BUKAN kebiasaan Nyonya Sundari mempertaruhkan nasibnya di tangan peramal. Tapi, ketika suaminya, Wartono, mengajak sowan ke seorang dukun, ia tak bisa menolak. Soalnya, menurut sang suami, mereka punya niat baik, yakni agar dagangan yang belakangan ini agak seret bisa lancar. Awal Maret lalu pasangan yang tinggal di Desa Kecila, Banyumas, juga di Jawa Tengah itu berangkat ke rumah Mbah Martoredjo di Desa Lebeng. Tanpa basa-basi, Wartono langsung ke sasaran. Mbah dukun pun mafhum. Setelah si Mbah komat-kamit beberapa saat, tiba-tiba tangannya nyelonong dan meremas buah dada Nyonya Sundari. Lalu secepat kilat mencolek bagian yang lebih vital milik perempuan itu. Nyonya Sundari kaget diperlakukan seperti itu. Anehnya, Wartono tak beraksi. Dalam perjalanan pulang, Nyonya Sundari masih heran, kenapa ia diperlakukan seperti itu. Sementara itu, Wartono terus berpikir. Sampai di rumah Wartono buru-buru membuka catatan. Bukankah Ki Dukun ketika meremas payudara istrinya memakai lima jari? Bukankah ketika Ki Dukun menyolek "anu" istrinya memakai satu jari? Maka, ah, pasti 51. Keesokan harinya, ini semua tentu saja penuturan Wartono, lima lembar kupon buntut berangka 51 seharga Rp 5 ribu sudah ada di tangannya. Dan ternyata nomor itu keluar. Jadi, Wartono berhak akan hadiah Rp 300 ribu. Kebahagiaannya merebak. Berita gembira itu segera disampaikan ke istrinya. "Kurang ajar. Rupanya aku diajak ke dukun hanya agar aku diramal untuk nomor buntut. Aku tidak rela," itu reaksi Nyonya Sundari. "Di hadapanmu, aku ini tidak ada harganya. Buktinya, uang Rp 300 ribu lebih berharga daripada diriku." Pokoknya, si nyonya marah. Hari itu juga Nyonya Sundari mengemasi pakaiannya. Ia memutuskan kabur dari rumah bersama kedua anaknya. "Pokoknya, aku tidak sudi menerima uang dari nomor buntut yang kamu peroleh. Sekarang aku mau pergi. Tidak usah dicari," kata perempuan bertubuh ramping ini. Ia pulang ke rumah orangtuanya di Desa Pakunden, 10 kilometer dari Tambaksari. Wartono kemudian menyusul. Namun, Sundari tetap menolak diajak pulang selama uang hasil buntutan itu ada di rumahnya. "Saya baru mau pulang kalau semua uang itu diberikan kepada orang gila. Soalnya, uang itu sama saja dengan hasil perbuatan orang gila," katanya memberikan syarat. "Kalau tidak, lebih baik cerai." Semula Wartono keberatan. Namun, demi keutuhan rumah tangga, akhirnya ia menyerah. Rezeki nomplok itu diberikan kepada tetangganya. "Saya hanya mengambil Rp 5 ribu, uang saya sendiri," tambah pedagang gula kelapa ini dengan lesu. Sebenarnya, Nyonya Sundari tak keberatan memakai uang dari hasil buntutan. "Tapi karena uang itu diperoleh dari nomor yang berasal dari diri saya, saya tidak mau. Harga diri saya terinjak-injak," katanya. Celakanya, menurut Wartono, ramalan Mbah Dukun baru ampuh asal yang dijadikan alat "barang vital" istri sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini