Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjara tak membuat seorang terpidana insyaf. Salah satu contohnya Roy Marten, aktor film yang ditangkap polisi untuk kedua kalinya dalam kasus sabu-sabu. Pecandu obat seperti Roy, selain tetap ketagihan mengkonsumsi sabu-sabu, peringkatnya pun naik setelah ”sekolah” selama hampir setahun di penjara Cipinang.
”Jika semula sekadar mengkonsumsi, siapa saja setelah keluar dari penjara bisa naik menjadi pengedar,” ujar Direktur Narkoba Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Indradi Thanos kepada wartawan Tempo Arti Ekawati dan Elik Susanto, Kamis pekan lalu. Bagaimana seluk-beluk jaringan perdagangan narkoba di penjara? Berikut petikan lengkapnya.
Benarkah Roy Marten sudah jadi sindikat narkoba?
Yang jelas, ia pernah dipenjara di Cipinang gara-gara narkoba bersama beberapa pelaku yang tertangkap di Surabaya. Mereka satu grup dan saling kenal. Perkenalannya saat di penjara. Roy sudah menjadi bagian dari sindikasi peredaran narkoba. Ia kemungkinan turut menjual. Tapi ini yang sedang kami pelajari. Kalau ia tertangkap dua kali, itu sudah bisa dikategorikan residivis narkoba.
Artinya, Roy Marten makin sulit bebas dari jaringan obat terlarang?
Pada umumnya pelaku kejahatan narkoba yang ditangkap adalah pengedar atau bandar. Mereka memiliki barang bukan untuk dipakai sendiri, tapi diperjualbelikan. Karena itu, setelah divonis dan masuk penjara, tidak otomatis usaha dagangnya berhenti. Mereka terus eksis membiayai dirinya sendiri di dalam penjara dan mengelola jaringan di luar penjara.
Apakah kalangan artis telah menjadi pasar potensial?
Mereka dalam pergaulan saling mempengaruhi. Katakanlah Ibra Azhari atau Roy Marten dan Fariz R.M. Mereka bisa saling mempengaruhi memakai narkoba, kemudian yang bersangkutan berperan sebagai pengedar. Semua berpotensi. Dari artis, oknum aparat, dan tak tertutup kemungkinan para diplomat. Sebab, segala penjuru menjadi sasaran peredaran.
Jalur mana yang memiliki andil paling besar dalam pedagangan narkoba?
Jika diklasifikasi ada jalur investasi yang dipakai kedok. Contohnya pabrik sabu-sabu yang belum lama ini dibongkar di Batam. Otaknya orang Taiwan, pemilik salah satu kawasan industri di Batam. Mereka mengajukan izin membangun pabrik bahan kimia, tapi yang diproduksi lain. Jalur diplomatik kemungkinan akan ditembus oleh jaringan ini. Jalur yang tak pernah diduga, yaitu nelayan tradisional, sekarang sudah dipakai. Buktinya, pelabuhan tradisional di wilayah perbatasan menjadi lintasan paling mudah digunakan menyelundupkan barang, karena penjagaannya relatif longgar.
Adakah artis lain yang masuk perangkap jaringan ini?
Zarima termasuk. Tapi ia sebatas diperalat untuk membawa barang. Ia semula perannya kecil (pemakai), makin lama makin besar. Kalau dilihat dari tingkat distribusi sampai ke pasar, ada keuntungan yang diraih selama di penjara.
Kenapa komunikasi mereka yang dipenjara tidak diputus saja?
Nah, itu sepertinya mudah. Begitu dipenjara mestinya terpidana dibatasi gerak-geriknya. Jangan boleh memakai telepon seluler. Sebagai bukti bahwa mereka masih aktif berkomunikasi, saya menangkap 300 gram kokain di Bali, yang dikendalikan dari penjara di Cilacap. Seharusnya mereka tidak diperbolehkan memiliki telepon genggam di dalam tahanan.
Apakah jaringan narkoba antarpenjara sudah terkoneksi?
Ya. Terpidana kasus sabu-sabu umumnya mempunyai hubungan dengan orang luar dan pedagang sabu-sabu antarnapi. Sindikasi ini sangat komprehensif. Merekalah yang mengetahui seluk-beluk pemasaran, termasuk berapa harga dan bagaimana cara membayarnya. Mereka mengendalikan harga dan distribusinya.
Apa yang mendorong jaringan perdagangan antarpenjara terbentuk?
Peran petugas penjara sangat besar. Mereka yang memberikan peluang dan kemudahan. Ini sudah menjadi bagian dari kehidupan. Masalah perut. Mereka meminjamkan telepon. Kegunaannya bukan semata-mata berkomunikasi dengan orang tua atau sanak famili. Telepon itu bisa dipakai untuk menjalin bisnis, termasuk perdagangan narkoba. Suasana ini sangat kental ada di lembaga pemasyarakatan.
Ironisnya, sebelum ditangkap, Roy Marten tampil bersama Kepala Polri di Surabaya
Ia hadir dalam rangka memberikan kesaksian, sebagai pengimbau. Ia bukan ikon kami (Badan Narkotika Nasional). Perlu dibedakan antara ikon dan hanya memberikan kesaksian. Kalau ikon, figurnya melalui pengkajian dan pengamatan terus-menerus. Kesaksian Roy dalam acara di Surabaya spontan karena ia terlihat hadir. Kami minta dia ngomong di panggung. Nyatanya dia belum insyaf.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo