Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pesta Ekstasi Selebriti

Banyak tempat hiburan yang dikunjungi selebriti. Di Jakarta Barat, selain menikmati pesta, juga menghibur. Selalu berakhir di ranjang.

19 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EGO adalah diskotek yang terletak di lantai empat dan lima Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Ramai dikunjungi saban akhir pekan. ”Hampir semua artis di Jakarta pernah datang ke sini,” kata Marko Hermawan, Public Relations X2—satu lokasi dengan Ego tapi berbeda ruang—yang satu manajemen dengan Ego, Jumat pekan lalu. ”X2 klub kelas atas Indonesia saat ini,” Marko berpromosi.

Narkoba? ”Dilarang di sini,” kata Marko. ”Siapa pun yang ketahuan akan dikeluarkan.” Di sini, semua meja pengunjung menghamparkan minuman beralkohol dan—tentu saja—air mineral. Bermacam lagak mereka ketika menikmati musik progresif trans R&B yang dimainkan disc jockey. ”Jika ke sini, teman-teman saya sering make, kok,” kata Riana, wanita berkulit bersih pelanggan X2.

Di Jakarta, tentu saja bukan hanya X2 yang dikunjungi selebriti. Embassy, yang terletak di Taman Ria Senayan, Jakarta Selatan, juga menjadi tempat idola. Kadang mereka juga terlihat di Dragonfly, di lantai dasar Plaza BIP, Jakarta Selatan. Begitu juga dengan Vertigo di Plaza Semanggi, yang bersebelahan dengan Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Kendati tempat berbeda, tujuan sama belaka: mencari hiburan yang aman dari gangguan. Selama dua tahun terakhir ini, memang belum pernah terdengar penggerebekan di diskotek sampai menyeret artis. ”Kami memang belum menemukan mereka pakai narkoba di tempat hiburan,” kata Komisaris Besar Arman Depari, Direktur Narkoba Polda Metro Jaya.

Berbeda dengan sebelumnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Badan Narkotika Nasional sedang giat-giatnya merazia tempat hiburan di Jakarta. Ketika merazia Dragonfly, pada 27 Juli 2005, ikut tergulung artis Ria Irawan, Becki Tumewu, Pretty Asmara, Vicky Burki, dan desainer Oscar Lawalata. Ria dan Vicky sempat digelandang ke Polda Metro Jaya. Karena tak terbukti menggunakan narkoba, esoknya mereka dibebaskan.

Bahkan Komisaris Besar Carlo Brix Tewu pernah menemukan Roy Marten sedang menikmati dunia gemerlap di Bengkel Kafe, Semanggi, Jakarta Selatan. Dia menasihati Roy agar menghentikan kebiasaannya. Dia menjelaskan, bila tertangkap dan ada barang bukti, karier Roy bisa berakhir di penjara. ”Setelah itu saya menghentikannya sebentar,” kata Roy kepada Tempo, Maret tahun lalu.

Belakangan Roy kambuh lagi. Tapi dia lebih memilih rumah sebagai tempat mengkonsumsi narkoba. Akhirnya, aktor idola remaja 1970-an itu ditangkap dengan barang bukti sabu-sabu, tahun lalu. Dia dihukum sembilan bulan penjara. Pada Selasa pekan lalu, Roy kembali terperangkap karena persoalan yang sama. Dalam penangkapan di Hotel Novotel Surabaya itu, polisi menuduhnya berpesta narkoba bersama empat temannya.

Kiat selebriti menggunakan narkoba seperti Roy ini memang sudah tercium polisi. Kepala Unit II Direktorat Tindak Pidana Narkoba, Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Besar Siswandi, mengatakan para artis itu lebih suka mengkonsumsi narkoba di rumah atau di hotel, setelah itu baru ke tempat hiburan.

Hingga November ini, Mabes Polri mencatat 23 artis terlibat narkoba. ”Kalau dari penelitian kami, mereka belum ada yang penjual, pada umumnya pemakai,” kata Brigadir Jenderal Indradi Thanos, Direktur Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri.

Siswandi menunjuk tempat hiburan yang berlokasi di kawasan Kota, Jakarta Barat, sebagai tempat selebriti itu berpesta narkoba. Ke daerah yang padat tempat hiburan malam inilah wartawan Tempo ditemani seorang penyanyi idola 1980-an memotret kehidupan malam para selebriti tiga tahun lalu.

Penelusuran ini berawal dari rencananya memenuhi permintaan seorang cukong untuk bernyanyi di ruang karaoke di sebuah diskotek di Jakarta Pusat. Cukong itu pemilik hak pengusahaan hutan di Papua dan Kalimantan. ”Kamu boleh masuk asalkan tak mengaku wartawan. Tolong, identitasmu ditinggal saja. Jika ketahuan, kita nggak bisa pulang,” pesan si penyanyi.

Di dalam ruangan karaoke yang luas dan mewah itu sudah banyak orang. Si cukong duduk di sofa menghadap televisi, dikerubuti perempuan cantik. ”Jika kamu sering nonton sinetron, tentu mengenal beberapa wanita di sampingnya,” si penyanyi berbisik, sambil melirik empat pria berwajah sangar menjaga pintu.

Si cukong memberikan kode kepada si penyanyi agar segera melaksanakan tugasnya. Tak berapa lama muncul seorang artis penyanyi wanita yang langsung bergelayut di leher si cukong. Kode memetik jari sudah cukup untuk mendatangan seorang pria menaburkan ekstasi di meja. Beberapa lagu terlewatkan, si cokung menyuruhnya berhenti menyanyi dan menyodorkan sejumlah uang.

Lalu si cukong memberikan kode agar meninggalkan ruangan. ”Dia kurang suka, karena kamu masih asing baginya,” katanya. Dia menjelaskan, di ruangan itu akan ada pesta ekstasi yang kemudian berlanjut dengan seks. ”Nanti saya tak bisa mengajakmu lagi jika dia yang mengundang.”

Penyanyi wanita tadi, katanya, akan mendapat uang Rp 20 juta malam itu, sedangkan sejumlah muka baru di dunia senetron paling hebat masing-masing diberi uang Rp 5 juta. ”Bagi mereka, yang penting bisa menikmati kesenangan sekaligus membawa pulang uang,” katanya. ”Jika mengandalkan pendapatan sebagai pemain sinetron dan penyanyi saja, mereka nggak kuat menggelar pesta seperti itu.”

Lain waktu, penyanyi itu kembali mengajak si wartawan untuk menemaninya menghibur seorang tauke judi dari Jakarta Barat yang akan menggelar pesta narkoba. ”Dia akan menyertakan sejumlah artis yang akan dibayarnya juga,” katanya. Identitas wartawan di sini juga haram hukumnya.

Agak rumit mengikuti alur yang ditempuh si tauke ini ketika mencari hiburan. Mula-mula dia mengontak beberapa tempat hiburan untuk menyediakan ruangan khusus untuknya. Dia menyebut akan masuk ke diskotek A, tetapi ternyata dia datang ke diskotek Z. Puluhan tukang pukul menyertainya.

Kelihatannya si cukong berselera unik dalam menghibur diri. Dia mengumpulkan penyanyi dari berbagai angkatan. Misalnya, ada satu penyanyi yang kondang pada 1970-an, kemudian 1980-an, lalu ada yang 1990-an. Yang pasti, mereka sudah tak populer lagi.

Semua penyanyi dijejali ekstasi, lalu mereka sama-sama berpesta sambil berjingkrak-jigkrak. Bernyanyi. Dia senang lagu pop dan dangdut. Seorang wanita bintang iklan sampo yang juga ikut bernarkoba ria mendekapnya erat-erat. Selalu saja ada figuran dari dunia sinetron ikut ambil bagian. Pesta narkoba ini juga berakhir di ranjang.

Di tempat hiburan yang berada di kawasan Jakarta Barat, jangan berharap melihat selebriti ikut berjingkrak-jingkrak di lantai dansa. Mereka memilih ruangan tertutup. Pintu keluar-masuk untuk mereka pun khusus, biasanya di dekat tempat parkir, dan menggunakan lift khusus pula.

Nurlis E. Meuko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus