Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bersawah atau bergedung

Kongres ii hiti, di ugm yogyakarta, usaha meningkatkan produksi panahan dari dalam tanah. dipihak lain ada usaha mengebiri tanah pertanian utk pembangunan gedung-gedung di kota-kota. (kt)

3 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Kampus Universitas Gajah Mada Yogyakarta, awal Agustus yang lalu berkumpul para ahli llmu Tanah Indonesia. Mereka banyak berbincang soal tanah dan air untuk pertanian selama kongres ke II selama 4 hari itu. Prof. ir. Sudarsono Hadisaputro, Ketua Tearn Ahli Badan Pengendalian Bimas (Departemen Pertanian) mengungkapkan bahwa usaha meningkatkan produksi dari tanah pertanian selalu dilakukan pemerintah. Untuk ini, kata Sudarsono, pemerintah sedang menempuh 2 cara: pengembangan tanah pertanian dan intensifikasi. Untuk pengembangan tanah pertanian, sekarang pemerintah sedang melakukan percobaan-percobaan di daerah Sumatera Selatan. Tapi jika di satu pihak usaha menggali bahan-bahan pangan dari dalam tanah makin menggebu, di pihak lain usaha di kota-kota besar untuk mengebiri tanah pertanian dengan gedung-gedung mewah tak kurang sibuk pula. Soal terakhir ini di Yogya rupanya masih- sering diperbincangkan. Drh Busono MS, atas nama Rektor UGM ketika memberi sambutan pada pembukaan kongres Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) itu misalnya menyinggung soal daerah persawahan Timoho. Dulu wilayah pinggir timur kota Yogya ini terkenal sebagai daerah persawahan yang cukup subur. Tapi sejak beberapa tahun belakangan ini jengkal demi jengkal sawah itu sudah tertutup oleh bangunan gedung-gedung dalam rangka pemekaran kota Yogya. Dimulai dengan pembangunan Balaikota Yogya yang menelan hampir 30.000 meter persegi tanah, kemudian disusul oleh bangunan-bangunan rumah instansi maupun pribadi. Akibatnya Timoho yang tadinya menghasilkan beras bagi warga kota Yogya semakin tenggelam. "Berapa hasil pertanian yang hilang di sana setiap tahun," ujar Busono . Sleman Dan Bantul Busono bertolak dari hasil penelitian. Di pedesaan, katanya, setiap orang pertahun membutuhkan 240 kg beras dari 1/5 hektar sawah. Jadi kalau sebuah keluarga terdiri dari 5 jiwa dapat hidup dengan 1 hektar sawah. Ia tertarik dengan apa yang pernah dilihatnya di tanah pertanlan dehat Sanur, Bali. Di sana di beberapa tempat diberi tulisan: "Tidak boleh mendirikan bangunan." Busono khawatir bahwa pada suatu saat tanah-tanah pertanian (terutama di Jawa) akan makin banyak tergusur oleh perluasan kota dengan akibat merugikan warga kota itu sendiri. Ir. KRT Wisnukoro Hanotoprojo, Kepala Dinas Tata Kota Kotamadya Yogyakarta rupanya memahami ke~khawatiran Busono. Tapi, katanya, penggusuran sawah Timoho adalah karena kota Yogya sudah lama tak mampu lagi menampung penduduk yang begitu padat. Rencana memekarkan kota ini dari 32,5 kmÿFD (sekarang) menjadi 69,98 kmÿFD seperti tercantum dalam rencana perluasan masih harus bertegang leher dengan Kabupaten Sleu1ln dan Bantul yang wilayahnya terkena rencana itu. Timoho, kata Wisnukoro, adalah wilayah Kotamadya Yogya. Daerah ini menurut rencana akan menjadi daerah perumahan mewah (loji), sedang (lojen) dan perumahan rakyat. Karena daerah ini terdiri dari tanah pertanian milik penduduk, maka menurut Wisnukoro ia telah mengusulkan supaya pemerintan menyediakan anggaran untuk membeli tanah tersebut. Dan nyatanya bangunan rumah maupun kantor sudah banyak tercagak di sana. Yang tak disinggung Wisnukoro adalah perkara lapangan kerja baru bagi penduduk yang sawahllya telah dan akan tergusur. Tapi, seperti kata Busono, hal itu sudah terlanjur dilakukan tanpa persiapan lapangan kerja baru bagi mereka. Karena itu Busono sekali lagi memperingatkan, pembangunan hendaknya diarahkan ke tempat yang gersang. Atau kalau perlu kotanya yang dipindahkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus