Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH tiga tahun PT Trada Maritime Tbk bersinggungan dengan bisnis batu bara. Tapi baru tahun ini emiten pelayaran itu benar-benar mendalami usaha pertambangan. Sebelumnya cuma melayani jasa pengangkutan, pada September lalu Trada resmi berekspansi ke sektor hulu: mengakuisisi tambang batu bara di Kalimantan Timur.
Trada terjun ke pertambangan dengan membeli obligasi tukar (convertible bond) senilai US$ 200 juta, atau sekitar Rp 1,8 triliun, yang diterbitkan PT Awesome Coal. Nilai obligasi tukar itu setara dengan 97 persen saham Awesome. Melalui anak perusahaan bernama PT Gunung Bara Utama, Awesome memiliki izin pertambangan di Mantar, Damai, dan Kutai Barat.
Menurut Adrian Erlangga Sjamsul, Direktur Trada Maritime, tambang seluas 5.350 hektare itu beroperasi mulai akhir tahun depan. Dengan cadangan sekitar 61 juta ton, tambang emas hitam ini diprediksi bisa berproduksi selama 10-15 tahun.
Industri batu bara memang lagi hangat-hangatnya. Hampir tiap bulan pemain baru bermunculan, meski tak memiliki latar belakang yang kuat di sektor pertambangan. Rachmat Gobel dan Fara Luwia, misalnya. Dikenal sebagai mitra lokal prinsipal Panasonic Corporation, Gobel mengakuisisi 16,5 persen saham Churchill Mining Plc, emiten batu bara yang tercatat di Bursa Efek London, menjelang pertengahan tahun ini.
Dalam aksi korporasi itu, Rachmat mengusung bendera PT Gobel International, dengan menggandeng Fara Luwia, pengusaha yang banyak bergerak di bidang penggilingan padi modern, furnitur, dan properti. Gobel International mencaplok saham Churchill pada harga 40 sen pound sterling per lembar dengan total transaksi US$ 12,8 juta atau sekitar Rp 115 miliar.
Berkat pembelian saham ini, Rachmat dan Luwia berhak masuk ke jajaran direksi Churchill Mining, sekaligus menguasai aset pertambangan batu bara di Kutai Timur, Kalimantan Timur. "Kehadiran Gobel akan membantu urusan dengan pemerintah Indonesia dalam pengembangan proyek di Kutai Timur," kata Executive Chairman Churchill Mining Plc David Quinlivan dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek London.
Dari Bandung, Cipaganti Group, perusahaan jasa travel dan penyewaan alat berat pertambangan, mendirikan PT Cipaganti Inti Resources. Anak usaha ini kini punya lima tambang di Kalimantan Timur, yakni di Penajam, Dumai, Bentian Besar, Sandaran, dan Bongan. Target produksinya 80 ribu ton per bulan atau sekitar tiga juta ton per tahun.
Menurut Andianto Setiabudi, CEO Cipaganti Group, batu bara yang diproduksi perusahaannya sejauh ini dijual buat kebutuhan pasar domestik. "Nantinya kita juga akan mengirimkan batu bara ke Shang Wei International di Cina," katanya kepada Tempo.
Munculnya nama baru di sektor batu bara ini berkat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dengan beleid ini, perusahaan pertambangan tak lagi didominasi perusahaan besar. Perusahaan kelas menengah, dengan modal US$ 10-50 juta, sudah bisa terjun ke bisnis batu bara.
Mereka kepincut melihat proyeksi harga batu bara yang terus menanjak. Apalagi, bertambahnya jumlah pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di Indonesia membuat pangsa pasar domestik semakin lebar. Pada 2003, misalnya, permintaan batu bara dalam negeri cuma 28,6 juta ton. Saat ini permintaan Perusahaan Listrik Negara hampir dua kali lipat, 40-45 juta ton. Adapun industri lain 10-15 juta ton.
Tahun depan, total kebutuhan domestik diperkirakan naik menjadi 70-75 juta ton. Dengan tren seperti ini, tak mengherankan bila jumlah perusahaan tambang batu bara di Indonesia tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut analis PT Valbury Asia Securities, Alfiansyah, pertumbuhan ekonomi memicu pemakaian batu bara untuk industri dan PLN. "Prospeknya bagus di masa mendatang, karena pemain baru ini mengambil peluang berdasarkan permintaan yang terus naik," kata Alfiansyah. Apalagi prospek harga batu bara juga masih kinclong. Menjelang akhir tahun ini, nilainya memang turun dari US$ 130 per ton menjadi US$ 112 karena kelebihan stok di Cina. Tapi harga diprediksi akan kembali naik pada penutupan tahun.
Tahun depan, harga rata-rata batu bara diperkirakan bertengger pada US$ 120 per ton. Harga emas hitam ini bisa melambung bila ada perubahan cuaca ekstrem, yang mungkin terjadi pada tahun depan.
Permintaan batu bara dunia juga diprediksi terus tumbuh. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setiap tahun Cina membutuhkan 3,4-3,6 miliar ton batu bara. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Cina mengimpor batu bara sekitar 80 juta ton pada tahun depan. Konsumsi batu bara Cina bakal menembus 7,6 miliar ton pada 2019. Adapun India diprediksi mengimpor 85-90 juta ton batu bara dari pasar dunia.
Selain dikapalkan ke Cina dan India, batu bara Indonesia diminati Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Taiwan, Filipina, dan Thailand. Krisis ekonomi Amerika Serikat dan Eropa tidak mengganggu ekspor batu bara dari Indonesia.
Kehadiran para pemain baru jelas menciptakan peta baru di bisnis batu bara. Lapisan pertama tetap diisi perusahaan-perusahaan kakap, yang produksinya di atas 20 juta ton. Adapun para pemain baru itu akan mengisi lapisan keempat, dengan produksi 50-100 ribu ton.
Lapisan pertama itu diisi perusahaan seperti PT Adaro Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal, yang berproduksi rata-rata 35 juta ton per tahun, disusul PT Kideco Jaya Agung dan PT Arutmin Indonesia dengan rata-rata produksi sekitar 20 juta ton per tahun. Lapisan berikutnya diisi perusahaan besar nonpertambangan yang mulai melirik sektor batu bara, seperti Gobel, Cipaganti, dan Trada.
Pergeseran komposisi ini mengubah proyeksi produksi batu bara nasional. Produksi batu bara tahun ini mencapai 340 juta ton, dengan 60-65 juta ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tahun depan, produksi diperkirakan bisa bertambah menjadi 380 juta ton, dengan permintaan kebutuhan dalam negeri 70-75 juta ton.
Itu sebabnya, menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Batu bara Indonesia Bob Kamandanu, pemerintah harus melakukan sensus data izin eksplorasi dan potensi cadangan batu bara. "Sebab, data yang ada sudah lama tidak diperbarui," katanya.
Proyeksi Produksi serta Penjualan Dalam Negeri dan Luar Negeri Batu Bara Indonesia*
Tahun | Produksi | Penjualan | |
Domestik | Luar Negeri | ||
2005 | 150 | 41 | 109 |
2006 | 162 | 44 | 118 |
2010 | 233 | 65 | 168 |
2015 | 343 | 97 | 243 |
2020 | 474 | 135 | 333 |
2025 | 628 | 181 | 438 |
*Dalam juta Ton Sumber: ESDM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo