BULAN ini Kejaksaan Tinggi Jakarta siap menyerahkan setumpuk
berkas perkara mahasiswa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut sebuah sumber TEMPO di Kejaksaan Tinggi Jakarta, ada 9
mahasiswa yang akan diadili. Mereka dibagi dalam 3 kelompok,
meskipun tuduhannya hampir bersamaan.
Kelompok pertama adalah 3 fungsionaris Ul: Lukman Hakim, Bram
Zakir dan Dodi Suradireja. Mereka dituduh menggerakkan mahasiswa
sampai diBandung, bahkan ikut membaca Ikrar Mahasiswa. Kelompok
kedua Yusuf Haryono (IAIN) dan Hudori Hamid (IKIP) dituduh
menghina Kepala Negara dan Pemerintah, juga menyebarkan rasa
permusuhan.
Kelompok ketiga adalah 4 mahasiswa yang belum jelas
almamaternya: Romsal Jalil, Indra Cahya, Nizar Dahlan dan Najmi
Ali Imran. Mereka dituduh membuat dan menyebarkan pamflet gelap.
Nasib ke 9 mahasiswa itu sudah jelas, maju ke meja hijau. Ini
berbeda dari 32 tahanan lainnya. Seorang di antara 32 tahanan
itu adalah AM Fatwa, sekretaris I Majelis Ulama Perkara Fatwa,
sampai pekan lalu masih dipertimbangkan untuk dideponir atau
tidak. Satu lagi perkara dramawan beken Rendra yang belum ada
kepastian kapan diajukan ke pengadilan.
Yang 30 orang lagi masih harus menunggu nasib. Dalam kelompok
ini belum termasuk Bung Tomo, Mahbub Djunaidi dan Ismail Suny.
Bagaimana nasib ketiganya, belum ada kabar. Umumnya ke 30
tahanan itu anggota Gerakan Pemuda Islam yang digerebeg sesaat
sebelum berakhirnya SU MPR lalu. Mereka dituduh melakukan
sabotase untuk menggagalkan SU-MPR, antara lain dengan
menggunakan bom plastik dan bom botol.
Surat Untuk Jusuf
Seperti halnya mahasiswa Jakarta yang sudah "bebas" 18 Agustus
lalu, 11 mahasiswa Bandung yang juga sudah berada di luar itu,
sewaktu-waktu bisa saja dipanggil lagi (TEMPO, 26 Agustus).
Mereka, 7 di antaranya dari ITB, yang masih harus melapor setiap
Rabu itu akan diajukan ke pengadilan bulan Nopember mendatang.
Menurut opini para mahasiswa ITB -- yang diperoleh dari angket
--89,9% mahasiswa menghendaki penyelesaian secara tuntas melalui
pengadilan. Kalangan DM ITB sendiri mendukung proses peradilan
tersebut. "Kami ingin clearence, dibebaskan atau tidak. Jadi
harus ada alasan mengapa mereka dulu ditangkap," kata Irzadi
Mirwan, Deputi Ketua Bidang DM ITB.
Menyongsong pengadilan tersebut, dalam bulan ini DM ITB
menyelenggarakan kursus tentang pengertian dasar hukum yang
praktis. Tujuannya agar semua mahasiswa bisa mengapresiasikan
pengadilan. Diharapkan agar dari sana akan lahir satu
jurisprudensi hingga tidak lagi terulang peristiwa penangkapan
seperti itu.
LBH Jakarta dan Biro Bantuan Hukum Unpad Bandung sudah dihubungi
untuk maksud tersebut. DM ITB, menurut Hendro Sangkoyo,
Sekretaris Umum DM ITB, menganggap bahwa yang akan diadili bukan
sekedar beberapa mahasiswa, "tapi kita, mahasiswa semua."
Akhir bulan lalu, selain menghubungi Kejaksaan Agung, DM ITB
juga mengirim surat kepada Menhankam/Pangab Jenderal M. Jusuf
mengenai nasib seorang dosen ITB, Imadu'ddin Abdurachim, yang
"diambil" dari rumahnya di Bandung 24 Mei lalu. Mengapa kepada
Menhankam? Alasan mereka: "karena Kejaksaan Agung ternyata bukan
pihak yang kompeten menyelesaikan perkara itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini