Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bintang-bintang Bertabur Setoran

Kini giliran Komisaris Jenderal Suyitno Landung diperiksa sebagai tersangka penerima suap dalam kasus BNI. Sebuah mobil jadi bukti.

19 Desember 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suatu pagi, sebuah mobil Nissan X-trail hitam mengkilap menggelinding pelan di halaman Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Berhenti tepat di depan pintu Koperasi Bhayangkari, tak lama kemudian seorang pria setengah baya berbaju cokelat tua keluar dari jip itu. Lelaki yang berkumis tipis ini cukup dikenal, wajahnya sering menghiasi layar kaca.

Dialah Komisaris Jenderal Suyitno Landung, bekas Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim). Ia menduduki posisi penting ini pada 2004-2005 saat Jenderal Da’i Bachtiar menjabat Kepala Kepolisian RI. Sebelumnya, Suyitno menjadi Wakil Kepala Bareskrim.

Pagi itu, Selasa 13 Desember lalu, Suyitno terlihat tergopoh-gopoh. Langkahnya mengarah ke bagian penyidikan tindak pidana korupsi. Tapi pria 56 tahun ini menyempatkan diri masuk ke ruangan Kepala Sub-Bagian Administrasi Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Atik Ginawati.

Di sana ia menyerahkan kunci mobil Nissan X-trail yang ditungganginya. Walau Atik menolaknya, Suyitno terus mendesak. Atik kemudian berkonsultasi dengan atasannya, Kepala Biro Perencanaan dan Administrasi, Brigadir Jenderal Marsudi Hanafi. Dia disarankan minta petunjuk kepada Kepala Bareskrim, Komisaris Jenderal Makbul Padmanagara. Karena Makbul tak ada, mengambanglah nasib mobil itu.

Setelah meninggalkan kunci mobil, Suyitno masuk ke ruang pemeriksaan. Wajahnya terlihat tegang. Pejabat polisi yang biasa memeriksa penjahat ini diperiksa seharian dari pukul 10.00 hingga 19.30 WIB.

Saat Suyitno sedang diperiksa itulah, juru bicara Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Pol.) Sunarko, memberikan pernyataan pers. Dia mengatakan Suyitno diperiksa sebagai tersangka. ”Dia menyalahgunakan wewenang saat menangani penyidikan kasus pembobolan BNI dengan tersangka utama Adrian Waworuntu,” kata Sunarko. Pembobolan uang BNI senilai Rp 1,2 triliun ini terjadi pada 2002, dan terbongkar setahun kemudian.

Aksi penggangsiran dilakukan oleh sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Grup Gramarindo dan beberapa perusahaan lain. Sebanyak 14 terdakwa sudah diganjar hukuman penjara selama tujuh tahun sampai seumur hidup. Adrian Waworuntu, konsultan Gramarindo, mendapat hukuman paling berat, penjara seumur hidup.

Nah, saat tim penyidik kepolisian memeriksa kasus tersebut, diduga mereka telah memakan suap dari para tersangka. Seorang penyidik bilang, Suyitno menerima uang dolar senilai Rp 300 juta dan sebuah mobil Nissan X-trail dari Adrian Waworuntu pada 2003. Itu sebabnya jenderal berbintang tiga ini berusaha mengembalikan mobil panas itu sebelum diperiksa.

Sogokan berupa uang dibantah oleh Suyitno. Tapi dia mengakui menerima mobil itu dua tahun lalu saat masih menjabat Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal. Waktu itu yang menjadi Kepala Bareskrim adalah Komisaris Jenderal Erwin Mapasseng. Dia mengatakan, Nissan itu dipesan dari sebuah showroom untuk keperluan dinas. Namun, bukan Suyitno yang membayarnya, bukan pula negara. ”Saya terima mobil itu on the road,” kata perwira tinggi angkatan 1972 ini lagi.

Siapa yang membelinya? Suyitno menunjuk Ishak, seseorang yang dikenalnya pada 1989 di Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur. Dia menggambarkan, Ishak seorang pengusaha yang aktif dalam perkumpulan jet ski di Indonesia.

Menurut sumber Tempo, lelaki 40 tahun itu juga dekat dengan sejumlah pejabat penting lainnya di kepolisian. Dia pun kenal dengan bekas Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Ismoko. Sumber di kepolisian ini mengungkapkan, setelah kasus BNI terbongkar, Ismoko menyarankan Gramarindo menggunakan jasa Ishak sebagai konsultan yang berhubungan dengan penyidik. ”Jika polisi menunjuk konsultan seperti itu, Anda harusnya sudah paham maksudnya,” katanya.

Itu sebabnya, saat kasus BNI dalam proses penyidikan, Ishak sering bolak-balik ke ruang Ismoko. Dia disebutkan berperan sebagai penghubung antara pejabat Bareskrim dan tersangka. Sejak itu, diduga puluhan miliar uang suap dari kelompok Gramarindo masuk ke kantong pejabat Polri melalui Ishak. ”Uang itu digunakan untuk proses menutup kasus ini dengan ’mengorbankan’ beberapa tersangka,” ujar sumber Tempo tersebut.

Rupanya, aksi gerilya tercium oleh Rudi Sutopo, salah seorang tersangka yang merasa bakal dikorbankan. Apalagi ia melihat ada tersangka yang enak-enak tidur di ruang penyidik berpendingin udara. Pada penghujung 2004, Rudi, yang belakangan divonis 15 tahun penjara, akhirnya membongkar praktek suap rekan-rekannya.

Di penjara Cipinang, Rudi menuturkan, Komisaris Besar Irman Santosa ketika masih menjabat Kepala Unit II Ekonomi Khusus Bareskrim menerima suap Rp 500 juta dari orang-orang Gramarindo. Atasannya, Brigjen Samuel Ismoko, pun kebagian US$ 20 ribu dari Adrian.

Dari situlah skandal suap di kepolisian terbongkar. Setelah Jenderal Sutanto diangkat menjadi Kepala Polri, Juli lalu, pengusutan terhadap kasus ini semakin serius dilakukan. Penyidikannya dilakukan oleh Tim Pengusut Penyimpangan Pejabat Penyidik Kasus BNI, yang dipimpin Brigadir Jenderal Indarto.

Mula-mula Irman Santosa yang dijadikan tersangka, lalu ditahan pada September lalu. Menurut bekas kuasa hukumnya, Haposan Hutagalung, ia mengakui menerima suap.

Sebulan kemudian, giliran Ishak yang dibekuk. Polisi menuduh ia berperan dalam transfer uang dari orang-orang Gramarindo ke beberapa rekening. ”Tapi saya tak bisa menyebut nama pemilik rekening itu. Ishak tak mau bicara masalah ini,” kata Abdurrahman Yacob, kuasa hukum Ishak.

Menurut seorang penyidik, Ishak ditangkap untuk membongkar mata rantai skandal suap. Langkah polisi ini tepat. Seorang rekan Ishak mengatakan, pertahanan si pengusaha itu cepat jebol. Polisi dengan gampang mengorek keterangan Ishak.

Tak berselang lama, Ismoko pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mabes Polri pada 27 Oktober lalu. Namun, berbeda dengan Irman, sampai akhir pekan lalu jenderal berbintang satu itu tak mengakui semua tuduhan yang diarahkan padanya. ”Tuduhan itu tak didukung bukti,” kata Juniver Girsang, kuasa hukum Ismoko.

Juniver juga menepis cerita tentang Ismoko yang menggunakan jasa Ishak untuk mengumpulkan uang suap. ”Tak ada ide seperti itu,” katanya. Kendati membela diri, Ismoko sampai akhir pekan lalu masih ditahan.

Bermula dari Ishak pula, Suyitno Landung akhirnya diperiksa sebagai tersangka. Tim penyidik telah mengantongi faktur pembelian mobil Nissan X-trail yang ditandatangani Suyitno. Tapi pembayaran mobil dilakukan oleh Ishak. ”Tentu pemberian mobil itu ada maksudnya. Saya kira, Ishak harus segera menyingkap tabir dalam genggamannya itu, ya,” kata Abdurrahman Yacob.

Tak hanya dari orang-orang Gramarindo, para petinggi kepolisian diduga juga menerima suap dari pejabat BNI. Saat itu bank pelat merah ini berkepentingan agar pengusutan kasus BNI Cabang Kebayoran Baru tidak menyentuh pejabat BNI pusat.

Dugaan itu muncul dari fotokopi berkas acara pemeriksaan Irman Santosa yang beredar dua bulan lalu. Di situ Irman mengaku memperoleh travelers cheque dari Arsjad senilai Rp 25 juta pada akhir 2003. Dia bilang semua penyidik kasus BNI menerimanya, termasuk Ismoko dan petinggi kepolisian lainnya.

Irman juga mengungkap adanya duit Rp 2 miliar yang diberikan Arsjad kepada Komisaris Jenderal Erwin Mapasseng. ”Pak Arsjad datang kepada saya dan mengatakan menghadap Pak Erwin untuk menyerahkan uang tersebut,” begitu keterangan Irman dalam dokumen itu. ”Pak Erwin mengatakan menyerahkan Rp 1 miliar kepada Kapolri Da’i Bachtiar.”

Arsjad menepis tuduhan menyuap. ”Dia tak pernah menyuap siapa pun. Satu rupiah pun tak pernah. Dia berani menjamin soal ini,” kata T. Nasrullah, kuasa hukum Arsjad. Hanya, Arsjad tetap ditetapkan sebagai tersangka dan sudah mendekam dalam tahanan Mabes Polri sejak bulan lalu.

Erwin juga sudah membantah dugaan menerima suap. ”Tanya, siapa yang paling keras untuk menuntaskan kasus BNI kalau bukan saya. Masa, mau menyalahgunakan kewenangan? Yang benar saja,” katanya kepada Tempo beberapa waktu lalu. Da’i Bachtiar pun menampik tuduhan. Katanya senada, ”Justru saya yang memerintahkan supaya kasus BNI segera ditangani.” Dua jenderal ini sampai akhir pekan lalu belum diperiksa.

Bantahan resmi telah disampaikan pula oleh petinggi BNI. ”BNI tak pernah memiliki kebijakan untuk menyuap,” kata Achil Djajadiningrat, Direktur Kepatuhan BNI.

Seorang perwira polisi tersenyum mendengar pernyataan itu. Dia bilang pejabat penting di BNI juga terlibat dalam skenario penilepan uang negara sedari awal. Menurut dia, begitu pembobolan bank terbongkar, beberapa orang BNI aktif berhubungan dengan pejabat tinggi di kepolisian.

Kini, setelah skandal penyuapan terkuak, kalangan pejabat pusat BNI kelimpungan. Apalagi Arsjad sudah dijebloskan ke tahanan. Begitu pula orang-orang Gramarindo. Walaupun tak takut dijebloskan ke penjara, karena sekarang mereka sudah berada di sana, rasa saling curiga kini muncul. Berseliweran pula cerita: bakal ada orang yang dibunuh untuk menutup cerita skandal BNI yang berkembang terlalu jauh.

Seorang penghuni penjara menceritakan, Adrian Waworuntu kini bak orang paranoid. Jika sedang berjalan dan ada orang di belakangnya, dia akan mendadak berhenti, membiarkan orang itu berjalan lebih dahulu.

Di tahanan Mabes Polri, Ishak juga sedang ketakutan. Tubuhnya yang semula gempal telah menyusut. Dia sekarang rajin salat.

Kegelisahan serupa kini dirasakan pula oleh Suyitno Landung, kendati sampai akhir pekan lalu belum ditahan. ”Setiap pagi keluarga saya seperti diteror dengan berita tak enak,” katanya kepada Tempo, yang menghubunginya melalui telepon.

Nurlis E. Meuko, Thomas Hadiwinata, Erwin Dariyanto, dan Agriceli

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus