SETELAH beranjak dewasa, Juheb yang biasa berlaku manis itu mulai berubah. Kenakalannya, terutama bila melihat wanita, mulai tampak. "Dari caranya memandang, sepertinya dia naksir cucu saya," ujar Nyonya Ai. Bukan hanya sang cucu yang baru berusia 6 tahun yang ditaksir Juheb rupanya juga naksir sang nenek. Dalam usianya yang 40, istri Aceng, 45, itu memang masih kelihatan segar dan cantik. Bila Aceng pergi ke ladang, Juheb semakin kurang ajar kepada Ai. Diam-diam Juheb mengintip bila tuan putrinya itu mandi. Ada kalanya, bila Ai kelihatan duduk seorang diri, Juheb langsung memeluk dan mencoba melepaskan kancing kebaya. "Saya jadi selalu ketakutan," tutur Ai yang tinggal di Kampung Legok Kole, Desa Kramat Mulya, Bandung. Penduduk kampung pun makin tak menyenangi Juheb - karena suka mengejar-ngejar dari menggerayangi wanita, apalagi wanita cantik dan muda. Mereka menyampaikan rasa ketidaksenangan itu kepada Aceng. Maka, setelah berpikir lama, Aceng akhirnya mengambil keputusan untuk membunuh saja si Juheb kera jantan lima tahunan yang dipeliharanya sejak bayi itu. Suatu hari, Juli lalu, dengan hati pedih Aceng melaksanakan niatnya: Juheb diberi nangka yang sudah ditetesi racun endrin. "Kami merasa sangat kehilangan, dan sering bermimpi sepertinya Juheb masih hidup," tutur Ai. Sebelum menginjak masa balig, Juheb memang monyet yang manis. Ia bisa disuruh memetik kelapa atau buah-buahan juga menjaga ladang, sehingga pohon petai, kepala atau pisitan - sejenis duku - yang sedang berbuah bebas dari serangan tupai. Kini terpaksa Aceng sendiri yang menggantikannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini