Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Catatan Dari Jerusalem

Bangsa Israel adalah orang Yahudi yang datang dari mana-mana dan membawa kebiasaan dari tempat asal. Di Jerusalem orang Palestina hidup bagai dijajah. Tembok tangis merupakan tempat berdoa orang Yahudi. (lk)

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK banyak orang Indonesia ke Israel. Tapi dengan bantuan Kontingen Indonesia di UNEF (pasukan darurat PBB untuk Sinai), beberapa bari setelah melakukan umrah dan bersembahyang di Mesjid Al-Haram di Mekah, Salim Said, berhasil masuk ke negeri yang kini menguasai Masjid Al Aqsa itu. Di bawah ini adalah kesan-kesannya: DI "Tembok Tangis (tempat tersuci bagi orang Yahudi) di kota lama Jrusalem, banyak orang berkulit hitam nampak sedang berdoa. Yahudi berkulit hitam? "Ya, mereka berasal darifrika Selatan," kata seorang petugas. Katanya pula: "Bangsa Israel adalah orang Yahudi yang datang dari mana-mana. Pengaruh lingkungan hidup asal mereka itu tidak bisa mereka hindari." Termasuk dalam hal kebiasaan makan. Mencari makanan khas Israel karenanya tidak ada di Israel. Konon karena kebiasaan makan dari tempat asal orang Yahudi itu tetap mereka pertahankan, hingga segala macam makanan ada di sini. Dan ini: di Tel Aviv juga ada restoran Indonesia. Yang punya Yahudi Belanda yang pernah tinggal di Indonesia. Adakah persoalan sosial yang timbul akibat perbedaan itu? Bukan rahasia lagi bahwa perpindahan kembali dari Israel ke Amerika Selatan sudah sejak lama terjadi. Kebanyakan yang pergi itu adalah imigran dari Eropa Timur atau negara-negara dunia ketiga. Mereka ini mengalami kesulitan dalam bersaing dengan orang-orang Yahudi dari Eropa Barat dan Amerika atau Kanada. Di mata orang Palestina yang di Israel, perbedaan pada orang-orang Yahudi Itu merupakan suatu "bom waktu". Kata seorang Palestina di Jerusalem: "Selama masih ada apa yang mereka anggap sebagai ancaman Arab, selama itu perbedaan yang menyolok masih bisa diatasi akibat-akibatnya. Bila mereka berada dalam keadaan damai, mereka pun akan saling berkelahi. Karena itulah orang ini tidak percaya Israel ingin damai. "Damai berarti bunuh diri," katanya. Tapi dr Muhsin, orang Palestina lulusan Universitas Kairo, meski juga kurang percaya pada niat damai Israel, ingin betul melihat perdamaian itu tercapai. Selain untuk ketenteraman dan keamanan -- kekayaan keluarganya banyak sekali yang disita oleh pemerintah Israel -- juga untuk melihat "perkelahian di antara orang Yahudi" itu. Kata yang paling banyak terdengar di Israel adalah "keamanan". Israel dikitari oleh negara-negara yang bermusuhan dengannya --dan kemudian merebut wilayah para tetangga itu. Mungkin dengan harapan orang lain dapat ikut merasakan dekatnya "ancaman keamanan" itu, tamu sering dibawa ke bukit Golan, dulu milik Suriah. Dari atas bukit Golan ini Suriah memang dengan gampang bisa menembaki siapa saja yang berada di bawah. Dan di bawah sana itu orang Israel penduduk kota Tiberia terlihat jelas. Dengan teropong yang paling sederhana saja para penumpang kapal pesiar di danau Galilei bisa kelihatan menyulut rokoknya. Sisa-sisa bunker Suriah masih terlihat di mana-mana di bukit ini. Tapi nun di atas sana, permuklman dan penghiauan relah dilakukan oleh Israel. Alasannya? Keamanan. Tapi dengan senjata-senjata modern yang dipunyai negara-negara Arab, masihkah keamanan yang bertumpu pada geografi macam ini berguna? Kota Jerusalem sebelum tahun 1967 terbagi dua, seperti kota Berlin. Yang satu di bawah Yordania, yang lainnya Israel. "yang pertama kali kami lakukan setelah merebut kota ini adalah meruntuhkan tembok-tembok," kata Davis, dari kantor perdana menteri. Tapi tembok lain yang tak nampak hingga kini masih membagi kota suci itu. Di bagian timur sektor Yordania dahulu, orang Palestina hidup sebagai orang jajahan. Mereka sama sekali tidak punya kontak dengan orang Yahudi. Mereka punya koran sendiri, sekolah, rumah sakit serta pasar sendiri. Itu tidak berarti mereka bisa hidup tenteram. "Setiap saat polisi Israel bisa datang menangkap saya di sini. Alasannya bisa macam-macam. Bom meledak di kota lamalah, atau bahan peledak diketemukan di sebuah gedunglah." Begitu cerita Fuad Hamid, yang sehari-harinya bekerja sebagai kerani pada sebuah kantor dagang, di sektor Palestina kota Jerusalem. Kecuali di wilayah pendudukan -- tepian barat dan Gaza -- di Israel orang Palestina sudah hampir habis. Mereka itulah yang tadinya merupakan korban pengusiran, halus maupun kasar, selama sekian puluh tahun. Sekarang pun jika ada orang Palestina yang akan pergi ke Amerika, misalnya, pemerintah Israel secara diam-diam memberikan bantuannya. Suatu perkecualian terdapat di Nazareth. Di kota ini bisa ditemukan sejumlah orang Arab beragama Kristen yang telah jadi warga negara Israel. Sebagian besar dari mereka adalah anggota Partai Komunis yang di Knesset selalu mendesak agar Israel melepaskan tepian barat dan Gaza. Karena sikapnya itulah maka orang-orang Nazareth itu dicurigai. Semua warganegara Israel yang berdarah Palestina tidak dibolehkan menjadi tentara pada negara Israel -- justru yang menganut sistim milisi. Tapi harus diakui juga, bahwa di Israel kebebasan berbeda pendapat cukup luas -- sementara negeri ini selalu bicara securit dan tegang oleh ancaman perang. Dan bagi seorang Indonesia, yang juga menyolok adalah gaya hidup sederhana orang-orang pemerintahnya. Dalam suatu makan siang di sebuah restoran dengan Amnon Ben Yohannan, Kepala bagian Asia dan Oceania Deplu Israel, nampak oleh saya: selain Dubes Yohannan, cuma pelayan restosan saja yang memakai dasi di restoran meah itu. "Di Israel cuma pegawai Deplu saja yang paling rajin memakai dasi," kata seorang pejabat kantor perdana menteri. Mungkin benar: Beberapa hari yang lalu ketika Begin tiba di lapangan terbang Ben Gurion dari Camp David, kecuali beberapa orang tua dan para Rabbi serta para duta besar negara asing, hampir semua penjemput Begin -- termasuk para menteri kabinet --cuma menggunakan kemeja lengan pendek tanpa dasi. Beberapa bahkan cuma memakai baju kaos. Tapi dalam satu hal kabinet Israel punya persamaan dengan kabinet Indonesia. Para menteri kedua negara samasarna menggunakan mobil Volvo. Mercedes tidak boleh dipakai oleh pejabat. Alasannya: Mercedes itu dulu kendaraan Hitler. Jerusalem? Tentu ke mesjid Al Aqsa. Itu sudah pasti. Mesjid tua itu masih berdiri kokoh di sana bersama sejumlah tempat suci. Warnanya kelihatan kusam seperti kurang terpelihara, meski penjaganya (orang Islam Palestina berpistol) cukup galak memeriksa pengunjungnya. Moslem? Mau sembahyang? Yang boleh masuk cuma yang beragama Islam. Bagaimana tahunya Islam atau bukan? Gampang. Ucapkan dua kalimat syahadat. Beberapa meter dari mesjid tua ini terletak mesjid Umar yang penuh warna-warni dengan hiasan yang bermotifkan huruf Arab. Dalam mesjid Umar inilah adanya batu yang dipercayai sebagai pijakan nabi Muhamad tatkala memulai perjalanannya ke langit pada saat mikraj lebih seribu tahun yang lalu. Berapa usia mesjid-mesjid ini? Mesjid Umar jelas dibangun setelah penyebaran Islam. Tapi Al Aqsa tidak seorang pun tahu. Mesjid itu adalah bagian utuh dari kota lama yang ada di situ sejak ribuan tahun silam. Al Aqsa lebih besar dari mesjid Umar. Kendati demikian ia nampaknya cuma bisa menampung ratusan jemaah. Dan karena Al Aqsha ini mesjid suci dan kiblat pertama ummat Islam -- sebelum Ka'abah di Mekah -- maka pada tiap sembahyang Jumat atau sembahyang lebaran, imam berada di mesjid tua itu. Jemaah yang selalu melimpah ruah sebagian besar harus memenuhi halaman dua mesjid. Masih dalam lingkungan kota lama-dilingkari oleh benteng yang mirip benteng kompleks istana Kasunanan di Surakarta -- juga bisa ditemui dinding tempat orang Yahudi berdoa. Terletak agak ke bawah, kabarnya orang Israel pertama yang berdoa di situ adalah Moshe Dayan, yakni beberapa menit setelah kota lama itu direbut dari tangan Yordania pada perang tahun 1967. Meski tempat berdoa orang Yahudi itu bernama "Tembok Tangis", mereka nampaknya tidak meraung-raung di situ. Dari jauh mereka terlihat khusyuk berdiri sambil merapatkan kening serta kedua tapak tangan pada dinding yang sudah berusia ribuan tahun itu. Tidak terdengar suara keras. Cuma kemudian mereka kelihatan sibuk mengorek selasela batu dinding. Mereka rupanya menyelipkan kertas yang ditulisi dengan doa serta permintaan kepada Tuhan. Ketika saya mendekati tembok itu menggunakan tutup kepala khasyahudi tapi tak berdoa -- memang nampak banyak gumpalan kertas yang memenuhi sela-sela batu dinding. Shalom Alaihem. Ruat orang Kristen dari aliran atau sekte mana saja, dalam kota lama ini juga ada tempat suci bagi mereka. Masih ingat gereja St Spulcer yang dikunjungi Presiden Sadat ketika berada di Jerusalem Nopember tahun silam? Nah, gereja itulah satu-satunya tempat ibadat yang memungkinkan segala jenis pengikut Kristus bertemu, meski masing-masing dalam ruang tersendiri. Tidak jauh dari gereja ini anda bisa melihat Golgota, tempat yang dipercayai sebagai arena penyaliban Yesus. Tapi Golgota sekarang tidak lebih dari salah satu bagian kota lama yang juga ramai dengan tawar menawar antara turis dan pedagang Palestina. Apakah pemerintah Israel punya rencana sistimatis untuk menghancurkan Al Aqsha dengan menggali fondasinya? Tentu saja mereka menyangkal. Penggalian memang nampak di sisi mesjid itu, dan bisa dianggap mengkhawatirkan. Tapi penggalian arkeologis macam itu bukan saja terjadi di kota lama. Di mana-mana. Nampaknya itu dilakukan oleh Israel untuk mencari pembenaran sejarah bahwa tanah Palestina itu dulu dibangun oleh nenek moyang bangsa Israel. Terutama kaum Zionis-nya memakai alasan sejarah, dan Kitab Suci, untuk tinggal di negeri yang mereka kuasai sekarang setelah mengusir orang Palestina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus