Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Cara merekam sejarah

Yayasan idayu menerbitkan buku-buku sejarah indonesia. yayasan ini menyediakan bahan untuk anak muda sebagai warisan nasib bangsa mendatang. kini mempunyai 100 judul terbitan menyangkut sejarah.

14 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJARAH, kata orang, terlalu bermanfaat untuk hanya menjadi urusan ahli sejarah. Barangkali kata-kata itu yang ada dalam kepala para pendiri Yayasan Idayu--yang kemudian bergiat dalam bermacam hal yang berkait dengan sejarah Indonesia. Pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, yayasan yang namanya diambilkan dari nama ibunda Bung Karno itu, Ida Ayu, genap 15 tahun berdiri. Pada awalnya Idayu hanya menyelenggarakan perpustakaan. Modalnya: buku-buku sejarah tentang Indonesia terbitan mana saja, yang dikumpulkan Masagung sejak lama. Dia, pemilik PT Gunung Agung, bersama Adisuria dan Ny. Mualif Nasution memang pendiri yayasan ini. Tapi sebenarnya kegiatan yang kemudian memberi ciri khas baru dimulai pada 1974--berupa ceramah dan penerbitan. Berkat Gubernur DKI (waktu itu) Ali Sadikin, yang memberikan sebagian kompleks Gedung Kebangkitan Nasional untuk ditempati Idayu, keleluasaan bergerak terbuka. Diadakanlah secara rutin ceramah para tokoh perjuangan. Mereka antara lain Bung Hatta almarhum, Dr. Roeslan Abdoelgani, Ali Sastroamidjojo almarhum, Dr. T.B. Simatupang, Mr. Syafruddin Prawiranegara, misalnya. "Saksi sejarah semakin langka. Dan itulah yang hendak kami selamatkan," kata Masagung kepada TEMPO. YI kemudian memang dikenal yayasan yang banyak mendokumentasikan dan menerbitkan berbagai kesan, pikiran, kenang-kenangan dan data sejarah dari tangan pertama. Dan itu semua memang bukan kerja dagang. "Yayasan Idayu itu nonkomersial," kata Bung Hatta almarhum, pelindungnya sejak 1974 sampai wafat. "Tujuannya menyediakan bahan yang diperlukan angkatan muda, sebagai yang bertanggungjawab atas nasib bangsa Indonesia mendatang." Maka Soemarmo, Ketua Badan Pelaksana yayasan ini bisa menyodorkan data tentang berapa besar "kerugian" yayasan di bidang keuangan. Manusia Indonesia "Soalnya kami tetap berjalan pada garis yang telah ditetapkan: menerbitkan buku-buku perjuangan yang bisa menjadi cermin generasi muda," kata Soemarmo. Ia menambahkan, Idayu sama sekali uk berniat menerbitkan misalnya novel--"meski novel itu penting dan laris." Hingga kini ada sekitar 100 judul buku terbitan yayasan ini yang menyangkut peristiwa dan tokoh sejarah. Rata-rata dicetak 3 - 5 ribu eksemplar --dan hampir semua saja seret lakunya. Kecuali buku Manusia Indonesia Mochtar Lubis, yang hingga kini telah dicetak ulang empat kali 10 ribu eksemplar. Untunglah sumbangan berbagai pihak, terutama pihak Masagung sendiri, memang besar. Lantas adakah yang boleh dibanggakan, sebagai imbalan kerugian? Menurut Soemarmo, kalau toh belum nampak sekarang, manfaat bukbuku Idayu akan terlihat nanti setelah tokoh-tokoh sejarah itu berpulang. Toh buah yang dihasilkan Idayu tidak bisa dikatakan sempurna. Seorang sejarawan UI misalnya melihat keterus terangan seorang tokoh mengenai.peristiwa sejarah masa lampau, kalau hendak dipublikasikan, tentulah disesuaikan dengan "situasi sekarang". Itulah agaknya mengapa buku-buku Idayu yang merupakan transkripsi ceramah para tokoh tidak begitu menarik. Masalah itu memang tidak hanya di hadapi yayasan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus