Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Biggs, maling yang berjaya

Sekilas tentang ronald biggs, perampok besar kereta api. ia selama 16 tahun terakhir ini berhasil menikmati hidup bebas.(sel)

16 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEGENDA 'Perampokan Besar Kereta Api', di dunia Barat, belum juga selesai. Bermula dari persekongkolan 15 bandit, 18 tahun lampau, fokus cerita sekarang ini berpusat pada Ronald Biggs, salah seorang pelaku. Ia selama 16 tahun terakhir ini berhasil menikmati hidup bebas. Pertengahan Maret lalu, Biggs diculik dari sebuah restoran di Rio de Janeiro, Brazilia, dalam sebuah aksi yang berlangsung tak lebih dari satu menit. Tamu restoran bahkan tak sadar apa yang terjadi. Mereka hanya melihat dua lelaki kekar' menyelinap gesit, kemudian berlalu sambil menggotong sesosok tubuh. Sebuah bis Volkswagen melarikan rombongan kecil itu ke Santos Dumont, terminal domestik Kota Rio untuk lalu-lintas udara jarak pendek. Dengan pesawat terbang kecil perjalanan dilanjutkan menuju Belem, 2000 km sebelah utara Rio. Di kota muara Sungai Amazon itu sudah menunggu kapal pesiar Howcani II -- siap berlayar menuju Barbados. Siapakah Ronald Biggs? "Kisah petualangannya nyaris merupakan gabungan novel-novel Agatha Christie dan Frederick Forsyth," kata Timothy Green, reporter yang dulu meliput peristiwa itu untuk majalah Life. Green termasuk wartawan beruntung. Ia sempat mewawancarai Biggs dalam pelariannya di Brazilia. Kereta api pos London-Glasgow itu disamun di Persimpangan Sears, sekitar Buckinghamshire, 8 Agustus 1963. Jumlah uang yang disabet Å“ 2.631.684 -- hampir Rp 4 milyar. Merupakan hasil rampasan terbesar sepanjang sejarah kejahatan. Kasusnya kemudian dijuluki The Great Train Robbery -- meminjam judul sebuah film tahun 1903. Tapi kisah film itu sendiri mungkin kalah menarik dibanding riwayat Biggs. "Saya dilahirkan tepat 34 tahun sebelum raid itu -- 8 Agustus 1929," tutur Biggs dari beranda sebuah hotel mewah di Rio de Janeiro, beberapa tahun silam. Ayahnya bekas koki kereta api. Sedang ibunya, Biggs cuma mengenangnya sebagai perempuan "yang memanjakan saya secara luar biasa." Dibesarkan di Kota Cornwall yang "keras", ia memasuki sekolah pertukangan namun tak berhasil mentas sebagai orang yang hidup normal. Ia cenderung menempuh "jalan pintas" terjun dalam pelbagai kegiatan melanggar hukum dan disiplin. Biggs mulai keluar-masuk penjara. Tapi rupanya, penjara bagi lelaki berperawakan dempal itu tak lebih dari sekolah. "Setiap saat berada di sana anda belajar lebih banyak. Mulai pencolengan kecil-kecilan sampai pembongkaran toko," katanya sekali tempo. DALAM salah satu kesempatan masuk penjara pulalah Biggs berjumpa dengan seorang bekas tukang sortir kantor pos. Narapidana ini bercerita tentang kereta api tertentu yang mengangkut uang dalam jumlah besar. Biggs membisikkan hal ini kepada Bruce Reynold, teman lain. Mereka kebetulan akrab -- tak lain karena sama-sama pengagum pengarang Ernest Hemingway. Selesai menjalani hukuman, Bruce merekrut anak buahnya dan segera beraksi. Antara lain dalam sebuah perampokan besar di bandar udara London. Biggs, sementara itu, berlagak alim. Ia membuka usaha pertukangan. Sepasang suami-istri tua kemudian membutuhkannya untuk memasang jendela bungalo mereka. Di sini Biggs dibayar layak, bahkan diperlakukan sebagai anggota keluarga. Maklum: sang suami, Stan, adalah pensiunan masinis kereta api. Barangkali ada perasaan "satu korp" dengan ayah Biggs yang juga orang kereta api. Dalam pada itu Bruce Reynold menerima informasi aktual tentang pengiriman sejumlah besar uang lewat kereta api pos -- yang dulu mereka dengar di penjara. Ia segera berpikir. Kereta itu tak mungkin dirompak di stasiun. Harus distop di tengah perjalanan, kemudian digerakkan ke 'terminal' tertentu, sebelum diganyang. Untuk pekerjaan besar ini dibutuhkan dua tenaga ahli. Seorang bekas tukang sinyal dan seorang bekas masinis. Tukang sinyal berhasil mereka peroleh -- seorang anggota sindikat lain di wilayah selatan London, yang kebetulan memang mengambil spesialisasi perampokan kereta api. Iseng-iseng, suatu hari Bruce membawa istrinya bertamu ke rumah Biggs. Sambil meneguk bir dan menikmati musik jazz, sementara istri mereka berbincang di kebun, Bruce membeberkan rencana. "Kau kami ajak semata-mata demi persahabatan di masa lampau," ujar Bruce. "Yang sesunguhnya kami perlukan adalah seorang bekas masinis." "Bukan main!" seru Biggs. "Aku sekarang justru sedang bekerja pada seoranR pensiunan masinis!" Pembicaaan tak lagi bertele-tele. : Stan ternyata mudah dibujuk. Ia udah gemetar ketika diberi janji Å“ 0.000, sekitar Rp 29 juta. Bagian Biggs sendiri dua kali lebih besar. Rencana disiapkan meniru operasi militer. Kendaraan yang digunakan juga dicat hijau. Dan kereta api pun berhenti ketika melihat sinyal merah di Persimpangan Sears. Sebelumnya, perjalanan kereta sudah diikuti melalui walkie-talkie. Pembantu masinis segera turun. Dan segera diringkus - Para penyamun naik, dan sekarang mempersilakan Stan unjuk kebolehan. Tapi ternyata Stan tak tahu cara membebaskan rem. Salah seorang perampok, Gordon Goody, naik pitam. Ia menarik Stan dan memaksa masinis kereta, Jack Mills menjalankan kereta itu 20 mil lagi ke depan. Di Leatherslade Farm, dekat situ, mereka sudah menyewa sebuah rumah tua sebagai markas operasi. "Saya tak akan melupakan pemandangan ketika kereta itu dibongkar," tutur Biggs belasan tahun kemudian. "Sangat indah. Kereta berhenti di jembatan dalam silhuet, dengan mega berarak di atas." Tak kurang dari 120 karung uang dipindahkan dalam waktu singkat. Tapi pengejaran yang dilakukan polisi Inggris juga tidak kepalang. Inilah operasi yang bagai penuh dendam kesumat. Para perampok memang membuat kesalahan fatal. Mereka menggaji orang untuk membersihkan sidik jari di rumah tua di Leatherslade itu. Dan tukang lap ini rupanya bekerja ugal-ugalan. RONALD Biggs ditangkap September tahun itu juga. Dan pengadilan Inggris menjatuhinya hukuman 30 tahun. Hanya dua orang tak berhasil diringkus polisi: Stan, dan orang yang memberi para bandit itu informasi mengenai perjalanan kereta. Tapi tahun 1965 Biggs kembali menggemparkan. Ia lari dari penjara Wandsworth, London. Menjalani operasi plastik di Paris. Dengan wajah baru, Biggs lolos ke Australia. "Seluruh perjalanan itu menghabiskan biaya Å“ 45.000," tuturnya mengenang. Ke-17 orang perampok itu memang jadi kaya karena mendapat bagian rata-rata 137.000, lebih dari Rp 198,5 juta. Biggs bahkan mengantungi pula bagian Stan, sebab masinis tua yang sial itu kabur entah ke mana -- dengan tangan kosong. Tinggal di Adelaide, kemudian Melbourne, Biggs membuka usaha pertukangan lagi. Istrinya, Charmain, dan anak-anaknya, datang menyusul. Tapi bagaimana bisa tenang? Tiap hari koran dan tv menyiarkan gambarnya. Biggs lalu meninggalkan Australia -- tepat dua jam sebelum polisi mengetuk pintu rumahnya. Seorang teman lama menyelundupkannya sampai Panama. Dari sana ia menuju Rio de Janeiro, 1970. Brazilia tidak terikat perjanjian ekstradisi dengan Inggris. Apalagi Biggs ayah seorang anak Brazil, Michael, buah hubungannya dengan cewek bernama Raimunda Nascimento de Castro. Ia tidak akan dideportasikan selama tidak bekerja di negeri itu, asal sekali seminggu melapor ke kantor polisi. Segalanya tampak tenang -- sebelum penculikan di pertengahan Maret itu. Scotland Yard sendiri bagai kehilangan upaya mengembalikan Biggs ke Inggris untuk menjalani 28 tahun sisa hukumannya. Tapi ada sekelompok orang yang justru menguntit Biggs pada tahun-tahun terakhir. Mereka tergabung dalam Single Point, sebuah maskapai sekuriti. Di sini bernaung banyak veteran Special Air Service (SAS) yang kesohor itu, serta bekas anggota pasukan antiteror Inggris yang dulu memadamkan kerusuhan di Irlandia Utara. Orang-orang inilah konon yang menculik Biggs di restoran itu --kendati direktur SP, John Miller, mem bantah halus. "Kalau toh kami melakukannya," kata Miller, "motifnya bukanlah mencari popularitas." Lalu apa? Pemerintah Inggris memang lega mendengar Biggs sudah berada di Barbados. Bukankah bekas koloni itu terikat perjanjian ekstradisi dengan London? Perwira-perwira Scotland Yard beterbangan ke Bridgetown untuk bertatap-muka dengan Biggs. Kartu sidik jari Biggs dibawa sebagai bahan identifikasi. Tapi nasib mujur rupanya masih memihak Biggs. Pemerintah Barbados, sialnya, hanya dapat mengenakan tuduhan "masuk tanpa surat-surat sah" atas diriinya. Untuk menangkis tuduhan sepele itu Biggs menyewa empat orang pengacara terkemuka. Kamis malam, 23 April Biggs bersorak: "Kembali ke Brazil!" Ia dielu-elukan sejumlah simpatisan dan orang pers begitu meninggalkan gedung pengadilan Bridgetown. Di gedung kedutaan besar Brazilia di kota itu, Biggs menghubungi anaknya Michael lewat telepon. "Sekali ia berada di kedutaan Brazilia, amanlah sudah. Tidak ada yang dapat mengusiknya," ujar Ezra Alleyne, salah seorang pengacaranya. Kelima orang penculiknya boleh gigit jari. Mereka: Thorfin M. Mac Iver (25), Gregory D. Nelson (19), Anthony J. Marriaga (26), Frederick C. Prime (42), dan Mark S. Halgate (22). Mereka telah jumpalitan berusaha menyeret Biggs ke pangkuan hukum. Apa daya, justru hukum sendiri yang membelanya. Kalau tak ada lagi aral melintang, the great train robber itu mungkin sekali akan bisa menikmati sisa hidupnya sambil berleha-leha di bawah pohon-pohon palma Rio de Janeiro. Memoarnya akan terbit tahun ini juga. Tinggal satu soal. Sudikah Singk Point atau kelompok penculik lain, berpangku tangan? Perang tak habis-habis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus