BAGI seorang guru, naik pesawat terbang merupakan sebuah pengalaman yang mahal. Itu sebabnya Suharni, 38, guru SD Kawedusan, Kebumen, Jawa Tengah, perlu berhemat - menabung - selama setahun untuk bisa melaksanakan nadarnya: naik pesawat terbang, bila kelima anaknya sudah sekolah semua. Juli lalu, si bungsu, Agung, diterima masuk TK. "Kata orang, nadar harus segera dilaksanakan. Sebab, kalau tidak, saya akan didatangi ular. Padahal, hi, saya paling takut sama ular," tutur Suharni. Setelah tabungan dibuka - jumlahnya Rp 0,5 juta lebih - Suharni membawa Agung ke Jakarta. Ia ditemani Sucipto, suaminya, dan seorang teman suaminya. Berempat mereka naik kereta api yang penuh sesak - dan duduk di lantai beralas koran. Tiba di Jakarta, maunya hari itu juga terus ke pelud Soekarno-Hatta. Tapi familinya mencegah, dan mengajak jalan-jalan ke Taman Mini serta melihat Teater Keong Mas. Esoknya, 15 Juli, barulah Suharni dan yang lain diantar ke Cengkareng. Sayang, tiket ke Yogyakarta sudah habis. Yang ada hanya tiket ke Semarang. Suharni membeli untuk dirinya dan si bungsu. Suaminya, mestinya, bisa ikut karena uang masih cukup. Hanya, "Kalau dia ikut, kawannya kasihan - harus pulang seorang diri," kata Suharni. Begitulah. Sementara Suharni dan Agung naik pesawat ke Semarang, sang suami balik ke Kebumen naik kereta api. Jarak Jakarta-Semarang hanya ditempuh Suharni dalam tiga perempat jam, sementara jarak Semarang-Kebumen yang "tak seberapa" itu memakan waktu empat jam. Setiba mereka di rumah, sudah tentu, suami tercinta belum sampai. Tetapi keempat anaknya menyambut dengan gembira. Ismungi, kepala SD Kawedusan, ikut bangga. Katanya, "Salah seorang guru di sekolah ini bisa naik pesawat terbang." Selamat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini