Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

BNPB Kaji Perpanjangan Tanggap Darurat Terdampak Gempa Palu

Pengungsi di tujuh desa terdampak gempa Palu di Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, masih terisolasi dan kehabisan makanan.

7 Oktober 2018 | 13.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang korban gempa mengumpulkan material dari reruntuhan bangunan untuk membangun penampungan sementara di Desa Lende Tovea, Donggala, Sulawesi Tengah, Sabtu, 6 Oktober 2018. REUTERS/Beawiharta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanganan Bencana atau BNPB tengah menimbang untuk memperpanjang masa tanggap darurat di kawasan terdampak gempa dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah. Masa tanggap darurat diberlakukan di kawasan terdampak selama 14 hari, sejak 28 September hingga 11 Oktober 2018. BNPB menduga masih banyak korban tewas tertimpa reruntuhan akibat gempa Palu yang belum ditemukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Itu masih tentatif,” kata Kepala Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di kantornya, Jakarta, Jumat, 5 Oktober 2018. Menurut prosedur, masa pencarian biasanya berlangsung selama tujuh hari pascabencana. Namun, bila diperlukan, masa pencarian akan diperpanjang hingga 10-14 hari setelahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gempa berkekuatan 7,4 skala Richter mengguncang Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong pada Jumat, 28 September 2018. Gempa disusul terjangan tsunami. Menurut data BNPB, hingga Sabtu, 6 Oktober 2018, bencana itu menewaskan 1.649 orang, melukai 2.549 orang, dan 265 orang dinyatakan hilang.

Setelah delapan hari sejak tsunami dan gempa, masyarakat Kota Palu mulai beraktivitas. Di tengah berlangsungnya proses evakuasi, sejumlah pasar dan angkutan darat mulai beroperasi. Sejumlah kawasan juga telah mendapat aliran listrik kembali.

Pasar terdampak gempa Palu yang sudah mulai beroperasi di antaranya Pasar Manonda di Jalan Kacang Panjang, Palu Tengah, dan Pasar Mombasa. Sejumlah maskapai bus dan mobil angkutan antarkota mulai beroperasi dengan rute terjauh menuju Kota Manado, Sulawesi Utara.

Agen bus dan perjalanan Medi Suka Laksana (MSL) telah membuka layanan angkutan orang dan barang menuju Poso, Morowali, Ampana, dan Manado sejak Jumat, 5 Oktober 2018. Selama tiga hari beroperasi, MSL telah mengangkut 3.972 orang penumpang tanpa dipungut biaya. “Akan terus gratis sampai Kota Palu kembali normal,” kata Manajer MSL Kota Palu Sodiq di kantornya, Palu, Ahad, 7 Oktober 2018.

Seorang sopir angkutan umum, Bustoni, mengatakan mulai mengangkut penumpang menuju Kabupaten Poso tiga hari lalu. Kebanyakan penumpangnya adalah korban gempa dan tsunami Palu yang akan mengungsi ke rumah kerabatnya di luar Kota Palu.

Bustoni mengatakan orang yang mau menumpang kendaraannya cukup membayar iuran untuk beli bensin. “Yang penting patungan bahan bakar saja, lagi musibah,” ujar pria 45 tahun ini.

Kondisi berbeda terjadi di Kabupaten Donggala. Pengungsi di tujuh desa di Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, masih terisolasi dan mulai kehabisan makanan. Tujuh desa itu adalah Desa Kamonji, Malei, Ketong, Rano, Manimbaya, Palau, dan Pomolulu.

Seorang warga Desa Kamonji, Harjon, mengatakan, selama sepekan, pengungsi korban gempa Palu di desanya hanya makan seadanya. Dia menuturkan bantuan logistik tak pernah sampai ke desanya. Pengungsi pun kelaparan. “Tidak ada lagi makanan di pengungsian. Mau ke Palu, kami tak punya bahan bakar,” ucap pria 37 tahun ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus