APA hubungan matematika dengan musik rock? Jawabnya dapat Anda saksikan melalui layar televisi, Rabu pekan ini. Itulah film seri Square One yang akan ditayangkan TVRI setiap Rabu petang dalam programa nasional. Dalam serial yang penuh warna dan animasi itu, pelajaran matematika ditampilkan sebagai hiburan. Maklum, acara ini ditujukan bagi anak-anak berusia 8 sampai 12 tahun. Dan maksudnya memang agar anak-anak tertarik untuk mempelajari matematika tanpa perlu mengerutkan dahi. Walhasil, seperti iklan produk komersial, pelajaran matematika pun dibungkus oleh bermacam-macam daya tarik. Misalnya, rumus matematika dinyanyikan oleh sebuah band berirama rock dan berbagai lagu pop lainnya. Mirip seperti film iklan Coca-Cola. Dan seperti iklan pada umumnya, topik yang ditampilkan disampaikan dalam waktu singkat dan tempo yang cepat. Karena itu. masalah matematika yang dikemukakan pun sederhana. Misalkan kenyataan bahwa semua bilangan yang dikalikan dengan angka sembilan hasil akhirnya akan istimewa. Yaitu bila dijumlahkan akan mendapatkan angka sembilan. Penjelasan ini, bila disampaikan lewat tulisan seperti pada buku pelajaran, mungkin sulit diikuti. Namun, dengan teknik audio visual menjadi mudah dicerna. "Cara penyajiannya memang sangat menarik," kata Djoko Waliadi, yang biasa membawakan pelajaran matematika di TVRI. Persoalan angka sembilan itu, misalnya, disampaikan dalam bentuk cerita seperti gaya film seri I dream of Jeanny yang pernah ditayangkan TVRI, dulu. Djoko, yang biasa membawakan acaranya dengan alat peraga sederhana, memang patut iri pada penampilan Square One. Kehebatan program ini. Pembuatan serial ini ditangani kelompok profesional dengan dana memadai dari para sponsor. Mereka adalah Children's Television Workshop (CTW), kelompok di Amerika Serikat yang terkenal karena serial pendidikan anak-anak itu, misalnya, Sesame Street. Bayangkan, untuk membuat Square One, CTW sempat mewawancarai lebih dari 4.000 anak selama dua tahun. Kemudian sebagian anak-anak tersebut diajak melihat serial yang telah selesai dibuat, dan dipelajari reaksinya. Beberapa modifikasi dilakukan dan jadilah sehuah serial dengan 75 episode. Dan episode ini ditayangkan di AS sejak Januari 1987. Hasilnya ternyata cukup menggembirakan CTW. Dalam data Nielsen biasa dipakai sebagai standar keberhasilan acara TV di AS -- Square One berhasil merebut 23% pemirsa. Ini angka yang tinggi "jauh lebih tinggi daripada Sesame Street," kata Joan Ganz Cooney, Presiden CTW. Square One memang berbeda dengan Sesame Street. Terutama karena Sesame Street mengandalkan aktor yang berpakaian bagai binatang sedangkan Square One lebih pada teknik video modern. Karena itu, besar dugaan bahwa Square One di TVRI akan lebih digemari pemirsa daripada Sesame Street, yang ditayangkan Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Namun, bukan berarti Square One tak memiliki kekurangan. "Perbedaan penggunaan koma dan titik bisa membingungkan aak-anak kita," kata Dr. A. Rachman Djay, Direktur Ilmu Dasar Badan Pengkajian & Penerapan Teknologi (BPPT). Harap diingat, dalam bahasa Inggris, yang digunakan serial ini, penggunaan koma dan titik terbalik dengan yang dikenal dalam bahasa Indonesia. Misalnya, 7,500 dalam bahasa Inggris berarti tujuh ribu lima ratus, sedangkan dalam bahasa Indonesia bisa keliru menjadi tujuh setengah. Faktor bahasa memang akan jadi penghambat di sini. Namun, TVRI menyadari hal ini dan cukup tanggap, yaitu dengan mengupayakan pemberian teks (subtitling). Upaya ini tentu berarti biaya. Direktur Televisi Ishadi kepada reporter TEMPO Makmun Al Mujahid mengatakan, biayanya sekitar setengah juta rupiah untuk setiap episode. Namun, uang ini bukan berasal dari TVRI, melainkan dari IBM. Bahkan film Square One itu sendiri juga berasal dari perusahaan pembuat komputer itu. "Kami memang pemegang hak siaran Square one," kata Usamah Said, juru bicara PT USI, agen IBM di Indonesia. Semula hak siaran itu, menurut Ishadi, sempat ditawarkan ke TVRI dengan harga US$ 2.500 per episode. TVRI keberatan. Sebuah kompromi kemudian disepakati. Dengan menyiarkan bahwa acara ini merupakan kerja sama TVRI dan IBM pada awal dan akhir episode -- yang disiarkan TVRI baru 25 episode -- TVRI mendapatkan hak penyiaran yang sudah di-subtitle secara gratis. Ada 15 pakar matematika Indonesia yang mendukung TVRI untuk menayangkannya. Salah satunya Prof. Dr. Andi Hakim Nasoetion. Menurut guru besar di Institut Pertanian Bogor ini, serial Square One tak hanya bermanfaat bagi murid SD dan SMP, melainkan juga bagi para guru matematika dan orangtua murid. Sebab dapat merangsang minat pada matematika sekaligus juga pada bahasa Inggris. Djoko Waliadi juga mengingatkan bahwa serial ini bukan dimaksudkan sebagai pengganti pelajaran di sekolah. "Maksudnya hanya untuk memperlihatkan kepada anak-anak bahwa matematika itu bisa menarik," katanya. Dan IBM -- salah satu sponsor pembuatan Square One -- tampaknya tak kepalang tanggung dalam upaya memasyarakatkan matematika ini. Sebab, perusahaan komputer ini sedang menjajaki untuk membuat serial serupa di Indonesia. "Kami berupaya mendatangkan CTW untuk membuat serial itu di sini," kata seorang pimpinan IBM di Jakarta. Serial yang akan dibintangi anak-anak Indonesia ini diperkirakan akan menghabiskan biaya sekitar US$ 300 ribu.Bambang Harymurti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini