Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA wartawan The Reporter, media independen Taiwan, muncul di kantor Tempo pada akhir Oktober lalu. Mereka membawa segepok dokumen tentang kematian pelaut asal Tegal, Jawa Tengah, bernama Supriyanto di atas kapal Taiwan pada 25 Agustus 2015. Menurut dokumen yang disorongkan reporter I Ting Chiang dan fotografer Yu En Lin tersebut, Supriyanto dianiaya oleh kapten sebelum meninggal di tengah laut.
Kematian Supriyanto sebenarnya sudah diberitakan tahun lalu. Kejaksaan Kota Pingtung di Taiwan menyelidiki kasus ini setelah kapal merapat di pelabuhan kota itu pada 11 September 2015. Tapi kasus ditutup karena Kejaksaan menyatakan tak menemukan bukti penganiayaan. Autopsi yang mereka lakukan menunjukkan Supriyanto meninggal karena sakit, dipicu infeksi pada luka yang menganga di lututnya.
I Ting dan Yu En datang ke Indonesia untuk menelusuri latar belakang Supriyanto dan memotret kehidupan di perkampungan pelaut di Tegal. Sebagian besar pelaut penangkap ikan dari Indonesia di Taiwan memang berasal dari Tegal. Sebelumnya, selama berbulan-bulan, tim The Reporter keluar-masuk pelabuhan di Taiwan dan mewawancarai pelaut asing. Kesimpulannya, ada eksploitasi oleh pemilik kapal terhadap pelaut.
Kami lalu sepakat berkolaborasi untuk menyingkap perdagangan manusia dan perbudakan di kapal Taiwan. Ada sekitar 8.000 pelaut Indonesia yang resmi bekerja di negeri itu. Sisanya, yang berangkat secara ilegal, tak teraba. Baru belakangan kami memperoleh estimasi dari Kementerian Luar Negeri bahwa jumlahnya di atas 40 ribu. "Dalam globalisasi, setiap isu saling terkait dan melibatkan entitas internasional. Itu sebabnya kami berkolaborasi dengan Tempo. Kami berbagi harapan bahwa jurnalisme adalah kunci untuk masyarakat yang adil dan setara," kata Sherry Lee, Direktur Pelaksana Redaksi The Reporter.
Dokumen tadi, yang adalah berkas hasil investigasi Control Yuan, badan pengawas pemerintah Taiwan, menjadi petunjuk awal. Lembaga ini semacam ombudsman di Indonesia tapi dengan kewenangan lebih besar. Di Taiwan, The Reporter mewawancarai anggota Control Yuan, Wang Mei-yu, yang mengepalai investigasi kasus Supriyanto. Penyelidikan kelar pada awal Oktober lalu. Keterangan Wang menghidupkan informasi dalam dokumen: Kejaksaan Pingtung ceroboh menyimpulkan hasil autopsi Supriyanto. Tim forensik yang dikerahkan Control Yuan menemukan bekas-bekas penyiksaan pada jasad awak kapal Fu Tzu Chun itu.
Kejaksaan juga lalai karena tak menjadikan tiga video yang direkam Mualip, rekan Supriyanto di kapal, sebagai bukti adanya kekerasan oleh kapten. Penerjemah dari Kejaksaan tak memahami percakapan bahasa Jawa dalam ketiga video. Dia menghilangkan 10 kalimat, termasuk pengakuan Supriyanto mengenai penganiayaan oleh kapten, kepala teknisi, dan awak lain terhadap dirinya.
Kami kemudian mewawancarai pelaut dan mantan pelaut, sponsor atau calo perekrut ABK, dan agen yang tersebar di Jakarta, Tegal, Pemalang, dan Cilacap. Kami juga menemui pembuat buku pelaut palsu dan sertifikat keterampilan pelaut di penjara. Untuk mendapatkan gambaran utuh, kami mengirim Mustafa Silalahi, redaktur Desk Investigasi, ke Taiwan. Mustafa bertemu dengan pelaut Indonesia di Taipei, Keelung, dan Kaohsiung. Kota yang disebut terakhir merupakan pelabuhan yang paling banyak ditinggali pelaut Indonesia. Dia juga menemui agen Taiwan yang menjadi penyalur ABK asal Indonesia ke kapal milik orang Taiwan. Wartawan The Reporter melengkapi bahan liputan dengan mewawancarai Chen Jin Te, ayah Chen Kai Chi, kapten kapal Fu Tzu Chun, yang mempekerjakan Supriyanto.
Laporan investigasi The Reporter turun pada 19 Desember lalu. Artikel mereka membongkar hitamnya industri perikanan Taiwan. Hasilnya menggembirakan. Pemerintah Taiwan menyatakan akan membuat regulasi untuk mengakhiri eksploitasi terhadap ABK ikan dari negara lain. Yang tak kalah penting, Kejaksaan Pingtung kembali membuka kasus Supriyanto atas perintah Control Yuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo