Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sunan Prapen menjadi raja meneruskan trah Sunan Giri di takhta Giri Kedaton.
Ia menahbiskan Jaka Tingkir menjadi Raja Pajang.
Menjadikan Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran Islam.
ENAM pria bersarung dengan aktivitas bertolak belakang tampak di serambi musala kecil di bawah tebing makam Sunan Prapen pada Jumat sore, 8 Mei lalu. Tiga orang tertidur pulas, tiga lainnya duduk mengaji lewat gawai yang mereka pegang. Di pekarangan makam Sunan Prapen yang dikelilingi tembok tinggi, seorang pria paruh baya bertelanjang dada menyapu dedaunan yang rontok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo meniti tangga menaiki tebing hingga ke area makam, tapi pintu masuknya digembok. Menurut juru kunci makam, Fatik, sejak Gresik menerapkan pembatasan sosial berskala besar pada akhir April lalu, makam Sunan Prapen termasuk area yang dibatasi pengunjungnya. Peziarah masih boleh datang, tapi jumlahnya tak boleh banyak. Waktu berdoa juga dilarang berlama-lama. Itu pun hanya di musala. Pengunjung tidak bisa naik hingga ke pusara makam. “Kalau makamnya memang sementara ditutup untuk mengantisipasi wabah,” kata Fatik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terletak di atas sebuah bukit di Kecamatan Kebomas, Gresik, Jawa Timur, makam Sunan Prapen berjarak sekitar 500 meter dari makam kakeknya, Muhammad Ainul Yakin atau Raden Paku alias Sunan Giri. Berbeda dengan makam Sunan Prapen yang areanya masih terbuka, makam Sunan Giri ditutup total untuk peziarah.
Guru besar sejarah kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, Ali Mufrodi, mengatakan Sunan Prapen mewarisi kekuasaan kakeknya, Sunan Giri, di Giri Kedaton—kini masuk wilayah Gresik. “Giri Kedaton adalah kerajaan yang menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa bagian timur hingga ke wilayah Nusa Tenggara,” ujar Ali.
Gerbang menuju Makam Sunan Prapen di Kebomas, Gresik. TEMPO/Kukuh S Wibowo
Menurut Ali, sejak Sunan Giri berkuasa, Giri Kedaton adalah daerah merdeka. Ada cerita bahwa Majapahit berupaya menundukkan Giri pada pertengahan abad ke-15, tapi gagal. Penyebabnya, prajurit Majapahit tiba-tiba diserbu oleh ribuan tawon. “Ada yang menyebut serangan Majapahit ke Giri terjadi di masa Sunan Prapen dan serbuan tawon itu karamah beliau. Menurut saya, itu tidak tepat karena Majapahit sendiri runtuh pada 1478,” kata Ali.
Adapun serbuan ribuan tawon itu, menurut Ali, kalaupun dihubung-hubungkan, lebih tepat sebagai karamah yang dikenal dimiliki Sunan Giri. Tapi, berdasarkan studi sejarah, peristiwa itu belum dipastikan kebenarannya.
Sejarawan Universitas Airlangga, Adrian Perkasa, yang pernah meneliti situs Giri Kedaton, mengutip penelitian Gerret Pieter Rouffaer, pustakawan Belanda yang pernah tinggal di Nusantara pada abad ke-19, soal riwayat Sunan Prapen. Cucu Sunan Giri itu naik takhta menggantikan saudaranya yang bergelar Sunan Dalem pada 1548. Sunan Prapen memiliki nama asli Raden Fathikal. Ia memerintah Giri dalam periode yang panjang dan membawa Giri menjadi kerajaan Islam terkemuka di Jawa menggantikan Demak, yang pengaruhnya merosot setelah kematian Sultan Trenggana.
Versi yang dihimpun oleh sejarawan Belanda, Hermanus Johannes de Graaf dan Theodoor Gautier Thomas Pigeaud, Sunan Dalem mangkat pada 1545 atau 1546 dan digantikan Sunan Seda ing Margi. Sunan Giri ketiga ini memerintah dalam waktu singkat. Ia meninggal dua tahun kemudian dalam sebuah perjalanan, lalu digantikan Sunan Prapen.
Setahun setelah berkuasa, Sunan Prapen memerintahkan pembangunan keraton yang baru. Pengaruhnya di luar kerajaan tampak dari penahbisan Mas Karebet alias Jaka Tingkir menjadi Raja Pajang. Menurut Adrian, Jaka Tinggir paham bahwa penobatan oleh Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan Giri adalah cara untuk mendapatkan legitimasi. Menantu Sultan Trenggana itu sedang membangun kerajaannya di atas puing-puing Kerajaan Demak. “Sunan Prapen ibarat paus bagi raja-raja Jawa,” ucap Adrian.
Ali Mufrodi mengatakan Giri di bawah Sunan Prapen cukup maju karena memiliki pelabuhan besar, yang menjadi pintu utama perdagangan ke wilayah timur. Pelabuhan Giri menggeser pelabuhan tradisional Majapahit di Tuban. “Posisi kerajaan Giri strategis karena jalur darat dan lautnya menunjang,” ujar Ali.
Lantaran memiliki jalur transportasi laut, tak sedikit santri dari Giri Kedaton yang dikirim berdakwah hingga ke kepulauan Nusa Tenggara. “Sunan Prapen turut berdakwah juga. Tak mengherankan bila jejaknya ditemukan di Nusa Tenggara Barat, terutama Pulau Lombok,” tutur Ali.
Menurut Ali, Sunan Prapen tiba di Lombok pada 1545. Ia berlabuh di Labuan Carik. Versi lain menyebutkan Sunan Prapen masuk melalui pesisir Lombok Utara di Desa Salut. Ia dikirim kakeknya, Sunan Giri, ke Lombok bersamaan dengan pengiriman sejumlah orang ke wilayah lain untuk menyebarkan Islam.
Dalam dakwahnya, kata Ali, Sunan Prapen menggunakan pendekatan kebudayaan. Ia menyampaikan ajaran Islam menggunakan wayang kulit. Cerita Mahabharata dan Ramayana ia ubah menjadi wayang Lombok. “Sunan Prapen membawa rombongan kesenian,” tuturnya.
Makam Sunan Prapen di Kebomas, Gresik. disparbud.gresikkab.go.id
Wayang Lombok berkisah tentang tokoh-tokoh Islam, seperti Amir Hamzah dan Umar bin Khattab. Ali bin Abi Thalib dilukiskan sebagai Selander Alam Dahur dan Abu Lahab sebagai Baktak. Bahasa yang dipakai adalah Jawa Kuna dan Kawi.
Ali menambahkan, para ulama yang datang bersama Sunan Prapen dari Jawa juga menggunakan cara formal dalam mendakwahkan Islam. Mereka melakukan pendekatan intensif kepada raja-raja lokal di Lombok, termasuk Selaparang. Keluarga kerajaan tersebut bersedia memeluk Islam karena diberi tahu bahwa raja-raja di Jawa sudah memeluk Islam. “Metode dakwah Sunan Prapen itu damai,” ujar Ali.
Di Lombok saat itu terdapat sejumlah kerajaan kecil yang berdaulat. Meski begitu, mereka menginduk pada kerajaan besar, seperti Bayan dan Selaparang. Setelah Raja Selaparang memeluk Islam, upaya mengislamkan kerajaan-kerajaan kecil lain di sana menjadi lebih mudah. Dengan rajanya memeluk agama baru, semua rakyatnya pun menganut keyakinan serupa.
Pendekatan budaya yang dibawa Sunan Prapen dinilai efektif. Ia tak mengganti semua sistem kepercayaan masyarakat setempat, tapi memodifikasinya dengan memasukkan unsur sufisme Islam. Metode ini lebih gampang diterima penduduk yang memiliki sistem kepercayaan lain sebelumnya. Pada abad ke-17, Islam tersebar ke seluruh Lombok.
Menurut Asnawi dalam bukunya, Respons Kultural Masyarakat Sasak terhadap Islam, Sunan Prapen dan rombongannya berperilaku lemah lembut dan tidak membuat perubahan yang ekstrem. Agama diajarkan sesuai dengan kemampuan mereka yang menerimanya. Jika telah berhasil mengislamkan satu desa, mereka berpindah ke desa lain dengan meninggalkan seorang kiai untuk menyempurnakan ajaran.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo