Bumi tega, banyu pertiwi. Tanpa sukma, tanpa nyawa. Lipak-lipuk bumi empuk, kayu gapuk, santet pendelong. Lah dawek ... Iah dawek ... lah dawek. Bumi, watu, gaman, pentung, penjalin lan pelor. Itu bukan puisi, tetapi mantra gaib. Diberi nama Syahadat Pertiwi. Berasal dari ilmu putih atau ilmu kejawen. Lewat mantra itu, seseorang bisa jadi kebal. Yang menawarkan mantra itu adalah pakar ilmu kebal, Zen A. Rachman, 35 tahun, warga Desa Mindahan, Batealit, Jepara, Jawa Tengah. Zen, yang menimba ilmu kebal sejak tahun 1968, praktek sebagai penyalur ilmu kebal sejak 1977. Konon, muridnya lebih dari 10.000 orang, datang dari segala penjuru. Indonesia memang kaya oleh cerita ilmu kekebalan. Macam-macam aliran bermunculan. Dengan berbagai pakar dan ajaran yang berbeda-beda. Ada yang mewajibkan pengikutnya puasa, ada pula yang mengubur hidup-hidup muridnya. Tapi tak sedikit pula yang hanya sekadar merogoh kocek -- dengan beberapa puluh ribu rupiah -- dalam tempo setengah jam, orang dijanjikan bisa kebal. Tersebutlah Kiai Salik, seorang guru kekebalan. Hanya dengah komat-kamit membaca mantra, Salik dikabarkan mampu menyetrum manusia dengan kesaktian. Hasilnya, dalam sekejap, seseorang jadi superman. Pedang setajam apa jua tak akan mampu merobek kulit. Pelor pun hanya mampu menyentuh dan lantas mental jatuh ke tanah. Sedang panas api membara tak berdaya menghanguskan mereka yang sudah ditulari ilmu. Syarat-syaratnya pun ditanggung ringan. Cukup datang dan berminat. Salik di Desa Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Jawa Barat, itu buka praktek seperti dokter. Pasiennya mengalir setiap hari. Ia orang top. Bisnis "mengisi" agar orang jadi kebal itu telah mengangkat hidup Salik. Kini ia tak perlu lagi bertani dan berdagang untuk mengasapi dapurnya. Biasanya, sebelum mantra sakti dibisikkan, pasien yang datang kepada Salik terlebih dahulu melewati serangkaian upacara sederhana. Para langganan harus duduk di atas golok yang diletakkan di atas sajadah. Tapi sebelum itu tidak boleh lupa meletakkan duit di dekat golok. Besarnya lebih dari Rp 10 ribu. Apa ilmu kebal itu mata duitan? "Duit itu memang bagian dari upacara pengisian kekebalan," jawab Salik. Sebelum dikerudungi kain putih, "calon orang kebal" harus minum sebagian dari segelas air putih yang ditaburi sejumput ketan hitam. Sisanya dibasuhkan ke sekujur tubuh. Sembari memegang kepala pasien, Kiai Salik baru membacakan mantra saktinya. Maka, selesai rangkaian prosesi itu. Mudah, kan? Tak semua permintaan orang yang datang dikabulkan. Ia mengakui terlebih dahulu melakukan tawassul kepada Allah. Meminta petunjuk, apakah orang yang minta kebal itu, hidupnya di jalan yang benar atau kacau. "Kalau jalan hidupnya ngaco, tentu tidak saya kabulkan," kata Salik. Setrum kekebalan tak hanya dipraktekkan oleh Salik. Di Desa Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa Tengah, ada Sunarwi, 53 tahun, juga pasang tawaran ilmu. Namun, menularkan kiat kekebalan Sunarwi lebih berat dibanding Salik. Muridnya di dalam proses mendapatkan kekebalan diwajibkan mengadakan kenduri opor ayam dan nasi putih. Ayamnya jago putih mulus, berasnya empat kilogram. Bila jatuh tepat 1 Syuro, murid-murid Sunarwi wajib mandi di sungai sebatas dada, tepat pada jam 24.00. Mereka juga kudu menyelam sebanyak 49 kali. Entahlah, apa makna angka-angka itu. Yang jelas, setiap malam Jumat, murid Sunarwi harus keluar rumah, tepat jam 24.00. Menghadap ke arah timur, untuk bersemadi meminta ampun kepada Allah. Barulah Sunarmi memberi isim, alias jimat yang berbau kearab-araban. Setelah itu, kabarnya, dijamin seratus persen, tubuh akan kebal. Adalah Sarijo, murid yang kemudian membuktikan keampuhan gurunya. Lelaki asal Temulus, Kudus, yang pernah jadi sopir di Jakarta selama 10 tahun itu mengaku pernah: dikeroyok 11 orang bersenjata pisau, saat menonton pertunjukan dangdut di bilangan Kebayoran. Dengan gagah berani bak satria sakti di dalam cerita silat, Sarijo meladeni duel satu lawan sebelas. Berbagai hunjaman pisau yang mendarat di tubuhnya semuanya mental. Sarijo sedikit pun tidak lecet. Lawan-lawannya, yang rata kebagian bogem mentah, semburat lari kocar-kacir. Sarijo memang dikenal sebagai orang hebat. Ia, yang kini sudah menetap di daerah asalnya, menjadi superman desa. Masyarakat di sekitarnya menyebut ia sebagai pria "berotot kawat balung wesi" -- seperti tokoh Bima dalam pewayangan. Tak jelas bagaimana ia mengamalkan ilmu kebalnya. Tak jauh bedanya dengan Sunarwi adalah Noor Sidi, 60 tahun. Pakar ilmu kebal yang berdiam di Dukuh Belah, Kecamatan Tayu, Pati, Jawa Tengah, ini mengaku, ilmu kebalnya berakar dari ilmu kejawen. Ia dikenal sebagai gembong aliran Sabdo Tunggal. Sama-sama bersumber dari ilmu kejawen, Noor Sidi berbeda dengan Sunarwi dalam menurunkan ilmu. Kiat kebal Noor memiliki persyaratan lebih berat. Untuk menjadi manusia super, pengikutnya harus berpantang menikmati makanan olahan manusia. Mereka hanya boleh mengganyang makanan asli dari alam, seperti buah-buahan, selama 40 hari. Jika haus, penawarnya tak boleh lebih dari air putih. Puasa itu lazimnya dipilih saat saat memasuki bulan Besar, dalam penanggalan Jawa. Memasuki Syuro, murid-murid yang berguru kepada Noor dipanggil, untuk menjalani kesempurnaan ilmunya. Mereka harus diluwang atau dikubur hidup-hidup, selama tiga hari tiga malam. Sebelum dikubur, murid yang akan diluwang itu menjalani upacara mandi air, yang telah dicampuri tumbukan ketan hitam. Lalu sekujur tubuhnya diolesi wewangian, dengan uborampe daun sirih, kembang setaman, cendono ratus, barulah kemudian dibungkus kain kafan. Setelah sang murid nampak seperti mayat hidup, baru dimasukkan ke dalam liang kubur terus diuruk tanah. Tak lupa, timbunan tanah itu diberi lubang 10 sentimeter untuk pernapasan -- kalau tidak, mati, dong. Di dalam liang kubur itu, sang murid yang sedang menghimpun kesaktian harus begadang. Sekejap saja ia sempat terlena, amblaslah kesempurnaan ilmunya. Untuk itu, ia wajib mengulang dari awal. Meski enam tahun sudah ia dianggap sebagai guru ilmu kebal yang sukses, tak semua orang percaya pada Noor. Perjalanannya sempat terganjal, bukan oleh sesama jagoan ilmu kebal, melainkan oleh aparat Muspika setempat. Cerita bermula saat Noor hendak melaksanakan hajat meluwang. Sembilan muridnya pada awal September 1987 sudah bersiap diri. Niat itu tercium oleh aparat Muspika. Dan acara meluwang itu pun akhirnya digagalkan aparat Muspika. Noor sendiri sempat kena peringatan, agar tak mengulangi upacara itu. Tapi dasar orang kebal, toh Noor tetap sembunyi-sembunyi berpraktek. Sampai kini, bisnis Noor sebagai penyalur ilmu kebal berlangsung terus. Dan aman-aman saja. Entah karena Noor memang juga kebal hukum atau aparat Muspika setempat yang jadi kebal lantaran "kebebalan" Noor Sidi. Bicara soal bisnis ilmu kebal, Jamhari, 43 tahun pun sempat memanfaatkan kehausan orang terhadap kekebalan untuk meraih keuntungan. Pakar ilmu kebal ini mendirikan perguruan Bunga Islam di Bale Boto, Kecamatan Dolopo, Madiun. Muridnya ratusan. Mereka diwajibkan membayar uang pangkal Rp 1.000 -- ada juga yang membayar Rp 7.500. Untuk minta tambahan ilmu harus membayar Rp 3.500. Tapi keampuhan ilmu kebal Jamhari sulit dibuktikan. Apalagi murid-murid Jamhari umumnya anak muda berusia 15-25 tahun itu. Pada tahun 1984 Jamhari kabur entah ke mana. Kabarnya, Bunga Islam diteruskan oleh Moch. Zamzan, 55 tahun. Anehnya, Zamzan mengakui pada TEMPO, tak tahu-menahu soal ilmu kebal. "Saya hanya tukang doa di zaman Pak Jamhari," katanya. Kawasan yang terhitung subur pakar ilmu kebal adalah Jawa Tengah. Di Desa Mindahan, Kabupaten Jepara, hiduplah seorang guru ilmu kebal yang populer, bernama Zen A. Rachman. Menurut Zen, ilmu kebal itu bisa dipelajari sendiri atau sekadar diisim (diberi jimat) "Namun, harus tetap ada gurunya," kata Zen kepada TEMPO. Pengurus Jami'ah Nurul Hikmah cabang Jepara itu juga punya resep tersendiri untuk mendalami ilmu kebal. Syaratnya harus berpuasa mutih tujuh hari. Artinya, ia hanya boleh makan nasi putib dan air putih. Setelah masa tujuh hari dilampaui, selanjutnya diwajibkan mati geni, alias puasa sehari semalam tanpa tidur. Hanya begitu saja? Tidak. Puasa seminggu saja masih kurang. Jangka waktu puasa masih harus ditambah lagi selama 21 hari, kemudian ditingkatkan lagi menjadi 41 hari. Selama masa berpuasa, sang murid yang ingin jadi manusia super diwajibkan membaca mantra-mantra. Di antaranya disebut Syahadat Pertiwi. Mantra yang bakal cespleng menjadikan tubuh kebal. Masih ada lagi mantra yang disebut Syahadat Teguh -- mantra yang dipadu dengan bahasa Jawa dan Arab. Disusul kemudian dengan berturut-turut membacakan surat Al Fatihah sebanyak 1.000 kali. Lalu isim Sayidina Ali 113 kali. Izim Syahadat Teguh 113 kali, juga isim Syahadat Pertiwi 113 kali. Lalu disambung dengan membacakan Syahadat Wulung sebanyak 113 kali, surat hadis, surat qasr, asmaul khusna, masing-masing 200 kali. Dan puncaknya diakhiri dengan membacakan izim qaroma, cukup satu kali. "Kalau berhasil, orang jadi kebal disantet, dibacok, dan ditembak," kata Zen. Murid yang berguru kepada Zen, konon, sudah puluhan ribu orang. Hebatnya, peminat ilmu kebal itu datang dari segala lapisan masyarakat. "Banyak juga yang datang dari kalangan ABRI," kata Zen dengan bangga. "Terutama bagi mereka yang akan ditugaskan ke medan tempur," tambah Zen. Memperoleh ilmu kebal tak selamanya harus berguru kepada pakar ilmu kebal. Ada yang seperti harta karun, yang bisa diwariskan secara turun-temurun. Warisan ilmu kebal itulah yang diperoleh Tejo Probo, 23 tahun. Mahasiswa IKIP Bandung jurusan sejarah yang lahir di Blora itu mengaku, ilmu kebal yang dimilikinya adalah warisan keluarga yang turun-temurun. "Yang mengajarkan ibu saya sendiri," kata Tejo. Ia mengaku, sejak berada dalam kandungan, sudah "diisi" dengan ilmu sakti. Ilmu yang dibawa sejak melesat dari rahim ibunya itu kemudian disempurnakan pada usia empat tahun lewat puasa Senin-Kamis. Ditambah latihan silat dan latihan dipukul benda-benda tumpul. Ketika duduk di kelas IV SD, Tejo, yang masih bercelana pendek dan ingusan, sudah jadi jagoan. Tubuhnya antigolok dan celurit. Kalau ditantang duel -- menurut Tejo sendiri -- ia mampu melesat bak angin. Gerakannya seperti ada yang mengatur. Sabetan golok yang bertubi-tubi, dengan gerakan ringan, senantiasa dapat ia elakkan. "Ketika saya sedang tidur atau lengah, bacokan golok tak bakal melecetkan kulit saya barang secuil," kata Tejo. Hebat, kan? Syafruddin Aman Robot, 50 tahun, lain lagi. Orang sakti yang terkenal kebal ini sangat disegani masyarakat Desa Kuning, Kecamatan Bambel, Aceh Tenggara. Awal Februari lalu, Pak Robot membikin kejutan. Demonstrasi ilmu kebal? Tidak. Lalu? Tubuh Pak Robot yang hitam dan berotot itu ditemukan tak bernyawa dengan leher yang hampir putus. Dalam keadaan ia tak bernyawa itu, masyarakat baru menyadari bahwa kekebalan yang dimiliki Pak Robot itu hanyalah isapan jempol. "Kok, bisa juga dibacok," begitu terdengar bisik-bisik masyarakat di Desa Kuning, seakan-akan mulai meragukan ilmu kebal. Toh Heri Mulyono, mantan bos gali di kawasan pusat pertokoan Golden Plaza, Medan -- kini sudah insaf -- percaya betul, ilmu kebal itu memang ada. Bahkan Heri, 32 tahun, membagi ilmu kebal dalam dua tingkatan. "Yang rendah tingkatan kebatinan, yang tinggi tingkat kejiwaan," kata Heri, yang mengaku kebal peluru itu. Tingkatan kebatinan dibagi lagi menjadi susuk, kemasukan roh suci, dan menaikkan besi kursani yang berpusat di ujung tulang punggung. Susuk itu jenisnya macam-macam, tapi yang paling ampuh adalah susuk wesi kuning. Karena itulah Heri sejak usia 12 tahun sudah jadi jagoan, yang tak takut senjata jenis apa pun. Yang mengherankan, ilmu kebal yang cara memperolehnya sulit itu ternyata mudah ditangkal. Ambillah contoh, si tahan peluru atau sabetan pedang tajam, konon mereka mudah terkalahkan dengan cara sepele. Cukup dengan sabetan daun kelor atau digores dengan padi, para penganut ilmu kebal susuk daiam sekejap bakal rontok. "Ilmu kebal yang tingkat tinggi itu adalah yang tak mempan goresan padi," kata Ismail, 56 tahun, orang kebal dari Pasaman, Sumatera Barat, kepada TEMPO. Hampir semua pakar ilmu kebal yang tersebar di penjuru tanah air umumnya sepakat bahwa ilmu kebal pantangannya tak boleh gagah-gagahan. Ilmu kebal bukanlah untuk menuju ke jalan jahat. Namun, dengan memiliki ilmu kebal, justru seharusnya semakin mendekatkan diri kepada Tuan. "Ilmu kebal akan sirna kalau disalahgunakan," kata Salik, kiai dari Lebak itu. Anehnya, meskipun pantangan itu sudah diketahui, tak berkurang juga para penyandang ilmu kebal yang masih doyan gagah-gagahan. Tak sedikit pula maling yang memperkuat dirinya dengan ilmu kebal. Malang-melintang menjarah, menggertak, sementara masyarakat ketakutan karena kepercayaan pada kehebatan ilmu itu. Alangkah baiknya kalau -- memang benar ada ilmu kebal digunakan di jalan benar. Setidak-tidaknya untuk mempersenjatai para satpam atau hansip. Dalam hal ini, Kiai Salik itu bisa jadi contoh. Secara tak langsung, ia sudah jadi satpam untuk menjaga keamanan desanya. Itu tak lain karena orang tahu, Salik itu sakti. Maka, berbahagialah warga di Desa Salik. Berkat kewibawaan Salik yang menyandang ilmu kebal itu, Desa Leuwidamar tak pernah disatroni maling atau garong. "Garong takut kesaktian Kiai Salik," kata Eman Abdulrosid, tetangga Salik. Ada juga seorang Mislan -- ditemui TEMPO di kawasan rekreasi Batu, Malang, Jawa Timur -- yang di zaman petrus (penembakan misterius) mengaku kena fitnah. Pada tahun 1977 ini boleh dipercaya, boleh juga tidak -- ilmu kebal Mislan dimanfaatkan untuk memberi ajian kepada satu batalyon marinir Karangpilang, Surabaya, yang akan berangkat bertugas ke Timor Timur. Tetapi pihak marinir tidak begitu saja percaya. Mereka menyodorkan syarat yang tertera hitam di atas putih. Syaratnya, ajian yang diberikan Mislan harus benar-benar kongkret. Bila kelak ada satu saja yang mati, Mislan akan dihukum penjara 12 tahun. "Bayangkan, kalau yang mati lima orang, saya kan dihukum 60 tahun," kata Mislan. Lha, kalau yang mati satu batalyon? Mislan hanya tertawa. "Untung, tak seorang pun ada yang mati. Jadi, saya lolos dari hukuman," ujarnya. Ilmu kebal juga ada yang dimanfaatkan oleh seni pertunjukan. Di daerah Jawa Barat, misalnya, dikenal pertunjukan teater rakyat yang bernama debus. Tontonan yang mengetengahkan adegan memotong lidah, menusuk tubuh sendiri dengan parang, atau memasak air dengan batok kelapa di atas kepala. Di tanah Minangkabau, debus dipertontonkan dengan paduan seni ratib dan tetabuhan macam genderang yang dipadu secara dinamis. Ritmenya mistis. Rombongan debus pernah dipertunjukkan di Expo '70 di Osaka, dan menarik perhatian dunia: barangkali karena eksotik. Soal kebenaran ilmu kebal belum pernah diusut dengan tuntas. Tapi bahwa kita lapar untuk menjadi super secara fisik, itu memang segera menunjukkan bahwa kita masih di jajaran negara "yang sedang berkembang". Budiono Darsono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini