Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Sudah coba bb senen ?

33 buah banku batu di pekarangan pusat pertokoan senen, dimonopoli gelandangan intelek untuk tempat bermenung dari pagi hingga malam. mengusir gelandangan intelek lebih sulit daripada mengusir gembel.

26 Juni 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENURUT dongeng di Maluku ada batu berdaun dan bertangkai jang bisa membuka mulutnja dan menelan manusia. Lalu menurut pengamatan reporter Martin Aleida, konon di Djakarta ada benda jang bisa disebut sebagai batu bermenung. Batu-batu seperti itu berdjumlah 33 buah dan dapat ditemukan dipekarangan pusat pertokoan Senen, diatas sepetak tanah jang sekarang di kenal sebagai taman. Apa jang kita ketahui tentang taman dari tjerita-tjerita orang jang lama berdiam diluarnegeri, adalah sebuah tempat rekreasi umum dilengkapi dengan pohon dan bunga-bunga, padang rumput dan tentu sadja bangku-bangku tempat duduk. Bila orang-orang disana menggunakan bangku sebagai tempat berlepas-lelah dan sekaligus bertjengkerama dengan alam sekitarnja, maka bangku ditaman Senen sebagian besar dimanfaatkan untuk tempat bermenung: Begitu sering orang-orang merenung dan tertjenung diatasnja, hingga kalau Martin memben djulukan batu bermenung, tentulah tidak akan terlalu aneh kedengarannja. Pantat. Sesungguhnjalah mereka orang-orang itu -- djelas kelihatan termenung dan melamun djauh kedunia lain. Ekspressi patung Rodin -- le penseur, pemikir -- adalah ekspressi jang paling menondjol jang hinggap diwadjah orang-orang jang duduk diatas batu-batu itu. Tentu sadja diantara para pengelamun terselip djuga satu dua orang jang benar-benar istirahat sambil batja koran atau komik. Dapat dikatakan bahwa ke-33 bangku bermenung itu hampir sepandjang hari didiami pantat-pantat jang sama, ketjuali kalau kebetulan hari hudjan. Bila diperhatikan para langganan taman Senen jang setia, bisa dilihat bahwa mereka selalu mengenakan badju jang lumajan, kadang-kadang djuga lebih dari lumajan. Seputjuk pulpen atau ballpoint terselip disaku kemedja bahkan ada djuga map jang terkepit diketiak. Sedjak pintu toko mulai dibuka pagi hari sampai larut malam, batu-batu bermenung terus menerus ditempati. Bahkan djendjang tiang bendera jang terletak di tengah taman djuga kadang-kadang kebagian pant' Intelektuil. Taman jang selalu penuh adalah taman jang ideal, tapi penuhnja taman Senen djustru menimbulkan rasa kesal. Dan djuga merepotkan. Mengapa? Karena pengundjung taman itu tidak bertukar, mereka-mereka djuga sepandjang hari jang bertjokol disana, para pengelamun itu. Atau para gelandangan, menurut istilah Pelda KKO Sulaiman Wakil Perwira Keamanan Projek Senen. Lalu tanpa diminta ia menambahkan: "Gelandangan terbagi dua. Pertama jang gembel, pakaian tjompang-tjamping. Jang kedua, gelandangan intelektuil. Mengusir gelandangan jang pertama, gampang tak ada soal. Tapi gelandangan intelektuil sulit. Kita tak punja dasar untuk ngusir. Kalau mereka balik bertanja mengapa diusir, sulit. Kita tak punja dasar". Mengapa terfikir untuk mengusir mereka? Hal ini dapat dikembalikan pada maksud semula mendirikan taman, jang menurut Pelda Sulaiman dibuat chusus untuk orang-orang jang berbelandja ke Senen. Sesudah keluar masuk toko, mereka bisa duduk-duduk ditaman itu. Ternjata jang terdjadi sekarang tidak demikian. Bangku-bangku taman telah dimonopoli oleh gelandangan intelektuil, hingga orang-orang jang berbelandja tidak kebagian tempat. Kalaupun tempat itu ada, mereka akan segan berada ditengah-tengah gelandangan jang kerdjanja bermenung terus-terusan. Djadi taman sudah mengalami penjalahgunaan, dan djustru hal ini jang tidak bisa ditindak. Seperti-dikatakan Sulaiman, kita tidak punja dasar. Rendez-vous. Pelda jang kemampuannja hanja sampai pada mengamat-amati sadja sampai pada kesimpulan bahwa 70% dari penghuni batu-batu bermenung adalah penganggur. "Saja sampai bisa mengenali, orangnja itu-itu djuga". Bahkan dia tahu apa sadja jang mereka lakukan. "Kadang-kadang kalau pemuda, taman itu djadi sematjam tempat rendez-vous dengan wanita. Kemudian mereka berangkat entah kemana". Atau "diantara mereka ada djuga jang tjuma menghabiskan waktu, sedang biaja hidupnja sudah ditjukupi orangtuanja. Ada djuga jang hidup dari ngobjek, disitu mereka bisa ketemu teman senasibnja. Ada djuga jang menghabiskan waktu sementara belum ada djawaban untuk lamaran jang sudah dia adjukan diberbagai tempat", demikian kata Sulaiman. Petugas ini jang pernah mengikuti pendidikan di Kentucky, Amerika, pada tahun '54, mengatakan pula bahwa kalau taman didjadikan tempat pelarian sementara bagi para penganggur itu ada lah soal biasa. Tidak terketjuali di Amerika jang walaupun makmur, api belum berhasil melenjapkan penganggur. Tapi tentulah mereka -- kaum penganggur itu, tidak sebanjak disini. "Ditaman-taman banjak pelantjong muda jang tidur dibangku-bangku, karena kalau tidur dihotel terlalu mahal". Bukan sadja untuk tidur, tapi untuk perkosaan dan pembunuhan, taman jang merupakan tiruan alam dengan semak belukar dan pepohonan rindang, ternjata merupakan tempat jang ideal. Pesanan. Hal jang segawat itu belum sampai terdjadi di Senen, terutama karena taman jang ada hanjalah tanah sepetak ketjil, tanpa rumput, apa pula belukar dan pohon rindang. Jang ada hanjalah pohon pesanan, rapi ditanam dalam pot, dibalik mana bahkan kutjing pun tidak bisa bersembunji. Disamping itu konon 110 orang anggota pasukan keamanan projek jang terbagi dalam satuan keamanan parkir, keamanan mental dan keamanan fisik, berdjaga-djaga terus, demi ketentraman orang-orang jang ber-belandja dan mungkin djuga ketentraman orang-orang jang menghabiskan waktunja diatas batu bermenung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus