Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Yang buta dan masih mengembara

Di riau ada 2 soal dalam 10 tahun terakhir: buta huruf & suku terasing. dinas sosial riau sejak'58 melakukan pembinaan, namun hasil belum ada. departemen sosial di jakarta mempersoalkan dana yang diturunkan. (dh)

3 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA 2 soal di Riau yang sering disebut-sebut sebagai keadaan yang masih cukup pahit untuk dipercakapkan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir ini. Pertama, masih sekitar 152 dari 1,8 juta penduduk propinsi kaya minyak ini masih buta huruf. Kedua, masalah pemasyarakatan suku-suku terasing yang jumlahnya 23.000 jiwa (5.000 KK) - sekitar 1,5% dari jumlah suku terasing di seluruh Indonesia. Jumlah warga yang masih gelap huruf itu tadi dimunculkan sendiri oleh drs Athahillah, Kepala Kanwil Departemen P & K Riau bulan Mei lalu. Angka sekecil itu ditopang alasan, seperti biasanya, tak ada biaya. Sebab setelah dihitung-hitung ongkos seluruhnya hampir mencapai Rp 1 milyar. Tak disehutnya bahwa jika soal itu cukup diprioritaskan 1, saja dari APBD atau 5% saja dari pungutan hasil hutan daerah itu, tentu bukan soal pelik. Sebab setiap tahun Pemda Riau mengantongi tak kurang dari Rp 600 juta dari sektor pembotakan daerahnya ini. Soal memasyarakatkan suku terasing, menurut catatan pihak Dinas Sosial propinsi ini sampai sekarang sudah ada sekitar 2.000 KK yang sudah dibina. Artinya sudah hampir 500 dari jumlah seluruhnya. Di atas kertas angka ini termasuk luar biasa, jika diingat bahwa untuk seluruh Indonesia baru 2,5%, saja yang sudah terbina. Namun rupanya catatan tak selamanya seimbang dengan yang ada di lapangan. Sebab nyatanya, "paling-paling yang berhasil dibina hanya sekitar 500 KK" ungkap seorang pejabat di kantor Dinas Sosial Riau kepada TEMP0. Itupum tambah si pejabat, hanya terbatas pada tingkat kebetahan mereka menetap, bukan soal kemajuan hidup mereka. Pipa Minyak Untuk menemukan buktinya, tak sulit. Lihat saja perkampungan suku Sakai 80 Km di luar Pekanbaru jurusan Dumai. Mereka dihimpun dalam pondokpondok yang berdinding dan beratap langit, di sepanjang jalur pipa-pipa minyak Caltex yang tak pernah berhenti menyemburkan dolar. Anak-anak mereka bcrpakaian compang-camping, dekil dan kurus dan ]ari terbirit-birit jika melihat orang yang asing bagi mcreka. Belum terhitung suku-suku lainnya, seperti Akit, Talang Mamak hingga suku Duana dan suku Laut. Yang terakhir ini umumnya berada di Kepulauan Riau dcngan jumlah sekitar 8.000 jiwa, hidup di atas sampan-sampan dan selalu berpindah. Memang sejak 1958 pernah ditetapkan beberapa lokasi untuk pembinaan suku Laut ini. Sepcrti di Kecamatan Kundur, Lingga dan Singkep. Sayang sampai hari ini sebagian besar dari mereka sudah kembali bertualang. Yang terakhir adalah kasus pemukiman lebih dari 200 jiwa suku Laut di Tanjung Batu, Kecamatan Kundur. Beberapa waktu lalu lokasi pemukiman mereka terbakar karena dirembesi api dari sebuah pabrik penggergajian kayu di dekatnya. Belum sempat kediaman mereka dibangun kembali, ada pihak-pihak yang hendak menggusur mereka ke tempat lain dengan alasan tempat semula akan dipakai untuk perluasan pabrik penggergajian. Mereka protes dan mengancam akan kembali mengembara. Lebih-lebih karena mereka punya alasan kuat: alatalat nelayan dan rumah yang dijanjikan pihak pemerintah belum pernah ditepati. Rumah yang terbakar itu adalah hasil keringat mereka sendiri. Kejadian ini sempat membuat Departemen Sosial di Jakarta mengirimkan surat berisi amarah ke perwakilannya di Pekanbaru disertai embel-embel bahwa soal dana dan sebagainya sudah lama diturunkan. Ke mana itu? Tak seorang pun tahu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus