Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAMA enam tahun terakhir, gaya belanja Winengku Yudistya di dunia maya tak banyak berubah. Silih berganti pelantar e-commerce, seperti Blibli, Bukalapak, JD.id, Zalora, dan Lazada, bermunculan, karyawan perusahaan telekomunikasi itu setia pada Forum Jual Beli Kaskus. Sesekali dia mencoba berbelanja di lapak-lapak online anyar itu, tapi dia selalu merasa kehilangan fitur khas Kaskus. "Tak ada ruang negosiasi harga seperti di Kaskus," kata Winengku, Selasa pekan lalu.
Jadilah Winengku, 21 tahun, sebagai Kaskuser- julukan bagi anggota loyal Kaskus. Di forum dengan 30 juta pengguna aktif itu, dia sudah pernah berjualan sepatu dan jaket. Lain waktu, dia membeli telepon seluler dan mencari jasa pengembang situs (web developer).
Didirikan Andrew Darwis, Ronald Stephanus, dan Budi Dharmawan- tiga pemuda yang sedang menempuh studi di Seattle, Amerika Serikat- pada 6 November 1999, Kaskus melejit menjadi forum online paling riuh di Indonesia hanya dalam bilangan tahun. Selang sembilan tahun sejak dibentuk- ditandai dengan boyongan personel Kaskus dari Negeri Abang Sam ke Indonesia- jumlah anggotanya meningkat hingga 300 persen menjadi 1,2 juta orang. Kini, anggota resmi Kaskus sudah menembus 10 juta orang.
Andrew mengatakan kunci pertumbuhan penggunanya terletak pada tipe pelantar yang sangat spesifik. Kaskus memposisikan diri sebagai forum pelantar yang menjembatani terbentuknya komunitas online. Di forum itu, pengguna bisa mengakses berita, terlibat diskusi dalam beragam topik, sampai jual-beli barang yang menjadi cikal-bakal Forum Jual Beli (FJB). "Belum ada kompetitor yang benar-benar mirip dalam hal pendekatan komunitas dan konten," ujar Andrew, 38 tahun.
Seiring dengan tumbuhnya pemain baru e-commerce, baik lokal maupun asing, Kaskus mendapat penantang serius untuk fitur Forum Jual Beli- yang resmi disapih dari pelantar induknya pada 2006. Bahkan Andrew mengakui Forum Jual Beli Kaskus kini kalah pamor dibanding nama-nama anyar yang belanja iklannya jorjoran. "Kami membiarkan forum tumbuh secara organik karena ingin memastikan kondisi finansial perusahaan tetap stabil tanpa perlu membakar duit untuk promosi," tuturnya.
Menurut Andrew, Forum Jual Beli Kaskus akan mempertahankan identitasnya sebagai pelantar transaksi berbasis komunitas. Sebab, aktivitas dan peminatan kelompok hobi akan membentuk pasar yang unik sekaligus spesifik.
Kaskuser yang menggemari game, contohnya. Tanpa menyebutkan statistiknya, Andrew mengklaim komunitas ini besar dan aktif di Kaskus. Hobi mereka kini menjadi penghela transaksi Forum Jual Beli Kaskus melalui perdagangan voucher, akun, dan koin untuk kebutuhan game telepon seluler dan komputer.
Andrew, master ilmu komputer dari City University of Seattle, menjelaskan, besarnya transaksi penggemar game itu ditunjang tren olahraga elektronik (e-sport). Esports Earnings- kanal pencatat statistik e-sport- menghitung perputaran uang dari bisnis olahraga elektronik di Asia mencapai US$ 328 juta pada 2016. Jumlah penggemarnya pun diperkirakan melesat sampai 427 juta orang pada 2019. "Aktivitas e-commerce Kaskus bakal berfokus pada penyediaan barang virtual penunjang hobi, seperti game," ucapnya.
Strategi membidik pasar yang spesifik juga dikerjakan OLX, salah satu pelopor e-commerce di Indonesia. Didirikan di Bali pada 2005 dengan nama Tokobagus, perusahaan bersalin nama setelah diakuisisi Naspers- grup investor teknologi yang berbasis di Afrika Selatan- pada 2014. Belakangan, mereka merger dengan situs Berniaga.com.
Chief Operations and Data Science Officer OLX Indonesia, Doan Siscus Lingga, mengatakan masa depan korporasinya tak terancam meski pemain baru e-commerce bermunculan dalam lima tahun terakhir. Menurut dia, OLX berada di zona bisnis yang berbeda. "Kami bermain di ranah jual-beli barang bekas atau bisa dibilang iklan baris yang didigitalkan," ujarnya.
OLX menganggap debutan e-commerce sebagai partner. Sebab, kebanyakan dari mereka berfokus pada jual-beli produk baru. Menurut Doan, perusahaannya menangkap ceruk dari pola konsumsi masyarakat yang biasanya ingin menjual barang lamanya lebih dulu sebelum membeli yang baru.
Strategi bisnis itu mampu membuat OLX membukukan transaksi hingga Rp 30 triliun setiap bulan pada 2016. Tahun ini terjadi penurunan transaksi bulanannya yang hanya Rp 24 triliun. Faktornya adalah kelesuan pasar otomotif yang menjadi penyumbang jumlah iklan dan transaksi terbesar di OLX.
Doan optimistis industri otomotif, yang menjadi penopang transaksi OLX, tumbuh secara konsisten. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil terus meningkat lebih dari 1,1 juta unit per tahun dalam dua tahun terakhir. Pemerintah bahkan menargetkan lebih dari 2 juta unit terjual pada 2020.
Menyongsong peluang itu, OLX menyiapkan fitur yang bisa meningkatkan kepercayaan antara penjual dan pembeli. Proyek itu diluncurkan tahun lalu dalam bentuk obrolan yang terverifikasi. "Semula fitur chat hanya bisa mengirim teks, lalu akan berkembang untuk pengiriman gambar, bahkan panggilan suara demi peningkatan layanan pada tahun depan," ucap Doan, lulusan Universitas Bina Nusantara.
PT Bhinneka Mentari Dimensi alias Bhinneka.com menempuh siasat serupa dengan Kaskus dan OLX, yang mengincar segmen pasar yang khusus. Perusahaan e-commerce yang sudah berdiri selama 25 tahun ini berfokus pada produk unggulan yang mereka sebut 3C, yaitu computer, communication technology, dan consumer electronics.
Hendrik Tio, Chief Executive Officer Bhinneka, mengatakan spesialisasi produk memudahkan mereka membentuk identitas korporat. "Pelanggan tahu betul kalau mau mencari produk 3C itu akan mengunjungi Bhinneka," ucapnya.
Hendrik juga menegaskan kunci eksistensi Bhinneka bersaing dengan e-commerce lain adalah mendiversifikasi kelompok pelanggan. Perusahaan yang bermarkas di Kemayoran, Jakarta Pusat, ini tak sekadar mengandalkan transaksinya dari situs online, tapi juga lewat toko offline dan menyasar kebutuhan elektronik pemerintah yang dilelang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah. "Justru kami akan membuka cabang-cabang baru toko offline dan tak terpengaruh tumbangnya retail akhir-akhir ini," tutur Hendrik.
Optimisme Hendrik memprediksi tumbuhnya pasar barang elektronik cukup beralasan bila merujuk pada kajian Statista- lembaga riset statistik ekonomi yang berbasis di New York. Mereka mencatat pendapatan sektor elektronik di Indonesia pada 2017 mencapai US$ 982 juta, setara dengan Rp 13,2 triliun. Diperkirakan nilai itu tumbuh konsisten sebesar 16,3 persen setiap tahun sehingga pada 2022 akan dibukukan transaksi senilai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 27 triliun, seiring dengan penetrasi pengguna yang menyentuh 9,5 persen pada lima tahun mendatang.
Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia Aulia Ersyah Marinto menjelaskan, pemain-pemain lama harus punya strategi jitu menghadapi persaingan e-commerce yang makin ketat. Lebih-lebih, usia industri ini di Indonesia masih muda, sedangkan e-commerce diprediksi menjadi bisnis jangka panjang. "Pangsa pasar e-commerce di Indonesia masih terbuka lebar karena sektor ini baru menjangkau 10 juta orang, sementara kita punya lebih dari 250 juta penduduk," ucap Aulia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo