Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tetap Diminati Meski Marak Penipuan

Layanan jasa titip "war" tiket konser tetap diminati di tengah maraknya kasus penipuan.

16 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga saat membuka laman pemesanan tiket konser band Coldplay di Jakarta, 17 Mei 2023. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Dyo pernah menjadi korban penipuan jastip tiket konser NCT 127.

  • TiketX yakin bisnis jastip terus tumbuh di tengah maraknya kasus penipuan.

  • Kehadiran jastip tiket disebut sebagai win-win solution.

Layanan jasa titip "war" tiket konser marak di media sosial. Tidak sulit menemukan penyedia jasa ini. Akun-akun mereka cukup aktif berpromosi bila sedang ada event konser musikus dalam waktu dekat. Beberapa konser yang cukup ramai dicari layanan jastipnya antara lain K-Pop, Coldplay, dan Taylor Swift.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tengah tumbuhnya bisnis informal ini, ramai pula kasus-kasus penipuan jastip tiket konser. Pada Mei lalu, misalnya, 14 korban penipuan penjualan tiket konser Coldplay melalui bisnis jastip melapor ke polisi setelah mengalami kerugian mencapai Rp 30 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yang terbaru, polisi menangkap ES, pelaku penipuan dengan modus menawarkan jastip tiket konser NCT Dream. Korbannya ada 19 orang dan mengalami kerugian mencapai Rp 94 juta. "Fanatik terhadap grup musik Korea sangat luar biasa. Momen ini dimanfaatkan pelaku untuk modus jastip," kata Kepala Polsek Pagedangan AKP Seala Syah Alam pada Senin, 10 Juli 2023, dikutip dari Tempo.co.

Dyo, 30 tahun, pernah menjadi korban penipuan jastip tiket konser NCT 127. Dyo menceritakan, kasus penipuan yang dialaminya tahun lalu itu terjadi ketika ia tengah mencari akun jastip. "Karena hype tinggi, jadi aku tuh merasa enggak pede buat war sendiri," kata pegawai swasta di Jakarta itu.

Dyo sendiri sudah mendaftarkan namanya di beberapa penyedia jastip, tapi tidak kebagian slot. Lewat temannya, Dyo berkenalan dengan Mawar—bukan nama sebenarnya—yang mengaku membeli tiket NCT 127 lewat orang dalam (ordal) promotor.

Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Auliansyah Lubis menunjukan bukti transaksi saat konferensi pers kasus penipuan tiket konser Coldplay di Polda Metro Jaya, Jakarta, 22 Mei 2023. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Awalnya, Dyo meminta kontak orang dalam tersebut. Namun pelaku hanya ingin berkomunikasi lewat Mawar. Dyo pun akhirnya percaya kepada pelaku karena menerima beberapa bukti ulasan jastip. Apalagi orang yang mengaku sebagai "ordal" itu juga memberikan foto KTP. "Tapi aku masih ragu kan. Aku cari tahu dulu nomor KTP sama rekeningnya bermasalah atau enggak. Pas aku cek, bersih," ujar Dyo.

Saat itu, Dyo menyetorkan uang muka sebesar Rp 1,9 juta atau 50 persen dari total harga tiket dan fee. Pelaku, kata Dyo, juga memberikan surat kuasa bertanda tangan di atas meterai untuk meyakinkan para pembeli. Untuk sesaat, Dyo merasa tenang karena mengira sudah mengamankan tiket konser sang idola. Namun keanehan mulai dirasakan sepekan sebelum konser. Rasa cemas melanda karena tak kunjung diundang ke grup WhatsApp, seperti yang lazimnya dilakukan para akun jastip. 

Tepat tiga hari sebelum konser, undangan masuk grup datang. Isinya ada 30-40 orang seperti Dyo. Pelaku menjanjikan bisa bertemu di venue pada hari-H konser. Tapi, tepat pada malam H-1 konser, pelaku menyampaikan bahwa ia ditipu pihak promotor dan uangnya dibawa kabur. "Banyak yang enggak terima. Ada yang sudah sampai di bandara karena ternyata korbannya ada dari luar kota. Kami ribut, tuh, minta dicarikan alternatif."

Pelaku, menurut Dyo, langsung mematikan kolom chat di grup dan menyampaikan akan mengembalikan uang tiket dalam waktu tiga bulan. Esoknya, Dyo nekat datang ke venue pada hari acara. Ia mencari orang yang menjajakan tiket konser di sana. "Aku dapat tiket yang enggak sesuai dengan yang aku pengin, lebih murah," ucap Dyo.

Walau konser tersebut sudah berlalu, Dyo bersama korban lain tetap memantau pergerakan pelaku. Ia dan korban lainnya juga mengancam akan melaporkan pelaku ke polisi. Sesuai dengan janjinya, pelaku mengembalikan uang Dyo utuh. Namun, kata Dyo, ada beberapa orang yang belum menerima uangnya.

Warga berburu tiket konser grup musik asal Inggris Coldplay dalam presale BCA di salah satu warnet di Kemanggisan Raya, Palmerah, Jakarta, 17 Mei 2023. TEMPO/Nita Dian

Dyo memang sempat trauma setelah kejadian itu. Namun ia tidak kapok menggunakan layanan jastip. Ia hanya menggunakan jastip yang sudah dipercaya dan masuk daftar rekomendasi para K-popers.

Salah satu pemain lama usaha jastip ini adalah TiketX. Pemiliknya, A, menilai bahwa bisnis jastip akan terus berkembang di tengah hal-hal negatif, seperti kasus penipuan.

Ia mengungkapkan beberapa alasannya. Pertama, margin keuntungan yang cukup besar. Misalnya harga tiket Rp 1-3 juta, maka rata-rata di pasar mereka bisa ambil untung Rp 250-500 ribu. "Tergantung siapa yang jual dan seberapa tinggi tingkat kepercayaan orang kepada penyedia jasa tersebut," ujar pemuda yang enggan mengungkap identitasnya ini.

Alasan lain layanan ini dicari-cari masyarakat adalah adanya kekhawatiran mereka tidak mendapatkan tiket dan enggan menghabiskan waktu di depan layar untuk war. Sehingga, kata A, konsumen tersebut merasa lebih baik membayar jastip daripada pekerjaannya terganggu.

Pemuda asal Bandung ini menuturkan, integritas adalah hal utama dalam menjalankan bisnis jastip. Dalam membangun kepercayaan pelanggan, A biasanya selalu mengunggah bukti tiket yang mereka dapat di media sosial. Juga mengumpulkan testimoni dari klien mereka.

Selain itu, A akan mengembalikan 100 persen uang konsumen apabila mereka gagal mendapatkan tiket. Umumnya, A mengatakan, ada penyedia jastip yang mengutip fee meski tidak memenangi war. "Kalau ada potongan fee, itu akan jadi loop hole bisnis. Customer enggak dapat tiket, enggak bisa nonton idolanya, tapi dipotong biaya admin yang enggak seharusnya mereka bayarkan," ujar A.

Menurut A, maraknya kasus penipuan jastip ini justru tidak berpengaruh buat TiketX. Sebaliknya, kata A, tingkat kepercayaan konsumen kepada bisnisnya makin meningkat, termasuk ke penyedia jasa lain yang sejak awal memang tidak menipu.

Ia pun menyarankan agar masyarakat mencari layanan jastip tepercaya. Minimal yang usahanya sudah berjalan 2-5 tahun. Dilihat juga rekam jejaknya, seperti unggahan testimoni klien-klien mereka. "Jangan asal gampang percaya dengan foto identitas dan nomor rekening yang sama. Paling legit buat ngecek si jastip tepercaya atau enggak, dari testimoni dan usia si jastip," katanya.

Warga berburu tiket konser grup musik asal Inggris Coldplay di salah satu warnet di Kemanggisan Raya, Palmerah, Jakarta, 17 Mei 2023. TEMPO/Nita Dian

Pengamat musik Nuran Wibisono melihat tren penggunaan jastip memiliki keterkaitan dengan tren belanja digital dan penggunaan media sosial. Ia tak bisa memastikan kapan pertama kali jastip hadir. Namun, Nuran menyebutkan, gelombang jastip pertama dimulai pada 2014. "Itu yang tercatat. Mungkin sebelumnya ada, tapi enggak banyak diketahui orang," ujar Nuran.

Dengan adanya tren belanja digital, Nuran menilai orang-orang jadi menjajakan jastip melalui media sosial. Sistem seperti ini yang akhirnya diadopsi pada pembelian tiket konser. Apalagi pembelian tiket melalui ticket box juga sudah tidak relevan.

Ia menuturkan, zaman dulu banyak orang membeli tiket lewat ticket box karena peminat konser belum terlalu banyak dan hanya yang mampu secara ekonomi. "Kalau sekarang, tingkat ekonomi naik dibanding era 1990-an, persebaran Internet merata, dan lagi-lagi tren belanja digital. Orang jadi bisa beli tiket dari mana pun."

Sistem war tiket juga dinilai Nuran sebagai salah satu penyebab maraknya bisnis jastip. Ia mengatakan bahwa tidak semua orang punya akses dan ketekunan yang sama untuk melakukan war tiket. Sehingga kebutuhan akan jastip tiket konser pun muncul.

Walau termasuk jenis usaha informal yang tidak diatur regulasi, Nuran memandang bahwa kehadiran jastip menjadi win-win solution bagi banyak pihak, termasuk promotor dan platform penjualan tiket. "Karena tiket kebeli. Dari segi penyelenggara penjualan, jasanya dipakai dan dapat komisi dari tiket yang terjual," ucapnya.

Namun, untuk menghindari adanya penipuan, Nuran menyarankan konsumen agar selalu waspada. Minimal gunakan layanan jastip dari orang terdekat. Misalnya titip ke teman yang sering war tiket. Kemudian pahami cara kerja jastip dan calo. Sebisa mungkin cari sistem yang menguntungkan. "Sebisa mungkin jangan tergiur membayar dulu. Kalaupun membayar, fee jastip saja, deh." 

FRISKI RIANA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Friski Riana

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus