Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Candu Itu Bernama Lari

Berawal ingin menurunkan berat badan, kini para pelari perempuan termotivasi mencetak rekor pribadi.

22 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dok. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Haap... Byurrr!!!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari atas dek KRI Banda Aceh setinggi lebih dari 15 meter, Kelly Tandiono melompat ke laut berombak. Bukan laut biasa, kali ini Kelly harus menaklukkan Samudra Hindia dengan ombak yang cukup besar dan arus kencang. Model berusia 32 tahun ini segera menggerakkan kaki dan tangan untuk berenang sejauh 1,5 kilometer untuk menggapai bibir Pantai Tapak Paderi, Bengkulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hanya butuh waktu 10 menit, Kelly mendarat. Tak jauh, sebuah sepeda sudah menunggu. Ini tantangan berikutnya bagi perempuan kelahiran Singapura itu: bersepeda sejauh 40 kilometer. Jarak sejauh itu ia tempuh dalam waktu 42 menit. Terakhir, Kelly harus berlari di sepanjang pantai dengan jarak 10 kilometer. Ia mencapai garis finis dalam waktu 30 menit.

Total, tiga aktivitas yang menguras tenaga itu dilahap Kelly dalam waktu 1 jam 27 menit. Terhitung cepat untuk sebuah acara triatlon. Walhasil, Kelly mendapatkan podium peringkat ketiga dari ratusan peserta yang ikut dalam acara Bengkulu Triathlon 2017. "Mungkin ini acara triatlon paling berkesan yang pernah saya ikuti," kata Kelly kepada Tempo, Rabu lalu.

Selain medan lomba yang menantang dan prestasi yang diraih, Kelly menilai kemasan acara juga menarik. "Bayangkan lompat dari atas kapal perang ke laut terbuka."

Namun, podium ketiga di Bengkulu Triathlon bukanlah satu-satunya prestasi Kelly dalam lomba ketahanan itu. Sudah berkali-kali Kelly naik podium. Misalnya, ia menjadi juara pertama di Belitung dan Bali Triathlon pada 2016-2017. "Seneng banget bisa dapet beberapa achievement di triatlon." Terakhir ia mengikuti Seoul Marathon, Korea Selatan, pada Maret lalu.

Kelly memang menyukai olahraga sejak kecil. Model yang bergabung dengan sebuah agensi di Los Angeles, Amerika Serikat, ini dulu menekuni olahraga lari jarak pendek alias sprint. Bahkan ia pernah bercita-cita menjadi seorang sprinter. Karena sudah suka sejak lama, Kelly merasakan betul manfaat olahraga, seperti badan lebih segar, tidak mudah lelah, dan jarang jatuh sakit.

Beranjak dewasa, Kelly berkenalan dengan olahraga lain, seperti bersepeda dan renang. Kedua olahraga ini berhasil membuatnya jatuh cinta. Bentuk olahraga yang berbeda-beda itu, menurut dia, tak membosankan. "Latihannya juga menyenangkan."

Meski sibuk jadi model, Kelly tetap menyempatkan diri berlatih. Hampir setiap hari dalam sepekan ia berolahraga. Polanya berganti-ganti, misalnya, Senin berenang, Selasa bersepeda, Rabu berlari, Kamis kembali berenang, dan begitu seterusnya. Jika kegiatan sedang padat, Kelly memilih olahraga ringan seperti joging di kompleks rumahnya atau sekadar latihan yoga di rumah.

Meski sudah menyukai lari sejak dulu, Kelly baru berkesempatan mengikuti lari maraton di Seoul Marathon. Walau baru sekali, ia mengaku langsung menyukai maraton. Sebelumnya, Kelly biasa berlari dalam jarak pendek. Namun sewaktu hendak ikut maraton di Seoul, ia harus berlatih intensif selama tiga bulan. "Latihannya bertahap, pekan pertama lari 18 kilometer, pekan kedua naik 25 kilometer, lalu 35 kilometer, sampai maraton penuh 42,1 kilometer."

Menurut Kelly, maraton membuatnya menjadi lebih sabar dan menahan diri untuk berlari dalam kecepatan tinggi. "Karena basic-nya aku sprinter, jadi maunya lari cepat terus." Jarak tempuh yang jauh juga menjadi tantangan tersendiri karena sebelum ikut maraton, jarak terjauh yang pernah ia tempuh dengan berlari hanya 17 kilometer.

Kelly bukan satu-satunya pesohor perempuan Indonesia yang menyukai olahraga lari. Beberapa pesohor perempuan, seperti Dian Sastro, Melanie Putria, Andien Aisyah, Sigi Wimala, dan Maria Selena, kerap mengunggah aktivitas olahraga mereka di media sosial. Hal ini membuat olahraga lari maupun triatlon menjadi semakin populer.

Popularitas lari, maraton, dan triatlon juga bisa dilihat dari puluhan acara yang diadakan perusahaan swasta hingga lembaga pemerintahan setiap tahun. Adapun bagi kalangan pelari, salah satu target mereka adalah bisa tampil di ajang lari internasional, seperti Tokyo Marathon, London Marathon, Berlin Marathon, hingga New York Marathon.

Puluhan peserta dari Indonesia biasanya ikut dalam acara yang tergabung dalam World Marathon Majors itu. Di London Marathon, April lalu, misalnya, ada 39 peserta dari Indonesia di tengah kerumunan 40 ribu pelari. Bahkan, di saat bom meledak di Boston Marathon pada 2013, beberapa pelari dari Indonesia juga ikut berlomba. Praktis tiap tahun sejak digelar pertama kali pada 2006, pelari dari Indonesia turut berkompetisi. Sebagian di antaranya para perempuan pelari.

Jatuh cinta pada lari jarak jauh juga dirasakan Adita Irawati. Staf Khusus Presiden Joko Widodo yang juga mantan Wakil Presiden Direktur Telkomsel itu menyukai maraton tanpa sengaja. "Awalnya saya cuma hobi lari jarak pendek, dengan keluarga setiap akhir pekan." Hobi itu ia lakukan pada 2013. Waktu itu, ujar dia, acara perlombaan lari yang digelar perusahaan swasta sedang menjamur. "Saya jadi tertantang ikutan."

Meski belum lama berhobi lari, Adita memberanikan diri berpartisipasi dalam lomba lari berjarak 5 kilometer. Jarak itu ia lahap dalam waktu 38 menit. Merasa performa larinya lumayan oke, Adita terpacu berlatih lari lebih serius. "Motivasi utamanya karena ingin sehat saja. Sejak rutin lari stamina menjadi terjaga, enggak gampang drop."

Adita semakin rajin mengikuti lomba lari yang banyak diadakan di Jakarta. Pada 2017, ia mendapatkan kesempatan berlari di Chicago Marathon. Sebelumnya, Adita juga rutin memburu acara-acara maraton di luar negeri. Catatan waktu terbaiknya dalam ajang ini tercipta di Melbourne Marathon 2015. Ia berhasil menempuh lari maraton penuh selama 4 jam 52 menit.

Namun, kata Adita, acara lari yang paling berkesan yang pernah ia ikuti bukanlah yang bersifat kompetisi. Sejak tahun lalu, Adita aktif di komunitas NusantaRun. Komunitas ini rutin mengadakan acara lari jarak jauh untuk penggalangan dana bagi pendidikan anak-anak di pelosok Indonesia.

Dua pekan lalu, Adita baru saja menyelesaikan lari jarak jauh dari Wonosobo, Jawa Tengah, ke Gunungkidul, Yogyakarta. Jarak tempuhnya tak main-main, 169 kilometer! Jarak sejauh itu ditempuh Adita dalam waktu 41 jam. "Yang paling berkesan karena saat saya finis, kampanye saya berhasil mengumpulkan donasi Rp 171,83 juta. Jika ditotal dengan pelari lain, jumlah donasi yang terkumpul mencapai Rp 2,2 miliar."

Sama seperti Kelly yang punya kesibukan padat, Adita juga harus bersiasat mencuri waktu untuk berlatih. Meski begitu, ujar dia, hal terpenting ketika seorang perempuan terutama yang telah berkeluarga menekuni lari adalah dukungan dari keluarga. "Alhamdulillah suami dan anak-anak mendukung." Ia sering mengajak keluarganya ketika ia mengikuti maraton. "Keluarga menunggu di garis finis, mereka ikut merasakan kegembiraan dan atmosfer acaranya."

Komitmen dan dukungan keluarga itu pula yang dirasakan Hilda Novianti, ibu dua anak dan pegawai sebuah bank swasta yang jadi pegiat triatlon. "Paling berat itu mengatur jadwal latihan dengan kepentingan keluarga," ujar perempuan 37 tahun itu kepada Tempo kemarin.

Lima hari dalam sepekan, ia harus bangun pagi untuk latihan berlari, berenang, atau bersepeda. Sering kali ia harus latihan saat anak-anaknya masih tertidur. Kompensasinya, ia menyediakan waktu untuk suami dan anak-anak pada akhir pekan. Toh, pada akhir pekan pun bukan berarti ia bebas latihan. Sama seperti hari biasa, pada Minggu subuh biasanya Hilda sudah keluar rumah untuk olahraga. "Saya beruntung karena punya support system yang kompak di rumah, semuanya mendukung."

Untuk menjaga motivasi dalam berlatih, Hilda memanfaatkan kelompok penyuka olahraga triatlon. Kini ia aktif bersama komunitas Tribuddies.

Faktor yang membuat keluarga Hilda mendukung aktivitasnya adalah karena ia melibatkan suami dan anak-anaknya. Kebetulan suami Hilda juga menyukai olahraga lari. Sedangkan kedua anaknya ia daftarkan di kelas atletik. "Jadi setiap Sabtu kami rutin olahraga bareng." Hal ini berhasil menumbuhkan kecintaan terhadap olahraga kepada kedua anak Hilda.

Kecintaan Hilda pada triatlon bermula dari motivasi sederhana: menurunkan berat badan setelah melahirkan. Ceritanya, pada 2014, Hilda merasa tubuhnya kelebihan berat badan setelah melahirkan anak kedua. Waktu itu ia merasa tidak percaya diri dengan bentuk tubuhnya. "Ukuran baju dari biasanya S naik menjadi M, bahkan L." Ketidakpercayaan diri itu mempengaruhi kualitas hidupnya. "Saya jadi malas bergaul, karena merasa malu pada tubuh saya sendiri."

Ia memulai olahraga dengan mendaftarkan diri ke sebuah gymnasium. Di sana ia bertemu dengan pelatih yang mengajaknya untuk mencoba olahraga lari dan bersepeda. "Kebetulan cocok, saya lalu memutuskan beli sepeda." Saat sedang asyik bersepeda, ia bertemu dengan komunitas Tribuddies. "Dari sana saya dijerumuskan ke triatlon," ia berseloroh.

Sejak berfokus pada olahraga lari dan triatlon, sudah banyak acara triatlon maupun maraton yang diikuti Hilda. Di antaranya Sungailiat Triathlon dan Singapore Triathlon pada 2017. Pada tahun yang sama ia berpartisipasi di Chicago Marathon. Tahun ini ia ikut Berlin Marathon di Jerman. Sedangkan tahun depan, ia menargetkan turun di triatlon Toyota Ironman di Bangsaen, Thailand.

Tak hanya merasakan manfaat kesehatan, aktivitas olahraga yang dilakukan Hilda mendatangkan berkah lain. Berkat sering mendokumentasikan kegiatan dan aneka prestasi di akun Instagram @hildnov, ia mendapatkan sponsor dari sejumlah perusahaan penyedia perlengkapan olahraga. Ia bahkan menjadi duta bagi sebuah merek minuman kesehatan.

Masalah berat badan juga pernah dialami Melanie Putria, artis dan mantan Puteri Indonesia 2002. Waktu melahirkan putranya pada 2012, Melanie merasakan tubuhnya yang melar. Tapi ia berhasil menurunkan bobot dan memperbaiki bentuk tubuh dalam waktu singkat, yakni tiga bulan. Olahraga lari menjadi solusi Melanie untuk masalah itu. "Manfaat lari banyak sekali, memperkuat otot jantung sekaligus membakar lemak," ujarnya saat diwawancarai Tempo.co beberapa waktu lalu.

Aktivitas lari yang dilakukan Melanie semakin meningkat dan serius setelah ia bergabung dengan komunitas Indorunners. Awalnya dia hanya berlari di sekitar Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, dengan jarak 10 kilometer. Tapi jarak tempuhnya terus bertambah sampai ia berhasil finis dalam acara maraton di Singapura.

Pencapaian itu memotivasi Melanie untuk turun di berbagai acara maraton internasional lain. Ia pernah mengikuti Tokyo Marathon, Chicago, dan London. Bagi Melanie, olahraga ini bermanfaat untuk menjaga mood dan suasana hatinya. "Setiap habis lari rasanya jadi lebih bahagia." PRAGA UTAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus