Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berjejal Di Jabotabek

KRL Jabotabek makin gawat karena tak terawat. Penumpang makin sesak, khusus untuk jalur jabotabek peranan kereta api akan ditingkatkan. Kebakaran kecil di KRL Jabotabek Gambir-Depok.

14 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

API memercik-mercik di gerbong kedua KRL (Kereta Rel Listrik) Jabotabek Gambar - Depok. Penumpang panik. Kebakaran itu terjadi sekitar pukul 3 siang, saat kereta mendekati Setasiun Tebet, Jakarta. Asap mengepul. Penumpang yang berjejal tunggang-langgang mencari jalan ke luar. Tapi pintu gerbong tetap saja tertutup. Akibatnya mereka meloncat dari jendela. Beberapa terkilir. Banyak yang terjatuh terdorong penumpang lain. Dalam keadaan kacau bala.u seperti itu, juru-selamat satu-satunya adalah masinis. Tapi petugas itu tidak segera dapat berbuat sesuatu. Sebab, "dia terjepit di antara penumpang yang panik," ungkap Iswar, pegawai BRI, yang pada saat kebakaran Senin siang pekan lalu itu berada di ruang masinis bersama 20 penumpang gelap lainnya. "Tetapi masinisnya cekatan juga mematikan mesin dan mengerem sekaligus di tengah kebalauan penumpang," kata Iswar pula. Kebakaran kecil--entah dari mana sumber apinya,--tanpa korban tersebut menimbulkan pertanyaan: Ada yang tidak beres dengan alat transportasi paling murah yang menghubungkan JakartaBogor-Tangerang-Bekasi sejak tahun 1977 itu? Adalah diperbanyaknya trayek dari 11 rangkaian kereta menjadi 48 rangkaian pulang pergi. "Penambahan dilakukan terus, tapi tetap saja kurang," kata Ka. Humas PJKA Eksploatasi Barat, Drs. T. May Rudy SH, dalam suatu' pembicaraan telepon dengan TEMPO. Inilah masalahnya. Untuk lebih meningkatkan tidak mungkin, "karena tidak ada KRL lagi," lanjutnya. Tapi sebuah sumber di Ditjen Perhubungan Darat menyatakan, kalau saja ditunjang sarana komunikasi modern, maka rel kereta Jabotabek yang hanya sepasang itu sebenarnya bisa menampung 70 rangkaian pulang pergi. Dia tidak menjelaskan lebih terperinci apa yang dimaksud sarana komunikasi modern itu. Namun May Rudy mengungkapkan bahwa awal tahun depan akan dilakukan pemasangan rel baru antara Setasiun Manggarai dan Depok. "Pekerjaan tersebut akan selesai pada akhir 1985," lanjut Rudy, tanpa bersedia menjelaskan berapa banyak KRL yang bisa ditambah dengan adanya rel baru itu nanti. Pokoknya, katanya, "penelitian masih berjalan terus." Sementara itu sejak terjadi kebakaran kecil pekan silam, Suasana di atas kereta Jabotabek tidak sedikit pun berubah. Seperti biasa, penumpang berjejal tak karuan, bahkan sering bertindihan. Keadaan paling rawan bisa dilihat sekitar jam-jam sibuk, masuk dan bubar kantor, terutama pada rute Bogor-Jakarta Kota. Di pagi hari mungkin penderitaan di atas kereta masih tertahankan, tapi pada siang atau petang hari, suasana dalam kereta tak ubahnya seperti di pasar. Tiap penumpang melewatkan saat-saat tak sedap itu dengan cara dan gaya masing-masing. Ada yang main gaple, membaca koran, berbincang-bincang, atau . . . . pacaran. Nampak seorang ibu terkantuk-kantuk sambil memangku bayinya. Sesekali terdengar suara pedagang menjajakan rokok atau minuman dingin. Dalam keadaan bersempit-sempit itu, masih ada pengemis yang lewat menadahkan tangan. Keadaan kereta juga makin tak terawat. Pintu yang semestinya dapat membuka menutup secara otomatis, sudah lama hanya menganga. Kipas-kipas angin, tak hanya diam, juga rusak atau copot bagian-bagiannya. Kapan suasana "prihatin" semacam itu berakhir? Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin dalam pidatonya saat pelantikan Dirut PJKA yang baru ada mengatakan bahwa khusus untuk jalur Jabotabek peranan kereta-api akan ditin katkan sampai 20% (sekarang c.m 1,3%). Ini berarti tiap 5 menit sekali rangkaian Jabotabek akan menerobos ja lur padat Jatinegara-Tanjungpriok, Jati negara-Senen-Kota, Jatinegara-Tangerang dan Tanah Abang-Jatinegara. Terobosan kereta yang lain juga akan ditambah untuk melayani Depok, Bogor, Karawang, Bekasi dan Purwakarta. Jelas ini bukan hanya rencana besar tapi juga kerja besar. Diperkirakan menela biaya Rp 500 milyar, jika dimulai tahu depan, proyek tersebut baru akan selesa akhir tahun 1990. Menjelang saat yang berbahagia itu penumpang Jabotabek agaknya sudah harus puas dengan apa yang ada sekarang. "Sejelek-jeleknya KRL, masih paling cepat dan ekonomis," kata Adi Ashari setengah menghibur diri. Penumpang Jabotabek yang setia ini mengusul kan agar rangkaian kereta diperbanya dan pengontrolan diperketat. Yang di maksudnya tentu pengontrolan karcis kereta. Karcis yang sudah terhitung murah itu, Rp 100, belum tentu mengalir ke kas PJKA. "Banyak penumpang yang bayar di atas kereta," kata Budi A. Nurcahya, pelajar SMEA I Jalan Batu, Jakarta. Alasannya, kalau beli di loket pun hampir tidak dikontrol kondektur. Sebaliknya kalau bayar atas cukup dengan Rp 50--yang tak salah lagi jatuh ke kocek kondektur. Tapi masinis bukan tidak kebagian. Penumpang yang berjejal di ruang masinis biasanya membayar Rp 50 kepada "seseorang". Biasanya ruang masinis muat 20 orang. Untuk menyelamatkan PJKA dari kebankrutan, "kami hanya mengharapkan kesadaran masyarakat saja," kata Humas PJKA May Rudy.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus