Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK seperti hari-hari biasanya, pekerjaan Uhe Suherman menjadi lebih ringan sebulan terakhir. Kepala Pabrik Beras Surya Agung ini tak perlu lama-lama mengawasi pekerjaan anak buahnya menjemur gabah. "Tak ada stok baru, gabah ini sisa panen sebelumnya," kata Uhe saat ditemui Tempo di pabriknya di Desa Pangulah Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Kamis pekan lalu.
Sore itu, belasan pekerja hanya mengumpulkan gabah kering dari lantai penjemuran. Gunungan gabah itu kemudian diangkut ke dalam pabrik untuk digiling. Uhe mengatakan kapasitas maksimal pabrik ini mencapai 100 ton. Namun, belakangan, pasokan petani mulai tersendat. Padahal harga yang ditawarkan dianggap Uhe sudah cukup menarik. Dia mengaku membeli gabah dari petani dengan harga Rp 4.600-4.800 per kilogram--lebih tinggi dari harga acuan pemerintah untuk gabah kering panen, sebesar Rp 3.700. Harga tersebut dipatok Uhe untuk beras kelas medium jenis Ciherang yang dipasok dari petani sekitar Kecamatan Cikampek, Kota Baru, dan Cikalong.
Karya Hermawan, pemilik pabrik penggilingan padi Gugun Putra di Desa Citarik, Kecamatan Tirtamulya, Karawang, bernasib serupa. Sejak Juli ini, produksi beras di pabriknya rata-rata hanya 8 ton sepekan. "Biasanya dalam seminggu produksi kami minimal 10 ton," ujar Karya, Kamis pekan lalu.
Menurut Karya, penurunan produksi itu imbas dari panen padi di Karawang yang menurun tahun ini. Gara-garanya, padi petani terkena serangan hama wereng pada awal Januari 2017. Dinas Pertanian Karawang bahkan menyatakan seribu hektare lebih sawah telah rusak diserang hama. Padahal Karawang merupakan lumbung padi di wilayah Jawa Barat, yang juga memasok ke Pasar Induk Beras Cipinang.
Dengan luas lahan 94 ribu hektare, daerah itu biasanya bisa memproduksi beras sekitar 800 ribu ton. "Sekarang produksi masih merangkak, tapi berangsur-angsur membaik," kata Karya.
Sudah tertimpa imbas produksi padi yang rendah, usaha penggilingan seperti milik Uhe dan Karya makin kesulitan mendapat bahan baku karena disedot pabrikan besar. Dugaan itu dikonfirmasi polisi yang menggerebek PT Indo Beras Unggul, anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, pada Kamis dua pekan lalu.
Indo Beras dituding melakukan praktik predatory pricing atau membeli dengan harga lebih tinggi untuk mematikan pesaing. "Karena membeli dengan harga tinggi, memicu praktik monopoli dan membunuh penggilingan kecil," kata Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, Senin pekan lalu. Indo Beras, yang beroperasi di Bekasi, membeli gabah dari Bekasi hingga Subang dengan harga Rp 4.900 per kilogram.
Pengurus Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi), Billy Haryanto, menyebutkan pabrik penggilingan kecil di Kabupaten Sragen, Ngawi, Solo, dan sekitarnya juga banyak yang kembang-kempis. Gara-garanya, kata dia, gabah panen dari petani disedot PT Sukses Abadi Karya Inti. Anak usaha Tiga Pilar itu memiliki kapasitas produksi hingga 240 ribu ton per tahun. Petani maunya hanya menjual dengan standar harga yang dipatok Sukses Abadi.
Direktur PT Indo Beras Jo Tjong Seng membantah tudingan bahwa pihaknya mengerek harga sehingga menyulitkan penggilingan kecil. Harga yang ditawarkan perusahaannya memang di atas harga pasaran. Namun, kata dia, itu bisa diberikan karena Indo Beras telah menerapkan sistem sortir. Gabah yang diterima bersih dan berisi. "Wajar lebih tinggi. Kami tidak beli gabah apa adanya, disortir dulu," ujar Asen, panggilan Jo Tjong Seng, di kantor Tiga Pilar, Jumat pekan lalu.
Menjawab tuduhan predatory pricing, Presiden Direktur Tiga Pilar Sejahtera Food Joko Mogoginta mengatakan tidak benar. Ia tak yakin angka pembelian Tiga Pilar mengerek harga pasar. Bila mereka merasa ada masalah persaingan penyerapan gabah petani, Joko berharap ke depan bisa duduk bersama dengan Perpadi membuat kesepahaman.
Anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih, menilai harga tinggi terbentuk akibat permintaan tak sebanding dengan pasokan. "Kalau produksi kurang, ya, wajar dong pedagang rebutan, lalu harga naik," tuturnya, Selasa pekan lalu.
Dugaan Alamsyah diiyakan ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Eko Listiyanto. "Kalau dibilang surplus tapi pedagang selalu berebut beras, pasti ada yang salah," ujar Eko, Kamis pekan lalu.
Seorang pejabat perusahaan pangan pelat merah mengatakan PT Indo Beras sebetulnya hanya kena getah dari rendahnya kinerja pengadaan beras Perum Bulog. Lantaran harga sudah di atas harga pokok pemerintah, Bulog tak leluasa menyerap beras petani. "Padahal targetnya menyerap 3 juta ton beras," ujar pejabat tersebut, Kamis pekan lalu.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman membantah kabar bahwa produksi padi turun. Bahkan, kata dia, pada semester pertama tahun ini, terjadi kelebihan panen seluas 500 ribu hektare dibanding tahun lalu. Jika per hektare bisa panen minimal 5,5 ton, menurut dia, kelebihan stok gabah ada 2,75 juta ton.
Amran juga membantah kabar bahwa stok di gudang Bulog kurang. Hingga Selasa pekan lalu, kata dia, stok Bulog mencapai 1,7 juta ton. Simpanan tersebut, menurut Amran, cukup untuk kebutuhan operasi pasar delapan bulan mendatang. "Stok aman dan pasti akan tambah terus," ujarnya. Hingga Desember, dia prediksi Bulog bisa menyerap 2,7 juta ton.
Pernyataan Amran diiyakan Direktur Pengadaan Bulog Tri Wahyudi Saleh. Tri mengatakan setiap hari beras masuk ke gudang Bulog sebanyak 15-16 ribu ton. Merujuk pada klaim Tri, angka penyerapan beras oleh Bulog memang lebih besar ketimbang pertengahan tahun lalu, sebesar 10 ribu ton per hari.
Meski demikian, akhir tahun lalu, target pengadaan sebesar 3,9 juta ton tak maksimal. Sepanjang tahun lalu, penyerapan Bulog hanya mencapai 2,97 juta ton. Tren penurunan ini sudah tercatat sejak 2015. Dua tahun lalu, kemampuan Bulog menyerap beras hanya sekitar 2.000 ton per hari atau 60 ribu ton sebulan. Walhasil, pada akhir 2015, Bulog harus mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam sebanyak 1,5 juta ton.
Tempo mengunjungi sejumlah gudang Bulog di DKI Jakarta dan Bojonegoro, Jawa Timur. Kamis pekan lalu, tak banyak aktivitas di 17 gudang Bulog DKI di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Di gudang distribution center hanya ada dua truk yang mengambil beras untuk didistribusikan ke Rumah Pangan Kita dan Bantuan Pangan Non-Tunai. Stok beras di gudang tersebut hanya sekitar 200 ton dari kapasitas 400 ton.
Meski demikian, senada dengan Amran dan Tri, Kepala Divisi Regional Badan Urusan Logistik DKI Jakarta dan Banten, Mansur Siri, memastikan pasokan beras untuk wilayahnya aman hingga delapan bulan mendatang. "Stok kami saat ini sekitar 150 ribu ton," kata Mansur saat ditemui di kantornya, Kamis pekan lalu.
Menurut Mansur, pengadaan beras Februari-Juli tahun ini sudah mencapai 22 ribu ton. Dengan jumlah beras yang masuk ke gudang Bulog sekitar 200-300 ton per hari, Mansur menargetkan penyerapan tahun ini bisa mencapai 100 ribu ton. "Bisa kurang, kadang lebih, tergantung cuaca dan faktor panen."
Ayu Prima Sandi, Khairul Anam, Diko Oktara (Jakarta), Hisyam Luthfiana (Karawang), Sujatmiko (Bojonegoro)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo