Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Botol Bekas di Tepi Jalan

Aneka cara mengelabui larangan Qanun. Orang Banda Aceh harus ke Medan buat nonton bioskop.

29 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPAT hiburan di lantai dasar sebuah hotel berbintang di Banda Aceh itu tutup selama Ramadan. Pada hari-hari biasa, tamu hotel biasa berkaraoke atau menikmati musik "ajep-ajep" di sana. Tentu saja, minuman beralkohol hal yang lazim di tempat ini. "Sekarang tutup untuk menghindari demo," kata seorang petugas keamanan hotel.

Toh, sang petugas keamanan buru-buru mengatakan minuman bisa diperoleh di restoran hotel. "Mau Heineken atau Bintang?" ia bertanya. Dijawab dengan merek impor, ia meminta bir diminum di sofa lobi hotel, tidak di tempat lain.

Minuman beralkohol atau khamar sangat terlarang di Aceh. Diatur dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 12 Tahun 2003, setiap orang dilarang minum khamar. Melanggar aturan ini alamat bakal terancam 40 kali cambuk. Hotel, penginapan, losmen, wisma, bar, restoran, warung kopi, rumah makan, kedai, dan kios juga dilarang menjual minuman beralkohol. Jika nekat menjual, pemiliknya bisa dihukum kurungan penjara paling lama setahun dan paling singkat tiga bulan, serta denda Rp 25-75 juta. Sedangkan peminum dicambuk 40 kali.

Aturan itu mengikat penduduk muslim dan mereka yang berada di Aceh. Dengan begitu, warga nonmuslim terikat qanun jika berada di Bumi Serambi Mekah. Penduduk non-Islam diberi hak memilih pengadilan jika ketahuan melanggar: diadili di pengadilan biasa melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Mahkamah Syariah lewat qanun Aceh.

Untuk warga negara asing yang sedang berada di Aceh, lain lagi aturannya. Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah, Marzuki Abdullah, menjelaskan semua pelaku bisnis dilarang menjual minuman beralkohol kepada warga pribumi, baik muslim maupun nonmuslim. Hanya, menurut Marzuki, aturan itu belakangan dikecualikan bagi warga asing. "Karena, bagi orang asing, minum bir itu budaya," kata Marzuki. Syaratnya: minuman keras hanya boleh diminum di kamar dan tidak terlihat orang lain.

General Manager Hotel Hermes Palace Banda Aceh, Octowandi, menjelaskan larangan mengkonsumsi minuman beralkohol juga berlaku di hotelnya. Tapi ia menyatakan larangan itu tidak mengganggu bisnis hotelnya. "Pemerintah cukup toleran dengan pelaku bisnis," katanya.

Toleran, seperti dikatakan Octowandi, bisa jadi mewakili pelaksanaan qanun di Aceh. Tak hanya di hotel, minuman keras di Aceh juga masih bisa dibeli di banyak tempat. Contohnya, ada seorang nenek yang sembunyi-sembunyi menjual bir di jembatan Pantai Pirak, Banda Aceh. Novi Sandriani, 29 tahun, yang bekerja di Jalan Tengku Daud Beureueh, Banda Aceh, pun hampir setiap pagi menemukan botol minuman keras di pinggir jalan. "Jumlah botol semakin banyak pada akhir pekan," kata Novi.

Kepala Dinas Syariah ­Provinsi Aceh, Rusydi Ali, tak memung­kiri adanya penjualan gelap minuman keras itu. "Di sebelah Ka’bah juga masih ada penjahat kok. Jadi, jangan heran di Aceh masih ada bir," mantan rektor IAIN di Aceh ini berseloroh.

Soal pakaian juga jadi persoalan. Resminya, perempuan di Aceh wajib mengenakan jilbab. Toh, para perempuan tak berjilbab bisa bebas berjalan-jalan di jalan raya. Di Pantai Lampuuk, Aceh Besar, pun demikian. Hendra Fadli, aktivis Aceh, menilai belum ada kajian resmi tentang qanun yang bisa dipertanggungjawabkan. Menurut dia, masyarakat Aceh pun banyak menentang pembatasan busana. Itu karena, ia berpendapat, qanun di Aceh sangat politis. "Hanya untuk mencari dukungan masyarakat," ujarnya.

Qanun juga menciptakan "korban" lain: penikmat bioskop. Dulu gedung bioskop ada di Aceh. Kini tempat ini bubar karena pemerintah ­meminta pembatasan penonton lelaki dan perempuan. Banyak warga Aceh mesti ke Medan hanya untuk nonton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus