuk melindungi perbankan dari pembobolan oleh orang luar maupun orang dalam. Soal pembobolan bank, Dradjad punya pengalaman pribadi.

Syahdan, ketika panas-panasnya kasus pembobolan BNI sebesar Rp 1,2 triliun oleh kelompok Gramarindo, ia kebetulan diangkat menjadi komisaris BNI. Di sana ia melihat sendiri betapa rentannya perbankan terhadap pembobolan. Yang juga mencemaskan, uang yang sudah digondol maling ternyata sulit ditarik kembali.

Untuk fungsi pengawasan, Dradjad akan mengusulkan pembentukan panitia khusus untuk kasus-kasus kejahatan ekonomi berat. Contohnya, lagi-lagi pembobolan BNI. Ia juga melihat selama ini DPR tak bisa optimal mengawasi kinerja pemerintah—terutama aparat penegak hukum—hanya melalui mekanisme rapat dengar pendapat.

”Pernah enggak kita lihat ada polisi nakal atau jaksa nakal yang dihukum?” ujar ekonom lulusan University of Queensland, Australia, itu. Karena itu, ia akan mengusulkan pembentukan semacam komite di bawah parlemen untuk mengawasi langsung kinerja aparat penegak hukum.

Sementara Dradjad siap dengan usulan RUU, tak demikian halnya Yusuf Faishal. Ekonom Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang pernah menjadi Sekretaris Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN) di masa Presiden Abdurrahman Wahid itu mengaku akan lebih berfokus pada perbaikan undang-undang.

Beberapa undang-undang lama, menurut dia, banyak mengandung kelemahan. Karena itu, perlu direvisi. ”Kinerja anggota Dewan jangan diukur hanya dari undang-undang yang dibuat, tapi juga dari undang-undang yang kita perbaiki,” ujarnya. Yusuf menunjuk salah satu undang-undang yang perlu diperbaiki adalah Undang-Undang tentang Keuangan Negara.

Adapun tentang privatisasi BUMN, Yusuf melihat hal itu sebagai amanat MPR yang harus dijalankan. ”Tinggal pengawasannya saja bagaimana,” katanya. Ia, misalnya, menekankan pentingnya memeriksa harga jual. ”Sudah wajar atau tidak.” Untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran, Yusuf mengusulkan menggenjot kembali sektor pertanian, baik yang tradisional maupun agrobisnis. ”Itu untuk memberi makan dan pekerjaan kepada rakyat,” ujarnya.

Ia mengaku khawatir bila pemerintah hanya mengembangkan industri, karena industrialisasi kian bersifat padat modal. ”Wah, bisa makin parah penyerapan tenaga kerjanya,” kata komisaris PT Miwon ini.

Melihat menggebunya para ekonom dengan konsepnya masing-masing, bisa dipastikan masa persidangan di Senayan nanti akan berjalan seru. Debat sengit mungkin tak cuma akan terjadi antara parlemen dan pemerintah, tapi juga antar-sesama anggota parlemen sendiri.

Hampir semua ekonom memastikan akan berkiprah penuh di DPR selama lima tahun mendatang. Pengecualian mungkin hanya Irsan Tanjung. Doktor ekonomi lulusan University of Illinois, Amerika, itu sebetulnya juga punya konsep mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan belanja pemerintah, terutama dengan membangun proyek-proyek infrastruktur. Tapi, ia disebut-sebut akan meninggalkan DPR karena ditarik ke kabinet.

Nugroho Dewanto, Dimas Adityo, Danto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus