Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cara Kaya Gubernur dan Bupati

Sejumlah gubernur dan bupati diduga melakukan transaksi keuangan yang mencurigakan. Miliaran rupiah berlalu lintas di rekening mereka. Beberapa di antaranya dicurigai berkaitan dengan korupsi.

25 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kami ini keturunan orang kaya," Gubernur Lampung Sjachroedin Zainal Pagaralam berkata. Suaranya meninggi, lalu dia menambahkan, "Harta kami banyak." Ia menyatakan sebagian hartanya telah digunakan buat kepentingan sosial.

Sjachroedin dikenal seantero Lampung sebagai salah satu orang terkaya. Asetnya antara lain Bumi Kedaton Resort. Terbentang seluas 15 hektare di lereng Batupuru, Tanjungkarang Barat, kawasan ini dilengkapi kebun binatang dan hotel. Siamang, rusa, gajah, dan beraneka jenis burung menghuni kawasan ini. Saban akhir pekan, Bumi Kedaton menjadi pilihan warga Lampung berekreasi.

Enam bangunan penginapan berarsitektur Lampung didirikan di lokasi itu. Tak ketinggalan gedung pertemuan adat dan masjid megah. Di gedung pertemuan itu, pemberian gelar adat bagi mantan presiden Megawati Soekarnoputri digelar tujuh tahun silam. "Saya bangun kawasan ini sejak 2004," kata Sjachroedin.

Mengenakan batik biru dan berkopiah, Senin pekan lalu, Sjachroedin berusaha menjelaskan latar belakang keluarganya. Ini penting, bagi dia, buat menyanggah temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang menyebutkan istrinya, RR Truly Triwulandari, melakukan transaksi mencurigakan pada 2009.

Menurut informasi yang dikumpulkan Tempo dari sejumlah lembaga, Truly menerima setoran di atas Rp 1 miliar pada 2009. Lalu lintas duit ini dinilai mencurigakan oleh PPATK. Tapi Sjachroedin mengatakan rekening istrinya berisi dana Rp 5 miliar. Mantan Direktur Operasional Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia ini menyatakan, "Itu hasil penjualan warisan orang tua istri saya."

Selain Truly, sejumlah nama beken masuk teropongan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Di antaranya Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin, dan Gubernur (nonaktif) Sumatera Utara Syamsul Arifin. Juga masuk daftar: Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, Gubernur Papua Barat Abraham O. Atururi, serta mantan Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman.

Sejumlah pejabat daerah setingkat bupati juga masuk daftar. Di antaranya Bupati Lebak, Banten, Mulyadi Jayabaya, dan mantan Bupati Karawang, Jawa Barat, Dadang S. Muchtar. Mereka merupakan kepala daerah yang masuk daftar penyelenggara negara yang terindikasi melakukan transaksi keuangan mencurigakan. Daftar ini sudah diserahkan Ketua PPATK Yunus Husein ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni lalu. Pada awal Juli, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menerima laporan serupa.

Laporan yang sebagian salinannya diperoleh Tempo juga mencantumkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dewan perwakilan rakyat daerah, perwira tinggi polisi, dan bendaharawan pemerintah daerah. Umumnya, indikasi awal temuan PPATK dari transaksi mencurigakan adalah seputar dugaan korupsi, gratifikasi, dan penyuapan.

Dari hasil penelusuran PPATK hingga Mei 2011, seperti yang tertulis di laporan itu, ditemukan 2.392 transaksi keuangan mencurigakan. Dari jumlah itu, transaksi janggal paling banyak dilakukan atas nama bendaharawan, yakni 1.287 rekening. Berikutnya bupati dan pejabat daerah, 376 rekening, serta staf pengelola keuangan, 729 rekening.

Selanjutnya, PPATK melakukan analisis atas laporan tersebut. Hasilnya, terdapat 308 laporan hasil analisis dengan terlapor 347 orang. Semua laporan itu telah diserahkan ke penyidik kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk ditindaklanjuti.

Dimintai konfirmasi soal informasi ini, Yunus Husein menolak menjawab. "Undang-undang melarang saya membuka itu," katanya. Sebaliknya, Menteri Gamawan membenarkan sejumlah nama yang disodorkan Tempo ada dalam laporan yang dia terima. "Nama-nama itu ada. Tapi banyak lagi nama lain," kata mantan Gubernur Sumatera Barat ini.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M. Jasin mengaku menerima laporan transaksi mencurigakan milik sejumlah gubernur dan bupati itu. "Masih dalam proses pengkajian," ujarnya. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad serta Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Sutarman juga mengiyakan soal laporan tersebut. "Tapi nama-namanya tidak bisa dibuka," kata Noor.

Tidak semua transaksi mencurigakan tergambar jelas kaitan-kaitannya. Satu transaksi yang bisa memberikan gambaran terlihat pada rekening Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang.

l l l

Rumah beton bercat putih itu tampak paling asri di antara puluhan rumah toko sepanjang Jalan George Obos, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Dibangun dengan arsitektur Jawa, halaman rumah milik Teras Narang itu dipenuhi ratusan anggrek hutan.

Di garasi tampak dua mobil dinas resmi dengan nomor KH 1 dan satu mobil yang siap untuk sang istri. Teras juga mempunyai dua mobil pribadi: Toyota Alphard 2003 dan Kijang Krista.

Teras dicurigai melakukan transaksi keuangan janggal pada 2008. Dalam salinan laporan hasil analisis yang diperoleh Tempo, Teras, yang menjadi nasabah PT Bank Mandiri cabang DPR, disebutkan pernah menerima kiriman Rp 2 miliar. Dana berasal dari pencairan empat cek milik PT Sampit. Dana dari cek bernomor EB 168973, EB 16897, EB 168971, dan EB 168970 itu dicurigai tidak memiliki dasar transaksi (underlying transaction).

Selain itu, ada aliran dana masuk ke rekening Teras yang sumber dananya berasal dari PT Kapuas Prima Coal, perusahaan tambang lokal, senilai Rp 2,1 miliar. Fulus dari perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Tengah ini tidak langsung masuk ke rekening Teras, tapi dua kali singgah di rekening Yudi dan Pudjirastuti Narang. Dari penelusuran Tempo, Yudi tercatat sebagai Direktur Kapuas. Adapun Pudjirastuti adalah kakak perempuan Teras, yang sekarang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Tengah.

Sumber Tempo mengatakan semula PPATK mencatat ada empat laporan transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan Teras pada 2008. Namun, setelah dia memberikan klarifikasi lewat kepolisian dan kejaksaan, pada tahun ini hanya tersisa satu transaksi yang dinilai belum terang.

Saat dimintai konfirmasi, Teras mengakui ada empat transaksi yang sempat dicurigai bermasalah oleh PPATK. Namun, menurut dia, empat transaksi itu berasal dari hasil penjualan kebun yang didirikan secara berpatungan dengan Pudjirastuti. Adapun soal aliran dana Kapuas Primal Coal, Teras mengaku tidak tahu. "Kakak saya memang memiliki hubungan baik dengan perusahaan itu," katanya.

Kaitan transaksi dengan dugaan pelanggaran juga tergambar dalam rekening Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin, yang melakukan satu transaksi bermasalah pada 2010. Rudy, yang sebelumnya Bupati Banjar, memiliki empat rekening di PT BCA cabang Banjarmasin. Pusat Pelaporan mengendus kiriman dana senilai Rp 322 juta ke rekening itu, yang diduga memiliki kaitan dengan pembebasan tanah hak guna bangunan pabrik kertas PT Golden Martapura milik Gunawan Sutanto.

Penelusuran aparat menemukan kedekatan waktu pengiriman dana dengan terbitnya surat keputusan Rudy sebagai bupati untuk memberikan santunan kepada penduduk yang melepaskan tanahnya kepada Golden Martapura. Dugaan adanya permainan semakin diperkuat dengan penetapan tersangka oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus kepada Rudy dalam kasus ini pada 16 September 2010.

Rudy membantah keras dana di rekening di BCA miliknya berasal dari Gunawan Sutanto. Menurut dia, seluruh isi tabungannya merupakan hasil pendapatan yang disimpan sedikit demi sedikit. "Tidak ada kaitannya dengan itu (Golden Martapura)," katanya. "Kalau PPATK punya bukti, silakan saja."

Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin—saat ini pesakitan KPK dalam kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Langkat senilai Rp 98 miliar—menjadi terlapor karena diduga melakukan aktivitas perbankan janggal. Tak tanggung-tanggung, sepanjang 2009, PPATK menyebut ada sembilan transaksi mencurigakan senilai Rp 55 miliar di PT Bank Sumut. Selain tidak memiliki underlying transaction, menurut PPATK, transaksi yang dilakukan mantan Bupati Langkat ini semakin mencurigakan setelah Badan Pemeriksa Keuangan menemukan ada dugaan penggelapan APBD Langkat senilai Rp 101 miliar.

Rudy Alfonso, kuasa hukum Syamsul, mengatakan dalam persidangan yang dijalani kliennya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, transaksi janggal versi PPATK itu sama sekali tidak disinggung. "Tidak ada sama sekali itu," katanya.

l l l

Menjalani hukuman satu tahun dalam kasus suap alih fungsi hutan lindung Tanjung Api-api tidak otomatis membuat Syahrial Oesman lepas dari status terlapor PPATK. Dalam laporan itu, mantan Gubernur Sumatera Selatan ini sepanjang 2009 tercatat melakukan empat kali transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan praktek suap alih fungsi hutan lindung. Penny Sasriana dari Kantor Hukum Chairul S. Matdiah, yang pernah menjadi pengacara Syahrial, mengaku tidak tahu-menahu soal temuan PPATK itu.

Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dan Gubernur Papua Barat Abraham O. Atururi juga tersangkut perkara transaksi janggal. Karel diketahui tercatat melakukan empat kali transaksi keuangan mencurigakan sepanjang 2009. Ia juga melakukan satu kali transaksi pada 2008.

Kepala Humas Kantor Gubernur Maluku Jemmy Leiwakabessy mengatakan tidak tahu. "Saya belum dengar beliau pernah dipanggil KPK atau Kejaksaan Agung," katanya. Adapun Abraham tidak menjawab pertanyaan lewat pesan pendek yang dikirimkan ke telepon selulernya.

l l l

Klaim sebagai orang kaya dan memiliki banyak usaha menjadi jurus jitu berkelit dari tudingan memiliki transaksi keuangan mencurigakan. Kiat ini ditempuh Mulyadi Jayabaya, Bupati Lebak, yang oleh PPATK ditengarai melakukan satu transaksi janggal pada 2011. Mulyadi disebut-sebut menerima setoran tunai lebih dari Rp 1 miliar.

Mulyadi mengatakan setoran tunai Rp 1 miliar itu adalah pencairan kredit mobil anaknya yang masuk rekening BRI pada 2009. Transaksi ini, menurut dia, sudah diperiksa Kejaksaan Agung dan dinyatakan tidak ditemukan bukti kuat. "Dana di rekening pribadi saya semua legal dan dari hasil usaha sebelum jadi bupati," katanya.

Dadang S. Muchtar, mantan Bupati Karawang yang terindikasi melakukan transaksi mencurigakan sepanjang 2011, memakai jurus yang sama. Aktivitasnya membayar premi asuransi yang nilainya mencapai Rp 500 juta per tahun dikatakannya bukan aktivitas ilegal. "Seluruhnya telah dilaporkan ke KPK sebelum dan sesudah menjadi bupati," ujarnya.

Dia menambahkan, dana pembayaran premi itu diperoleh secara halal dengan berbisnis saat masih jadi prajurit. "Sejak masih berpangkat letnan, saya sudah punya bisnis galian tanah merah satu-satunya di Karawang," kata Dadang.

Harta warisan, bisnis, juga tabungan menjadi tameng paling ampuh buat menahan kecurigaan.

Setri Yasra, Tito Sianipar (Jakarta), Nanang Sutisna (Karawang), Wasi’ul Ulum (Lebak) Nurochman Arrazie (Lampung), Khaidir Rahman (Banjarmasin), Karana W.W (Palangkaraya), Mochtar Touwe (Maluku), Parliza Hendrawan (Palembang)


Setoran Abu-abu Abdi Negara
Berbagai modus penyimpangan transaksi keuangan milik para pejabat daerah terendus Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Mulai penggunaan rekening pribadi untuk menampung uang negara, investasi surat berharga, hingga asuransi sampai transaksi janggal dalam jumlah besar.

Transaksi Keuangan Mencurigakan:

  1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi pengguna jasa.
  2. Transaksi pengguna jasa perbankan yang diduga buat menghindari pelaporan.
  3. Transaksi dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
  4. Transaksi keuangan yang diduga melibatkan harta hasil tindak pidana.

Transaksi yang Terendus
Hingga 2011, PPATK menerima 2.392 laporan transaksi keuangan mencurigakan milik para pejabat pemerintah.

Perincian:

  1. Bupati dan pejabat daerah:
    376 rekening
  2. Bendaharawan:
    1.287 rekening
  3. Staf pengelola keuangan:
    729 rekening

Obyek Pemeriksaan
Pejabat yang ditengarai melakukan penyimpangan, dari staf golongan III b sampai gubernur.


Mereka yang Dicurigai

1. Agustin Teras Narang

Jabatan:
Gubernur Kalimantan Tengah

Laporan kekayaan (11 April 2007):
Rp 23,009 miliar & US$ 104.556

Tuduhan:
Diduga menerima transaksi pencairan dana cek dari PT Sampit senilai Rp 2 miliar dan pengiriman dana yang sumber awalnya dari PT Kapuas Prima Coal senilai Rp 2,1 miliar.

Periode transaksi: 2008

"Itu dana milik kakak saya hasil penjualan kebun kelapa sawit. Bukan transaksi ilegal."

2. Rudy Ariffin

Jabatan:
Gubernur Kalimantan Selatan

Laporan kekayaan (1 Oktober 2009):
Rp 3,87 miliar & US$ 30.608

Tuduhan:
Terdapat beberapa transaksi mencurigakan yang masuk ke rekening dengan kisaran Rp 100 juta saat masih menjabat Bupati Banjar. Dana ini diduga setoran korupsi dalam pembebasan tanahpabrik kertas Golden Martapura. Kejaksaan Agung menetapkan Rudy sebagai tersangka dalam kasus ini.

Periode transaksi: 2003-2010

"Tidak ada kaitan dana itu dengan pembebasan tanah pabrik kertas. Itu murni tabungan saya."

3. Syamsul Arifin

Jabatan:
Gubernur Sumatera Utara (nonaktif)

Laporan kekayaan ( 21 Januari 2008):
Rp 7,006 miliar

Tuduhan:
Diduga menerima sembilan kali transfer dana dengan nilai total Rp 55 miliar yang ditengarai dari kas daerah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Bekas Bupati Langkat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus ini.

Periode transaksi: 2008-2009

"Data PPATK tidak pernah diungkap dalam persidangan Tipikor. Lagi pula ini transaksi saat beliau masih menjadi bupati."
Rudy Alfonso, kuasa hukum Syamsul Arifin.

4. Syahrial Oesman

Jabatan:
Bekas Gubernur Sumatera Selatan

Laporan kekayaan (9 Juni 2008):
Rp 4,258 miliar

Tuduhan:
Terdapat empat kali transaksi janggal di rekening pribadi. PPATK menduga ini terkait dengan kasus penyuapan pembebasan alih fungsi hutan lindung Tanjung Api-api. Dalam perkara yang diusut KPK ini, Syahrial telah divonis satu tahun penjara.

Periode transaksi: 2009

5. RR Truly Sjachroedin

Posisi:
Istri Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P.

Laporan kekayaan: -

Tuduhan:
Melakukan satu kali transaksi janggal sepanjang 2009 yang tidak sesuai dengan profil sebagai istri seorang pejabat pemerintah.

"Di rekening istri saya tersimpan tidak lebih dari Rp 5 miliar. Itu uang hasil penjualan warisan orang tuanya."
Sjachroedin S.P.

6. Mulyadi Jayabaya

Jabatan:
Bupati Lebak, Provinsi Banten

Laporan kekayaan ( 13 Maret 2009):
Rp 24,1 miliar

Tuduhan:
Terindikasi melakukan transaksi mencurigakan dan sering menerima setoran tunai hingga Rp 1 miliar.

Periode transaksi: 2011

"Itu bukan setoran proyek. Semuanya hasil usaha milik saya."

7. Dadang S. Muchtar

Jabatan:
Bekas Bupati Karawang, Jawa Barat.

Laporan kekayaan:
Rp 6,004 miliar

Tuduhan:
Melakukan transaksi pembayaran premi asuransi dengan nilai mencapai Rp 500 juta per tahun.

Periode transaksi: 2011

"Tuduhan itu hasil korupsi tidak terbukti. Saya sudah mengklarifikasi ke Kejaksaan Agung."

Naskah: Setri Yasra Sumber: Wawancara, Komisi Pemberantasan Korupsi, sejumlah dokumen Ilustrasi: Kiagoos, Kendra Paramita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus