Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Operasi dari Langit Jepang

KPK sejak Agustus lalu mendalami keterlibatan Edhy Prabowo dalam perkara ekspor benur. Ikut mengawasi lawatan Edhy ke Amerika Serikat.

28 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango (ketiga kiri) didampingi Deputi Penindakan Karyoto (kiri) menunjukkan tersangka berikut barang bukti pada konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020) dini hari./ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penyelidikan kasus suap ekspor benur yang melibatkan Edhy Prabowo dilakukan sejak Agustus lalu.

  • KPK juga menyelidiki keterlibatan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sejak Juni lalu.

  • Tim KPK bergerak saat Edhy Prabowo masih terbang di antara Jepang-Indonesia.

LEBIH dari tiga satuan tugas diterjunkan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada Rabu dinihari, 25 November lalu. Pelaksana tugas juru bicara komisi antikorupsi, Ali Fikri, mengatakan mereka yang diturunkan berasal dari Direktorat Penyelidikan, Direktorat Penyidikan, dan Direktorat Penuntutan. “Ini merupakan penugasan resmi, lebih dari tiga satuan tugas, baik penyelidikan dan penyidikan, termasuk jaksa penuntut yang ikut dalam kegiatan itu,” kata Ali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Edhy ditangkap di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Banten, selepas berkunjung ke Hawaii, Amerika Serikat. KPK mensinyalir dalam lawatannya itu dia menggunakan uang suap yang terkait dengan pengiriman benur atau bayi lobster. Di Amerika, upeti tersebut ia gunakan untuk membeli sejumlah barang mewah, seperti tas merek Louis Vuitton dan jam tangan Rolex. Edhy dan enam orang lain diterungku dalam jeruji besi. Dua di antaranya berstatus anggota staf khusus Menteri Kelautan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat. Laporan itu memaparkan ulah sejumlah pejabat Kementerian Kelautan mengharuskan menggunakan jasa pengiriman benur lewat perusahaan forwarding. “Perusahaan itu memonopoli jasa pengiriman dengan tarif Rp 1.800 per ekor,” ucapnya. Sebagian besar duit yang terkumpul dari pengenaan tarif itu, yaitu sekitar Rp 25 miliar, mengalir ke para pejabat Kementerian Kelautan, termasuk Edhy Prabowo.

Dua penegak hukum menyebutkan, penyelidikan kasus yang melibatkan Edhy itu dimulai sejak Agustus lalu. Pimpinan KPK meneken surat perintah penyelidikan yang isinya soal pemberitahuan pemantauan dugaan korupsi ekspor benur di Kementerian Kelautan. Dua bulan sebelumnya, pimpinan mengeluarkan surat serupa untuk pengusutan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Pimpinan komisi antikorupsi lalu mengajukan permohonan izin penyadapan kepada Dewan Pengawas KPK. Tak ingat persis kapan izin dikeluarkan, anggota Dewan Pengawas KPK, Syamsuddin Haris, membenarkan adanya permohonan dari pimpinan KPK. Menurut dia, pimpinan KPK sudah menerapkan administrasi penyelidikan dan penyidikan dengan baik. “Semua kegiatan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan tentu atas izin dan persetujuan Dewas (Dewan Pengawas KPK),” ujarnya.

Dua penegak hukum yang sama menyebutkan, para penyelidik mendalami keterlibatan Edhy dalam penerimaan suap itu. Petunjuk keterlibatan Edhy terungkap dari aliran duit ke rekening Ainul Faqih, anggota staf Iis Rosyati Dewi, istri Edhy, pada Sabtu, 21 November lalu, saat mereka di Amerika. Anggota tim penyelidik yang tengah memantau lawatan itu mendeteksi penggunaan duit dalam rekening tersebut oleh Edhy dan Iis dengan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) Ainul selama dua hari di berbagai gerai barang mewah. “Total barang belanjaan sekitar Rp 750 juta,” kata Nawawi Pomolango.

Duit dalam rekening itu ditengarai berasal dari PT Aero Citra Kargo, selaku satu-satunya perusahaan forwarding atau ekspedisi pengiriman benur. KPK mensinyalir rekening Aero Citra Kargo dijadikan tempat penampungan suap sejumlah perusahaan ekspor benur. Dugaan itu diperkuat oleh transfer uang Rp 3,4 miliar dari Amri dan Ahmad Bahtiar, pemilik perusahaan tersebut, ke rekening Ainul pada 5 November lalu.

KPK menduga pencantuman nama Amri dan Ahmad Bahtiar dalam data kepemilikan perusahaan itu hanyalah nominee untuk mewakili Edhy. Pola itu terbaca ketika uang yang diperoleh dari jasa kargo PT Aero Citra Kargo ditransfer berulang kali ke rekening keduanya sebelum diserahkan kepada Ainul Faqih. “Amri dan Bahtiar masing-masing pernah menarik uang Rp 9,8 miliar, lalu menyerahkan sebagian di antaranya ke rekening Ainul,” tutur Nawawi.

Soal siapa saja perusahaan yang menyetor ke Aero Citra Kargo, Nawawi mengaku belum mengetahuinya. Hingga saat ini, kata dia, petunjuk keterlibatan baru mengarah pada tujuh tersangka. Namun Nawawi tak menutup kemungkinan ada penambahan tersangka jika ditemukan petunjuk baru dalam pengembangan penyidikan.

Deputi Penindakan KPK Karyoto mengakui operasi penangkapan Edhy Prabowo banyak terbantu oleh teknologi penyelidikan dan informasi seputar lalu lintas perbankan. Tim penyelidik juga sudah memetakan peran mereka yang diduga terlibat dalam skandal suap tersebut. Seluruh informasi itu pun sudah dikaji pimpinan dalam ekspose perkara. “Ini semuanya kami ramu untuk mengetahui potret kejadian sebenarnya,” ujar Karyoto saat memberikan keterangan pers, Rabu, 26 November lalu.

Dua penegak hukum yang mengetahui kasus tersebut bercerita, dengan bukti yang sudah dimiliki itu, tim KPK berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta. Kala itu, pesawat yang digunakan Edhy masih berada di antara langit Jepang, tempat transit, dan Jakarta. Dalam perjalanan, kata sumber yang sama, informasi penangkapan disampaikan kepada pimpinan KPK yang berada di Jakarta. Ketua KPK Firli Bahuri saat itu sedang berada di Kalimantan Utara. Begitu pula Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar sedang berada di Sumatera. “Saya sedang di luar kota,” ucap Lili kepada wartawan Tempo, Anton Aprianto.

Laporan serupa disampaikan kepada Deputi Penindakan Karyoto. Penegak hukum yang sama mengatakan Karyoto menyebutkan mendukung penangkapan lantaran sudah disampaikan kepada pimpinan KPK. Firli Bahuri dan Karyoto tak merespons ketika dimintai tanggapan ihwal operasi penangkapan tersebut. Permohonan wawancara lewat sambungan telepon dan pesan pendek belum mereka balas.

Penyelidik senior KPK, Novel Baswedan, ikut memimpin operasi penangkapan tersebut. Mengaku tak berada di lapangan, Novel memonitor pergerakan tim di lapangan. “Saya mengkoordinasi teman-teman di lapangan dan melaporkan setiap perkembangan kepada pimpinan,” kata Novel.

Setelah 17 orang dalam rombongan Edhy Prabowo diangkut ke Kuningan, markas KPK di Jakarta Selatan, pimpinan komisi antirasuah dan tim penyelidik menggelar forum ekspose perkara pada Rabu sore, 25 November lalu. Tiga pemimpin yang hadir dalam pertemuan di lantai 15 Gedung Merah Putih adalah Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, dan Nurul Ghufron. Sejumlah anggota tim Deputi Penindakan dan Direktorat Penuntutan ikut hadir menyimak paparan tim penyelidik.

Rapat itu berakhir menjelang magrib. Dua orang yang mengetahui isi pertemuan itu mengatakan semua peserta sepakat temuan tim penyelidik ditingkatkan ke tahap penyidikan. Kartu ATM dan bukti pendukung lain yang dikumpulkan sejak Agustus lalu dianggap cukup untuk menetapkan status tersangka terhadap Edhy Prabowo dan enam orang lain. Dua tersangka yang merupakan anggota staf Edhy, Andreau Misanta Pribadi dan Amiril Mukminin, yang sempat dinyatakan menjadi buron, menyerahkan diri ke KPK sehari seusai penangkapan bosnya.

RIKY FERDIANTO, ROSENO AJI, YUSUF MANURUNG
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus