SEJAK hari Minggu 21 Agustus lalu, di lingkungan perusahaan bis
PPD (Pengangkutan Penumpang Djakarta) berlaku sistim karcis
secara menyeluruh di 21 trayeknya. Dengan begitu tak lagi
dipakai sistem borongan atau sistem target. Kepada pengemudi di
berikan gaji Rp 75.000 dan kondektur Rp 50.000. Masing-masing
ditambah uang makan yang sama nilainya yakni Rp 1000 sehari.
Juga kabarnya ada tambahan lainnya berbentuk natura.
Itu tampaknya merupakan langkah nyata pertama program penertiban
dan pengendalian menyeluruh sistem angkutan bis kota di DKI
Jakarta dan Jabotabek. Yaitu sebagai hasil nyata Team Pengendali
Angkutan Kota Jakarta dan Jabotabek yang dibentuk Menhub Emil
Salim tanggal 10 Agustus lalu.
Sebelumnya subuh Senin pertengahan bulan lalu tim yang diketuai
Sumpono Bajuadji Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Wakil
Gubernur DKI ir. Prayogo sebagai wakil (dan drs. Sukotjo,
sekretaris serta beranggotakan pejabat-pejabat Departemen
Keuangan, Perhubungan, Bank Bumi Daya dan wakil Pemda Jawa
Barat) sibuk meneliti pangkalan perusahaan negara yang mengurusi
bis dan soal angkutan itu.
Di tengah hiruk-pikuk masyarakat Ibukota (dipelopori para
mahasiswa) menyuarakan rasa tak senang terhadap kenaikan tarif
bis kota, Dirjen Sumpono Bajuadji dibikin gerah dan terbelalak
matanya di udara sejuk kawasan Cipete (Jakarta Selatan) tempat
pangkalan itu berada. Selain cuma sekitar 300 bis dari 410 bis
yang beroperasi setiap harinya dipergoki Bajuadji, keadaan di
pangkalan tersebut sarat oleh ketidak-beresan dan disiplin yang
kuran.
Yang menyolok misalnya banyak jok bis yang hilang. Padahal
tembok kokoh mengelilingi pangkalan tersebut dilengkapi penjaga
keamanan. Dan bis-bis yang sesunggulmya belum begitu buruk itu
kebanyakan baru bisa bergerak setelah didorong-dorong. Karena
buat menghidupkan mesinnya tak bisa lagi dengan starter sebab
alat-alat yang vital itu sudah lama rusak.
Khawatir Ditagih
"Kami bermaksud meningkatkan pemberian pelayanan kepada
masyarakat," tutur R. Sukotjo, Sekretaris tim yang sehari-hari
Kepaia Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
"Untuk itu diperlukan pengendalian dan perencanaan program yang
menyeluruh. Kami tak mempersoalkan tarif bis. Itu soal
pemerintah. Justru kami bergerak dengan titik tolak keadaan
setelah ada kenaikan tarif."
Menurut Sukotjo sebelum tarif dinaikkan sejak 8 Juli lalu
penelitian dan pengumpulan data sudah lama dilakukan. Tapi
mengingat pengembangan angkutan kota di DKI Jakarta dan
sekitarnya (Bogor, Bekasi dan Tangerang) perlu program yang
menyeluruh maka diperlukan pengendalian yang menyeluruh pula.
Untuk itu dibentuk tim pengendali tadi. Dan karena PPD (di
antara 14 perusahaan bis kota di Jakarta) yang akan dijadikan
"pilot projek," perusahaan milik negara ini perlu dilongok.
"Servis adalah refleksi dari dalam," kata Sukotjo. Karena itu
langkah dimulai dari dalam perusahaan dengan mendahulukan yang
penting. Maka langkah-langkah pendisiplinan kembali, penertiban
personalia (pegawai/supir/kondektur yang belum jelas statusnya),
penggajian dan perawatan bis serta peralatan Eerusahaan
dilaksanakan lebih dulu. "Itu semua akan dibawa ke masyarakat.
Artinya harus dapat dirasakan masyarakat," tambah Sukotjo.
Selanjutnya sistem karcis, kata Sukotjo. Sistem target atau
borongan akan diganti dengan sistem karcis karena "sistem
lainnya itu merupakan sumber ketidak nyamanan bis kota." Dan
menurut Sukotjo pula sistem pengawasan yang dirasakan ampuh
ialah "sistem yang built in." Yakni dengan menyehatkan manajemen
dan pembuatan data yang lengkap. "Dengan data itu manajemen tak
bakal ada penyimpangan."
Program-program berikutnya adalah pengembangan sistem angkutan
kota, keserasian antara perkembangan keretaapi dan wahana
angkutan lainnya, pengembangan sistem prasarana dan sarana
angkutan kota, perencanaan investasi sistem pendapatan angkutan
secara menyeluruh. Tapi berapa lama semua akan diselesaikan?
Sukotjo tak bisa menyebut batas waktu. "SK Menteri tak
menyebutkan dan saya tak bisa menyebutkannya khawatir ditagih."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini