ADA djembatan penjeberangan melintang diatas djalan Kaliasin,
Surabaja. Djuga ada kampung baru seluas 30 ha sebagai tempat
penampungan 4000 djiwa manusia dengan 800 bangunan jang memenuhi
segala sjarat. Nama kampung itu Dukung Kupang. Tahun depan akan
diselesaikan pula kampung baru "Kerta djaja" diatas areal 175
ha, dan harganja tentu lebih mahal dari kampung disebut pertama
jang menelan hanja Rp 35 djuta. Melihat ini semua bagaimana
orang bisa mengatakan bahwa Tjak Kotjo, atau lengkapnja Kolonel
Sukotjo, walikota Surabaja itu "tidak membangun tapi hanja
melakukan rehabilitasi?" Dibanding keadaan 3 tahun sebelumnja,
Surabaja sudah mendjadi lebih baik. Setidak-tidaknja kota
mendjadi lebih bersemangat dalam banjak hal, terutama dalam
perdagangan.
Disamping itu ada pula kesibukan memikirkan hari lahir kota.
Kendati usia resmi Surabaja disebutkan 65 tahun, tapi banjak
orang merasa tidak enak hati karena Mpu Prapanca dalam
Negarakertagama menuturkan: "Apabila radja berada didaerah
Djanggala, senantiasa ia tinggal di Surabaja, darimana kemudian
a melandjutkan perdjalanan ..." Kalimat jang mengguntjangkan ini
terdapat dalam Ngara Kertagama kidungke-17 pupuh kelima baris
terachir. Ialau diperturutkan keterangan Prapanca, bisa-bisa
Surabaja mendjadi lebih tua 5 abad dari umurnja jang sekarang.
Timbullah berbagai keraguan tentang umur Surabaja hingga Tjak
Kotjo merasa perlu mengandjurkan kepada masjarakat untuk
menjelidiki dan menulis sedjarah lahirnja kota pahlawan jang
sekarang berdjuang untuk mendjadi kota raya itu.
Buruh musiman. Bekas Komandan KMKB (komando militer kota besar)
Surabaja jang mendjadi walikota sedjak tahun '66 mengatakan
"saja diwarisi kehantjuran kota akibat politik sentralisasi
Sukarno". Karena itu pula sebagian besar budget kota tertumpah
pada rehabilitasi dan menurut perhitungan jang dibuatnja,
Sukotjo berani menetapkan bahwa sampai tahun '73 kemampuan
Surabaja dapat dirumuskan sebagai berikut: potensi pentjegahan
bandjir hanja 30%, prasarana 50%, penjediaan tanah 74%,
perumahan 50% dan fasilitas umum 40%.
Sementara prasarana dan fasilitas kota terbatas, djumlah
penduduk djustru tidak terbatas. Penduduk Surabaja bertambah 4%
setiap tahun dan djumlahnja jang tetap hingga sekarang berkisar
antara 1,5 djuta djiwa. Dikatakan djumlah tetap, karena pada
musim patjeklik penduduk Surabaja bisa mendadak bertambah banjak
sedang pada musim panen serentak menjusut kembali. Sudah djadi
tradisi rupanja kalau patjcklik melanda desa, maka mengalirlah
orang-orang dari Lamongan, Madura, Djomhang dan daerah-daerah
sekitar ke Sura baja. Satu arus urbanisasi jang besar bisa
membuat Surabaja membengkak dengan 2,2 djuta penduduk. Dikota
ini mereka pegang pekerdjaan apa sadja jang terpegang dan biasa
diberi djulukan "buruh musiman" karena setiap musim panen mereka
terhisap kembali kedesa-desa. Urbanisasi musiman jang
ditimbul-kannja telah menambah pusing kepala Sukotjo jang sudah
tjukup berdenjut-denjut hanja karena masalah kepadatan penduduk
dengan beberapa slam area alias daerah miskin jang konon lebih
berdjubel dari Djakarta.
Tersangkut. Tapi kelihatannja ia tenang-tenang sadja, bahkan
sebagian bcsar orang mengatakan bahwa ia terlalu tenang. Mungkin
dugaan ini tidak persis, karena lebih tepat kiranja kalau
dikatakan bahwa Tjak Kotjo sangat berhati-hati. Budget kota jang
dipertjajakan padanja mendjadi sedikit gembung dengan suntikan
Rp 40 djuta tiap bulan dari upeti jang dipersembahkan oleh
casino dan beberapa jackpot. Sumber rezeki ini ditambah lagi
dengan Rp. 400.000 berupa padjak jang ditarik dari 6 nite club.
Kalau berhasrat pada djumlah jang lebih besar, tentulah bisa
karena masih ada lagi orang jang berniat mendirikan tempat
senang-senang seperti itu. Hanja Sukotjo sampai sekarang belum
djuga mengeluarkan izin, tapi djuga belum mengatakan tidak.
Penolakan pertama ditudjukannja kepada Usaha perdjudian Kim jang
walaupun sudah mendjandjikan upeti sekian % tapi toh tidak
mendapatkan lampu hidjau.
Untuk penolakannja, walikota itu tentu punja alasan sendiri
karena diam-diam ia berusaha menekan casino agar mempersembahkan
Rp 40 djuta (hal tidak Rp 35 djuta seperti jang terdjadi selama
ini. Sudah 7 bulan ia merintis kenaikan Rp 5 djuta itu tapi
sampai sekarang masih terkatung-katung. Mengapa? Menurut jang
empunja tjerita persoalan ini bukan tersangkut dicasino jang
boleh dikatakan tidak "berdaja" tapi tersangkut di Pangdam VIII
Brawidjaja. Bagaimana bisa? Bukankah seorang walikota adalah
penguasa tunggal diwilajahnja? Ternjata bukan.
Ardjuna Sebelum mengambil keputusan jang menentukan terutama
dalam soal uang, sang kolonel harus lebih dulu bertepaselira
dengan 7 panglima ABRI (4 daripadanja adalah tokoh-tokoh AL
jaitu Pangdaeral, Pangkowiltim, Pangkoarsam dan Pangkowasmar).
Untuk mengintensifkan pemasukan padjak tontonan dari 27 bioskop
jang 24 diataranja berada dibawah lindungan Usdikari (Usaha
Berdikari ABRI), walikota jang pernah melanglangbuana dalam
pasukan Garuda di Congo, hampir sadja mengalami kegagalan.
Walaupun begitu target padjak tontonan sebesar Rp 11 djuta belum
pernah ter-tjapai. Terlalu pahit agaknja berada dalam kondisi
begini, namun Sukotjo telah melakukan sesuatu. Konon pada
pertengahan tahun '69 ia telah menjegel bioskop Ardjuna, satu
bioskop terbesar jang tidak bersedia bajar padjak. Akibat
perbuatan Tjak Kotjo jang nekad ini, fihak Kodim Surabaja
mengirimkan beberapa truk pasukan bersendjata kealamat
pemerintah daerah. Apa jang terdjadi? Untunglah bukan
pertumpahan darah. Sukotjo kali ini keluar sebagai pemenang.
Ardjuna melunasi padjaknja dan Sukotjo mentjabut segel atas
bioskop itu
Porsi & rezeki. Dengan bukti njata seperti diatas masih ada
orang sipil berkata: "Pak Kotjo tidak tegas, organisasi
pemerintah daerah selalu katjau-balau". Memang segalanja tidak
bisa berdjalan lurus atau mulus seperti peristiwa Ardjuna.
Peristiwa-peristiwa lain jang mendjadi buah bibir dikalangan
tertentu, telah membuat sebagian dari mereka disergap perasaan
tidak sabar. Begitu tidak sabar hingga ada jang mentjetus:
"Semangat pembangunan makin tahun makin merosot". Mungkin jang
dimaksudkan adalah kenjataan bahwa Surabaja jang punja kemampuan
besar untuk membangun telah tidak memanfaatkan kemampuan itu.
Ini terutama disebabkan oleh beberapa pihak jang menganggap kota
pahlawan itu-sebagai satu porsi kue jang diperebutkan
beramai-ramai. Setiap usaha inkonvensionil berarti
membagi-redjeki jang tidak konven-sionil pula, begitu pendapat
Atjin Yassien, koresponden TEMPO jang membuat laporan dari sana.
Beberapa tjontoh soal dideretkan Lotto Surya jang pernah
berdjalan hampir setahun tjuma menghasil-kan 6 SD dan 15 lokal
sekolah. "Bila ditaksir sekitar Rp 20 djuta", kata kepala humas
Drs. Ali Prajitno. Kalau diingat pendapatan lotto itu setiap
bulannja Rp 20 juta, maka kemana lari uang jang selebihnja?
Sementara itu seorang anggota BPH (Badan Pemerintah Harian)
dikabarkan bersekutu dengan pemborong Plaza Theatre, jang
mengakibatkan gedung mewah itu hampir tahun tidak mendapat izin
untuk dibuka. Lalu seorang anggota DPRD telah "ada main" dalam
pembangunan pasar Turi. Perombakan wilajah Kembang Djepun
mengalami banjak hambatan antara lain karena pengusaha jang
kehilangan sebagian bangunannja karena pelebaran djalan telah
berusaha menggagalkan perombakan itu. Dan banjak lagi jang lebih
parah dari ini. Untuk menghentikan berbagai keparahan itu
mungkin Tjak Kotjo harus memberikan beberapa peladjaran lagi
sematjam jang telah ditondjolkannja dalam peristiwa bioskop
Ardjuna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini