Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nyanyian sumbang semakin sering terdengar. Semula, kisah mengalirnya uang dari para tersangka kasus pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru ke kantong penyidik hanya terdengar samar-samar. Adalah Rudy Sutopo, yang kini telah divonis 18 tahun, yang pertama bernyanyi. Dia menuduh para tersangka lain, Adrian Waworuntu dan kawan-kawan, pernah menyetor duit ke polisi sehingga mendapat berbagai kemudahan selama ditahan.
Menurut Rudy, Adrian telah memberikan uang US$ 20 ribu kepada Brigjen Samuel Ismoko, Direktur Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, pada 2004. Dia juga membongkar pemberian peralatan elektronik kepada penyidik kasus BNI. Gara-gara hal ini, Ismoko dan anak buahnya diberi sanksi administrasi dan belakangan diperiksa sebagai tersangka penerima suap oleh Tim Pengusutan Penyimpangan Pejabat Penyidik Kasus BNI.
Komisaris Besar Irman Santosa juga termasuk yang dijadikan tersangka penerima suap. Dia akhirnya ikut bernyanyi. Menurut Irman, tim pemeriksa kasus BNI menerima sejumlah uang dari pejabat BNI maupun tersangka dari kelompok bisnis Gramarindo. Jika dihitung-hitung, jumlahnya mencapai Rp 7 miliar. Keterangan Irman sejauh ini dibantah oleh pihak BNI. ”BNI tak pernah memiliki kebijakan untuk menyuap,” ujar Direktur Kepatuhan Achil Djajanegara.
Jumlah duit yang sebenarnya disetor ke polisi bisa jadi lebih besar. Sumber Tempo yang dekat dengan para terhukum dari kelompok Gramarindo memperkirakan, uang mereka yang telah menyuap selama penyidikan lebih dari Rp 20 miliar. ”Seperti membuang uang ke laut,” ujar sumber itu, seakan menyesali. Uang hilang, toh mereka tetap dikandangkan. Inilah aset dan duit yang diperkirakan mengalir ke polisi selama penyidikan kasus BNI 2003-2004.
THW
Perkebunan Ladonggi (Sulawesi Tenggara), Perkebunan Hasfarm Utama Estate (Kalimantan Barat), Perkebunan Mangkuradjo (Jawa Barat) Ketiga kebun ini semula masuk dalam daftar aset yang akan diserahkan oleh Gramarindo ke BNI. Belakangan, penyidik meminta agar ketiga kebun itu dikeluarkan dari daftar aset dan dijual secara terpisah. Sumber Tempo yang dekat dengan kelompok Gramarindo mengaku Ishak (seorang konsultan bisnis), atas suruhan penyidik, telah meminta penjualan ketiga kebun. Karena seluruh penjualan belum terealisasi, Ishak meminta semacam ”panjar” hasil penjualan sebesar Rp 15,5 miliar. Permintaan itu dilakukan dalam dua tahap. Tapi sejauh ini Ishak, melalui kuasa hukumnya, membantah tuduhan itu.
Pemilik/Yang Memberikan: Gramarindo
Uang Rp 2 miliar Berdasarkan Irman Santosa, duit ini diserahkan kepada Komisaris Jenderal Erwin Mapasseng dan Jenderal Da’i Bachtiar. Namun, keduanya membantah.
Pemilik/Yang Memberikan: Pejabat BNI
Tanah Cilincing, Jakarta Utara, seluas 31 hektare Tanah ini termasuk dalam daftar aset yang diserahkan oleh Gramarindo ke BNI sebagai aset pelunasan. Namun, hasil penjualan yang disetorkan hanya Rp 1 miliar. Sisanya, sekitar Rp 3,5 miliar, dibagi-bagi, termasuk ke penyidik.
Pemilik/ Yang Memberikan: Gramarindo
Uang US$ 350 ribu, US$ 10 ribu, dan Rp 500 juta Diduga mengalir ke para penyidik kasus BNI.
Pemilik/Yang Memberikan: Gramarindo
Peralatan elektronik Adrian cs ”menyumbang” TV layar datar, komputer jinjing dan printer ke para penyidik.
Pemilik/Yang Memberikan: Gramarindo
Uang US$ 20 ribu Rudy mengaku uang itu semula dipinjamkan ke Adrian. Belakangan, Rudy mendengar uang tersebut diserahkan Adrian ke Samuel Ismoko untuk sangu perjalanan dinas ke Thailand.
Pemilik/Yang Memberikan: Rudy Sutopo
Travelers cheque senilai Rp 1,25 miliar Total travelers cheque yang diserahkan ke penyidik berjumlah 50 lembar, masing-masing bernilai Rp 25 juta. Komisaris Besar Irman Santosa mengaku travelers cheque ini sebagai hadiah Lebaran.
Pemilik/Yang Memberikan: Pejabat BNI
Nissan X-trail Diberikan ke Suyitno Landung.
Pemilik/Yang Memberikan: Gramarindo
Sumber: berita acara pemeriksaan Irman Santosa dan wawancara dengan beberapa terdakwa kasus BNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo