Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SABTU dua pekan lalu, Badan Narkotika Nasional punya gawe besar di Surabaya. Di Ruang Semanggi, lantai 5 gedung Graha Pena, markas surat kabar Jawa Pos, lembaga yang dipimpin Komisaris Jenderal I Made Mangku Pastika itu bekerja sama dengan Jawa Pos menggelar acara memerangi penyalahgunaan obat terlarang.
Acara seremonial meriah belaka, dihadiri Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto dan bos Jawa Pos, Dahlan Iskan. Tampak pula Alexandra Asmasoebrata, pembalap sekaligus ikon pilihan Badan Narkotika Nasional; Lucky Acub Zaenal, mantan pecandu narkoba; dan Roy Marten, bintang film dan sinetron yang Oktober tahun lalu baru bebas dari penjara Cipinang.
Alexandra, yang biasa dipanggil Andra, diundang karena dianggap mewakili generasi muda yang sukses tanpa narkoba. Lucky diundang untuk memberikan pernyataan seputar pengalamannya ketika terjerumus narkoba dan cara membebaskan diri. Roy Marten, yang dianggap sudah tobat, juga diminta memberi pernyataan. ”Kami bawa dia supaya memberikan testimoni,” kata Pastika.
Roy Marten duduk di kursi barisan depan, bersama Lucky, Andra, dan Pastika. Sebelum penandatanganan naskah kerja sama, panitia mempersilakan Andra, Lucky, dan Roy memberikan kesaksian selama menjadi pecandu obat. ”Gara-gara putaw, dua mataku tak bisa melihat,” kata Lucky. Arek Malang yang juga putra Acub Zaenal, mantan Gubernur Irian Jaya, itu berjuang menyembuhkan matanya yang rusak.
Tiba giliran Roy, idola kaum muda 1970-an itu masih terlihat ganteng. Ia berdiri memegang mik dan bertutur dengan gaya khasnya, cengegesan. ”Sebagai alumni ’Akademi Cipinang’, saya perlu mengkritik polisi,” katanya, disambut tepuk tangan hadirin. Menurut dia, polisi mestinya tidak memperlakukan sama pengedar dan pemakai pemula.
Pemakai pemula, katanya, hanya korban perdagangan narkoba. Tapi, karena mereka ditempatkan dalam satu sel dengan bandar dan pengedar, pemula itu menjadi mahir meracik narkoba dan akhirnya berkembang menjadi bandar. ”Pak Kapolri, mohon pemakai narkoba yang masih anak-anak jangan dicampur dengan orang dewasa, dan tidak perlu ditahan,” ujar Roy, disambut sorak-sorai hadirin.
Jenderal Sutanto langsung merespons usul Roy. ”Anak-anak korban pemakaian narkoba tidak akan dicampur dengan orang dewasa,” katanya. Seperti terharu, Roy lalu menarik tangan Sutanto, untuk diciumi. Bahkan mantan aktor yang ngetop dalam berbagai film layar lebar itu dipuji Sutanto karena dianggap berhasil melepaskan diri dari jerat narkoba.
Seusai testimoni, tak banyak yang tahu ke mana Roy Marten pergi. Lucky mengaku tak tahu. ”Saya langsung pulang ke Malang,” katanya. Ia kaget ketika tiga hari kemudian mendengar kabar Roy Marten ditangkap karena nyabu bersama pecandu, kurir, dan bandar narkoba.
Dengan ditangkapnya Roy, muncul gugatan terhadap alasan panitia mengundang Roy, yang ternyata belum bersih dari narkoba. Jawa Pos sebagai tuan rumah tak merasa menghadirkan Roy Marten. ”Kami tak mengundangnya,” kata Dahlan Iskan. Tapi Pastika meminta tak perlu saling menyalahkan. Justru, kata Pastika, penangkapan itu menunjukkan pecandu narkoba tak mudah disembuhkan. ”Ini soal kerinduan,” katanya.
Lucky membenarkan Pastika. Mungkin saja, kata Lucky, Roy sempat berhenti menggunakan narkoba. Tapi, karena tidak dirawat, Roy mencoba lagi. Lucky sendiri baru bisa sembuh total setelah menjalani rehabilitasi selama 19 kali. ”Harus ada kemauan sendiri, dan didukung keluarga,” kata pria 47 tahun itu.
Zed Abidien, Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Bibin Bintariadi (Malang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo