Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KANTOR pusat Bosowa Corporation di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, jauh dari kesan glamor. Berlantai granit, dindingnya dilapis wallpaper sederhana. Ketika Tempo berkunjung ke gedung empat lantai itu pada awal September lalu, wallpaper di salah satu ruang direksi malah sudah robek.
Namun, dari gedung sederhana itulah konglomerasi bisnis terbesar di kawasan Indonesia timur dijalankan. Pada 2007, kelompok usaha yang didirikan pada 1973 ini mampu membukukan pendapatan kotor Rp 2,5 triliun dan laba sebelum pajak dan dividen Rp 600 miliar.
Grup Bosowa—akronim dari nama tiga kabupaten di Sulawesi Selatan: Bone, Soppeng, Wajo—saat ini dikendalikan oleh Erwin Aksa. Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia ini menggantikan ayahnya, Aksa Mahmud, pada 2004 ketika ia masih 29 tahun. Pada saat itu aset Bosowa baru Rp 3 triliun. Empat tahun kemudian kekayaan Bosowa sudah berlipat dua.
Bosowa memang tak bisa dilepaskan dari Makassar. Dari kota inilah, Bosowa melejit menjadi salah satu konglomerasi besar. Dimulai dengan usaha jual-beli mobil, Bosowa Berlian Motor, kini perusahaan ini menjalar ke enam bidang usaha, yakni semen, infrastruktur dan pembangkit listrik, jasa keuangan, properti, agrobisnis, dan pertambangan. ”Kami masuk ke pertambangan untuk memenuhi kebutuhan internal seperti batu bara,” kata Erwin.
Salah satu perusahaan yang menjadi penopang grup adalah PT Semen Bosowa Maros. Kapasitas pabrik semen yang berdiri sejak 1999 ini mencapai 1,8 juta ton per tahun. Tahun lalu Bosowa membangun Bosowa Semen Batam di Batam, berkapasitas 1,2 juta ton. Kepala Departemen Administrasi Umum Bosowa Mukhsin Alwy mengatakan, perseroan akan masuk bursa akhir 2009 atau awal 2010.
Bisnis Bosowa di properti juga maju pesat. Pada November lalu, kelompok ini membangun Bosowa Tower dengan investasi Rp 140 miliar. Gedung 23 lantai ini akan menjadi yang tertinggi di Sulawesi. Bosowa juga membeli Hotel Imperial Aryaduta. Satu hotel lagi tengah dibangun, yakni Hotel Shayla (bintang tiga), yang berkapasitas 178 kamar dengan dana Rp 100 miliar. Bosowa berniat membangun 40 hotel dengan merek dagang Shayla.
Di sektor perumahan dan perniagaan, sedang dibangun Belmont Residence di Terusan Hertasning. Bosowa juga membangun kota mandiri Grand Makassar di atas lahan 200 hektare. Dalam proyek ini, Bosowa bekerja sama dengan Ciputra Group. Proyek Cardio Center Hospital juga akan dibangun bekerja sama dengan Awal Bross.
Bosowa juga nyemplung ke agrobisnis melalui Bosowa Foundation. Menurut Direktur Bosowa Foundation Baharuddin Rachim, perseroan mengelola 165 hektare tambak ikan bandeng di Kabupaten Maros. Tapi akan diganti udang karena nilainya lebih mahal. Juga ada pabrik pengolahan rumput laut di Maros. Saat ini 80 persen ekspor tepung rumput laut Sulawesi Selatan berasal dari Bosowa.
Belakangan, Bosowa juga masuk ke sektor energi dengan membangun PLTU Jeneponto di Sulawesi Selatan, berkapasitas 2x100 megawatt. Proyek senilai US$ 200 juta ini dibiayai oleh lembaga keuangan Cina dan akan beroperasi pada 2010.
Bisa jadi, karena berbagai ekspansi itu, Bosowa sempat terjerat kredit macet di Bank Mandiri dan Bank BNI senilai Rp 1,59 triliun. Namun Bosowa sudah mencapai kesepakatan restrukturisasi dengan dua bank itu. Di BNI, Bosowa akan mencicil utangnya Rp 584 miliar dengan bunga 12 persen sampai 2013, sedangkan kesepakatan penjadwalan utang Rp 1,1 triliun dengan Mandiri dicapai pada pertengahan September lalu.
Selain Bosowa, Para Group juga sudah masuk ke Makassar. Menggandeng Kalla Group (45 persen saham), perusahaan milik Chairul Tanjung (55 persen) ini akan membangun pusat hiburan terpadu Trans Studio Resort seluas 12,7 hektare di Tanjung Bunga. Megaproyek dengan bendera PT Trans Kalla Makassar ini membutuhkan investasi Rp 1 triliun.
Rencananya, proyek yang akan rampung pada April 2009 ini berisi taman hiburan indoor dengan 23 permainan ala Disneyland, pusat belanja, resor bintang lima, dan perkantoran Mega Tower—kantor operasional Bank Mega di Indonesia Timur. Ketika Tempo berkunjung ke sana, puluhan alat berat sibuk menyelesaikan fondasi dan sejumlah gedung di lokasi itu.
Tanjung Bunga sendiri dimiliki Lippo Group. Ini adalah kota mandiri seperti Lippo Karawaci di Tangerang. ”Tanjung Bunga satu-satunya perumahan yang memiliki view pantai,” kata Direktur Lippo Tanjung Bunga, Trilaksono. Seperti biasa, Lippo memboyong unit bisnisnya Hypermart ke Kota Anging Mamiri.
Retno Sulistyowati, Amandra Mustika Megarani (Makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo