Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kiprah Bandar dalam Bui

Ada 1001 macam cara dan gaya berbisnis narkoba dari dalam penjara. Sebagian sipir sungguh mudah diperdaya.

19 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HALAMAN depan Lembaga Pemasyarakatan Narkoba Madiun, Jawa Timur, Kamis malam pekan lalu, dipenuhi 135 polisi berpakaian sipil. Satu peleton di antaranya, sekitar 30 orang, berseragam cokelat lengkap dengan pentungan plus pistol di pinggang.

Mereka menyebar masuk ke penjara, begitu dikomando. Sebelas blok, dari A sampai K, disisir serentak. Setiap sudut ruang sel, tempat tidur, lemari, tempat sampah, sampai lubang tikus, digeledah.

Penghuni penjara yang terlelap mendadak kaget. Mereka segera diminta berdiri untuk dilucuti habis, kecuali celana dalam. Pukul sembilan malam itu, Polres Kota Madiun dan pengelola penjara menggelar operasi sapu bersih abat-obat berbahaya di kalangan narapidana.

Sayang, setelah tiga jam memeriksa seluruh penjuru, polisi hanya menemukan 4 buah telepon genggam dan 5 charger. Tak satu pun barang bukti narkoba ditemukan, kecuali 3 buah bong atau alat pengisap sabu-sabu dan 5 pipet bekas yang terserak di tempat sampah dan kamar mandi.

Padahal, dalam lima kali razia yang digelar sebelumnya, aparat memergoki aneka benda haram. Di antaranya setengah ons sabu-sabu yang diselipkan dalam bunga plastik. Polisi juga menjaring 27 paket ganja, 16 paket sabu seberat 7,9 gram, 48 lembar dokumen transaksi narkoba, serta sejumlah bong. Terakhir ditemukan dua kilogram ganja di halaman samping penjara itu.

Kepala Satuan Narkoba Polresta Madiun, Ajun Komisaris Polisi Prijo Sajono, tak menampik informasi razia sudah bocor, sehingga tak ditemukan satu pun narkoba. ”Karena kasus Roy Marten, mereka tiarap,” ujarnya. Aktor flim itu disergap bersama mantan narapidana penjara Madiun, Roy Hartanto alias A Hong. Mereka diringkus ketika sedang ”berpesta” sabu-sabu di Hotel Novotel Surabaya, Selasa pekan lalu.

Dalam urusan obat terlarang, kehidupan penjahat narkoba di dalam penjara tak ubahnya seperti di alam bebas. Meski disel, mereka toh gampang mendapatkan pasokan yang diinginkan. Kemudahan ini dapat diperoleh lantaran para tahanan bebas melakukan kontak dengan dunia luar melalui telepon seluler. ”Ini kesempatan empuk bagi para bandar dan pengedar,” ujar Direktur Narkoba Markas Besar Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Indradi Thanos, kepada Arti Ekawati dari Tempo.

Pernyataan Indradi dibenarkan oleh Didit Kesit Cahyadi, teman Roy Marten di penjara Cipinang. Dalam kasus Hotel Novotel, dia yang membawa 1,5 ons sabu-sabu. Barang tersebut diperoleh Didit dari seorang bandar besar yang kini mendekam di penjara Tangerang, yaitu Kamir Santoso.

Sosok Kamir sudah kesohor di belantara jaringan narkoba. Ia bandar yang ditangkap pada 1999 dan dihukum sembilan tahun di rumah tahanan Salemba. Meski di dalam penjara, ia tetap mengendalikan bisnisnya. Karena itu, ia sempat disembunyikan ke lembaga pemasyarakatan Bandung.

Namun, pada 2004 Kamir kabur. Ketika itu sisa hukumannya masih empat setengah tahun lagi. Tak lama kemudian polisi berhasil menangkapnya. Oleh pengadilan ia diberi ”bonus” penjara delapan tahun.

Bukan Kamir kalau tak bisa memperdaya petugas. Dua petugas penjara Cipinang bernama Nusantara dan Zainuddin ”dibina” oleh Kamir. Petugas itu gampang disuruh-suruh. Keduanya kemudian ”diangkat” Kamir menjadi kurir, pengantar narkoba keluar-masuk penjara.

Seorang narapidana yang masih mendekam di penjara Cipinang, sebut saja Kholis, mengakui kehebatan Kamir dalam berbisnis barang haram walau dikerangkeng. Tatkala di Cipinang itulah Kamir—sebelum dipindah ke Tangerang beberapa bulan lalu—”berkolaborasi” dengan Didit, karena sama-sama mendekam di sel blok 3-E.

Didit sendiri dikenal sebagai brengos (sebutan untuk jagoan) di blok itu. ”Yang satu bandar, yang satu brengos, wajar kalau kerja sama,” ujar Kholis, yang ditemui Tempo pada Kamis pekan lalu. Roy Marten saat itu menempati blok 2-A. Polisi menduga, ketika itu Didit juga menyuplai sabu-sabu kepada aktor yang kesohor di era 1970 itu.

l l l

Peredaran narkoba di dalam penjara memang tak lepas dari peran sipir. Tak mengherankan bila Kamir dan para bandar lain memanfaatkan mereka menjadi kurir yang melancarkan bisnis narkoba ini.

Sipir, kata Indradi, juga manusia, yang tak lepas dari aneka macam godaan. Jumlah mereka di setiap penjara umumnya tak sebanding dengan yang diawasi, yaitu narapidana. Gaji mereka jauh di bawah iming-iming bandar narkoba yang mencapai jutaan rupiah ”Di Bali, bahkan kepala satuan pengamanannya terlibat transaksi,” ujar Indradi Thanos.

Adul—bukan nama sebenarnya—mantan narapidana Cipinang, mengakui hal itu. ”Kadang-kadang, malah sipir yang nawarin jasa untuk ngambil atau ngantar barang,” katanya. Ini karena bayaran yang diterima kurir cukup menggiurkan. ”Untuk mengambil satu gram sabu-sabu, bayarannya bisa seribu (sebutan untuk Rp 1 juta),” ujarnya.

Hal ini dibenarkan Dadang—juga nama samaran—napi LP narkotika Cipinang, penjara yang ”konon” memiliki sistem keamanan maksimum. Menurut Dadang, di penjara itu juga ada seorang bandar, sebut saja Deddy, yang tetap menjalankan bisnis narkoba dari balik jeruji besi. ”Deddy dibantu anak buahnya sesama napi dan sipir penjara,” kata Dadang.

Kepala LP Narkotika Cipinang, Wibowo Joko Harjono, mengakui adanya peredaran narkoba di dalam penjara. Lembaganya sedang berusaha mencegah dengan pemeriksaan manual serta pengawasan melalui kamera pengintai (CCTV).

Soal keterlibatan sipir, ia juga tak menampik. Sejak menjadi pejabat lembaga pemasyarakatan di Cipinang, ia sudah memecat empat orang sipir karena ketahuan kongkalikong dengan napi. ”Tahun ini satu orang saya pecat,” kata Joko kepada Dianingsari dari Tempo.

Peredaran narkoba di dalam penjara, menurut Joko, tak sepenuhnya disokong keterlibatan petugas. Obat terlarang itu bisa masuk ke penjara dibawa pembesuk. ”Bandar bisa saja mengatur. Bisa melalui kunjungan keluarga, teman, atau siapa saja yang datang menemui,” ujarnya.

Modusnya pun beragam. Ada yang disimpan di dalam busa BH atau diselipkan ke dalam pembalut wanita. Ini jelas sulit dideteksi. Ada pula modus menyelipkan sabu-sabu dalam bungkus rokok, di balik label kemasan air mineral, atau di antara buah-buahan. ”Sabu-sabu yang dikemas tipis bisa diselipkan di mana saja,” kata Joko.

Berbagai modus itu dibenarkan Adul. Menurut bekas narapidana yang diganjar satu setengah tahun penjara ini, cara termudah menyelundupkan sabu-sabu ke dalam penjara adalah mencampurnya ke dalam bungkus gula pasir. ”Dari luar hanya terlihat gula. Petugas jaga biasanya cuma ngeraba, nggak memeriksa dalamnya,” kata Adul. Selain itu, ”Masih ada 1001 cara lain.” Waduh.

Dimas Adityo, Riky Ferdianto, Dini Mawuntyas (Madiun), Ayu Cipta (Tangerang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus