Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bintang di Langit Bernama Chicco

Untuk kedua kalinya, kami memutuskan Chicco Jerikho menjadi Aktor Terbaik Pilihan Tempo. Perannya dalam film A Copy of My Mind sangat meyakinkan.

4 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK waktu yang lama, nama Nicholas Saputra, Lukman Sardi, dan Reza Rahadian bertabur di langit perfilman Indonesia. Nama Chicco Jerikho mendadak melejit karena film Cahaya dari Timur: Beta Maluku karya Angga Dwimas Sasongko. Dalam film itu pula Chicco lantas menjadi Aktor Pilihan Tempo tahun lalu karena keberhasilannya memerankan Sani Tawainella, pemuda Maluku yang menggunakan sepak bola sebagai sarana pencegahan konflik agama di antara anak-anak di area itu. Sejak itu pula, bagi kami dan terutama bagi perfilman Indonesia, nama Chicco menjadi bintang baru yang bersinar-sinar di langit bersama nama-nama sebelumnya. Kompetisi semakin sehat, menarik, dan mengasyikkan. Tahun ini, lagi-lagi Chicco menjadi pilihan kami sebagai aktor terbaik di antara lima nama lain yang kami unggulkan.

Dalam film terbaru Joko Anwar, A Copy of My Mind, yang akan beredar pada Februari tahun depan, Chicco berperan sebagai Alek (tanpa S di belakang namanya), seorang penerjemah teks DVD bajakan di kawasan Glodok. Sehari-hari dia menerjemahkan teks film asing (termasuk film porno) sambil mengurus Bude, yang hanya termangu menatap televisi. Pada malam hari, Alek menghamburkan duit dengan berjudi. Hanya, setelah bertemu dengan Sari (Tara Basro), seorang pekerja salon, kehidupan Alek berubah. Bukan hanya kehadiran cinta dan keintiman, Alek baru menyadari bagaimana dia bereaksi saat Sari dalam keadaan bahaya.

Lahir di Jakarta, 3 Juli 1984, Chicco semula lebih banyak berkecimpung di dunia sinetron. Karena kegigihan dan keinginannya bermain dalam film layar lebar, Chicco akhirnya berhasil melejit dan menjadi aktor yang sejajar dengan pemain lama, seperti Nicholas Saputra dan Lukman Sardi. Sutradara Joko Anwar mengaku tidak meminta Chicco melakukan casting karena, "Saya sudah memperhatikan selama kami melakukan roadshow bersama di Medan. Dia tidak jaim, bebas, tapi sekaligus sangat memperhatikan orang di sekelilingnya yang membutuhkan bantuan," kata Joko. "Saya melihat ada Alek di dalam Chicco."

Ketika ditawari peran Alek oleh Joko Anwar, Chicco langsung menyetujuinya tanpa membaca naskah atau bahkan mengetahui ceritanya. Setelah membaca sinopsisnya, ia merasa semakin mantap. Chicco mengatakan dia mendapat pengalaman penyutradaraan yang berbeda dari Joko. Dia tak harus menghafal dialog naskah yang panjang dan dituntut menumbuhkan karakter Alek sealami mungkin. Semua proses dijalani dari membangun karakter, lokakarya, sampai membaca naskah. "Hari pertama, Bang Joko mewawancarai saya, menginterogasi saya seperti polisi untuk mendapatkan karakter Alek yang sangat detail," ujar Chicco.

Chicco menyatakan diberi kebebasan mengembangkan karakter Alek berdasarkan plot. Joko menyodorkan naskah dengan dialog yang minim sehingga Chicco harus membangun karakter dari imajinasi tentang sosok perannya ini. "Jadi, begitu kamera diletakkan untuk scene ini, saya sudah harus langsung tanggap dan mengatakan action di kepala," ucap peraih penghargaan aktor terbaik pada Festival Film Indonesia 2014 ini. "Cukup berat sebenarnya, karena begitu lihat kamera pasti berbeda, ketegangan muncul dan harus diredakan," kata Chicco.

Chicco adalah penggemar Al Pacino, Johnny Depp, Tio Pakusadewo, dan Didi Petet karena mereka adalah aktor yang mampu menjadi karakter yang diperankannya. Untuk menjadi seorang Alek, Chicco banyak bertanya langsung dari seorang teman yang juga melakukan pembajakan film di lokasi yang berbeda.

Yang juga menantang adalah adegan-adegan ketika Chicco harus berada di lokasi yang berbahaya di daerah yang disebut sarang terbesar pembajakan di Jakarta Barat. Untuk mengambil gambar di beberapa lokasi, mereka harus kucing-kucingan, berusaha tidak menimbulkan kecurigaan orang-orang di sekitarnya. Ketika ada beberapa orang mulai curiga, mereka berpindah mencari lokasi yang lain. Ada kalanya Chicco harus berakting dengan kamera tersembunyi.

Chicco mengaku memilih film berdasarkan naskah atau sutradara. Dia menyadari tak banyak skenario yang bagus sehingga sosok sutradara menjadi pertimbangan yang penting. "Saya penasaran terhadap penanganan sutradaranya juga," ujarnya. Itu pula yang menyebabkan ia langsung saja menyanggupi tawaran Joko Anwar.

Setelah Chicco dua kali terpilih oleh majalah ini dan satu kali terpilih oleh FFI sebagai aktor terbaik, adakah dia akan berubah? "Chicco adalah satu dari sedikit pemain film yang sangat rendah hati dan membumi," kata Joko Anwar. "Karakter inilah yang membuat dia mudah menyerap dan belajar sehingga dia menjadi aktor bersinar seperti sekarang." Dan itu pula yang menyebabkan dia ikut menerangkan langit perfilman Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus