Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Catatan Kelam Para Penerbang

Lion Air kerap menunda penerbangan dan memiliki daftar panjang kecelakaan.

2 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Group di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Agustus 2016.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masih lekat dalam ingatan Hasan Basri bagaimana kekacauan jadwal 18 penerbangan terjadi di lima bandar udara. Pada Selasa pagi, 10 Mei 2016 itu, kapten maskapai Lion Air yang sudah mengantongi lebih dari 29 ribu jam terbang ini berkali-kali ditelepon kepala pilot dan direktur perusahaan. Mereka membujuk Hasan agar segera terbang sesuai dengan agenda penerbangan reguler.

Hasan tak langsung mengiyakan. Ia menunggu manajemen mentransfer uang transportasi pilot yang sehari sebelumnya dijanjikan cair. “Sesuai dengan buku manual operasi, dalam keadaan emosi kami sadar tidak boleh terbang,” Hasan mengisahkan kepada Tempo, Jumat pekan lalu.

Begitu uang diterima, Hasan bergegas terbang mengangkut penumpang dari Kendari ke Makassar dan sebaliknya. Ratusan pilot lain melakukan hal yang sama. Aksi mogok terbang itu digelar karena perusahaan menunggak pembayaran dana awal transportasi pilot sebesar Rp 5 juta yang seharusnya ditransfer setiap tanggal 5. Pencairan uang yang tak ajek membuat pilot kesal hingga melakukan aksi slow down.

Sebelumnya, para pilot juga merasakan kekacauan jadwal penerbangan yang mengganggu jam kerja. Bambang Suhadirman, eks pilot Lion Air, kerap menerima panggilan telepon mendadak yang mengabarkan perubahan jam terbang. “Semula diminta jam empat pagi, tapi kemudian ditelepon lagi tidak jadi,” katanya dalam buku Flight Insight: Buruk Maskapai, Pilot Dibelah, yang narasinya ditulis Decy C. Widjaya. Buku itu mengungkap kisah 14 eks pilot Lion Air yang menamai diri The Eagle. Buku tersebut berisi catatan merah mengenai batas waktu terbang, jam kerja, dan waktu istirahat.

Hasan Basri menuturkan, belakangan, jam terbang pilot kerap melebihi batas. “Biasanya para flight officer di-tawari untuk lebih. Mereka ditakut-takuti, jika tidak mau, akan susah jadi kapten,” ujarnya. Seorang mantan direktur di Lion Air mengatakan manajemen sebetulnya memiliki teknologi pengaturan jadwal yang canggih. “Tapi sering kali diabaikan, kebanyakan secara manual.”

Jauh sebelum aksi massal pilot, tepatnya pada hari libur Tahun Baru Cina, 18-20 Februari 2015, Lion Air juga mengalami penundaan jadwal penerbangan besar-besaran. Kementerian Perhubungan mencatat, 44 penerbangan molor pada hari itu. Delapan penerbangan tertunda lebih dari dua jam dan 36 penerbangan lain kurang dari dua jam. Selain itu, sekitar seratus penerbangan Lion Air di seluruh Indonesia dibatalkan. Kepada media, manajemen menyatakan kekacauan terjadi karena kerusakan tiga pesawat yang ber-efek domino pada jadwal penerbangan.

Pasca-kecelakaan pesawat JT 610 yang jatuh di perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat, Senin pekan lalu, Lion kini menghadapi persoalan yang lebih serius. Maskapai itu harus menjawab tudingan bahwa manajemen memaksakan pilot menerbangkan pesawat Boeing 737 MAX 8 dari Jakarta ke Pangkalpinang. Padahal, sebelumnya, ditemukan kerusakan pada burung besi itu saat terbang dari Denpasar ke Jakarta. Sejumlah kalangan berpendapat, Lion tak mau kehilangan pendapatan dari pembatalan penerbangan.

Seorang mantan petinggi di Lion Air mengatakan manajemen memberikan perhatian khusus kepada faktor keamanan dan keselamatan penerbangan hanya saat hendak bernegosiasi dengan investor atau lembaga audit. “Setelah itu, ya, dilupakan karena yang tahu faktor keselamatan ini hanya kami,” ujarnya.

Ditemui di Lion Air Tower, Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu, Direktur Utama Lion Air Edward Sirait membantah anggapan bahwa maskapainya mengejar keuntungan belaka. Ia berargumen, Lion Air tak akan mendapat kepercayaan dari produsen pesawat, perusahaan asuransi, dan lembaga rating bila manajemennya mengabaikan masalah keselamatan. Manajemen, kata dia, juga tak pernah mengintervensi pilot ketika pesawat bermasalah. “Tapi, kalau kami bilang maksimalkan dan optimalkan (pesawat), salah enggak?” tutur Edo—sapaan akrab Edward.

Ia memastikan keputusan terbang tetap ada di tangan pilot setelah mendapat rekomendasi dari teknisi pesawat. Namun Hasan Basri menceritakan beberapa kali pilot tetap terbang dengan hasil perbaikan teknis pesawat yang seadanya. “Ini mengurangi tingkat keamanan penerbangan.”

Pilot Wicaksono, dalam buku Flight Insight, mengaku pernah dipaksa mendarat. Padahal saat itu cuaca diperkirakan di bawah minimum. “Konyol saja, pejabat kantor menyuruh saya melanggar aturan,” ujar Wicaksono.

Selain jadwal penerbangannya kerap molor, Lion Air tercatat memiliki daftar panjang kecelakaan berupa gagal lepas landas, ke luar jalur, hingga mendarat tidak sempurna. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mencatat pengaduan penumpang Lion Air, sepanjang 2014-2015, paling banyak dibanding keluhan terhadap maskapai penerbangan lain. Beragam pengaduan muncul, mulai tahap check in, proses pengembalian tiket yang berbelit, penggeseran jadwal sepihak, penundaan penerbangan, hingga soal barang di bagasi yang lenyap.

Sudah lama pula kedekatan petinggi Lion Air dengan para pejabat Kementerian Perhubungan santer dibicarakan banyak orang. Hal itulah yang ditengarai membuat regulator tak menjatuhkan sanksi berat atas berbagai pelanggaran yang dilakukan.

Bekas petinggi Lion Air mengatakan, saat masih menjabat direktur utama, Rusdi Kirana kerap mendatangi ruangan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. “Hanya direktur utama yang boleh langsung berhubungan dengan dirjen saat itu,” tuturnya.

Salah satunya bekas Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Herry Bakti Singayuda Gumay. Menurut Herry, setiap direktur utama maskapai dekat dengannya dan bebas keluar-masuk ruangan.

Setelah pensiun dari Kementerian Perhubungan, Herry pernah membantu Lion merealisasi pembangunan bandar udara di Lebak, Banten. Ia mendapat ruangan khusus di lantai 9 Lion Air Tower, Jakarta Pusat. Ia tak memiliki jabatan khusus dalam struktur perusahaan.

Herry membenarkan sempat berkantor di Lion Air Tower atas tawaran Rusdi. “Daripada luntang-lantung, saya ditawari ruangan kosong,” ujarnya, Sabtu pekan lalu. “Saat itu untuk membantu mereka merancang Lebak.”

Saat ini, Lion Air mengoperasikan 121 pesawat, termasuk 10 unit Boeing 737 MAX 8. Lion menjadi maskapai penerbangan yang paling banyak mengoperasikan pesawat baru buatan Amerika Serikat itu. Dengan tambahan pesawat baru, Lion berencana terus berekspansi menambah frekuensi terbang dan membuka rute baru.

Jejak Musibah Lion Air

Pendiri Lion Air, Rusdi Kirana, menilai kecelakaan pesawatnya disorot lantaran maskapai ini melayani ratusan penerbangan per hari. Selain terbang ke kota besar, Lion Air menjangkau daerah terpencil. “Bukan berarti kami tak memperbaiki kekurangan atau menganggap tanpa persoalan,” ujar Rusdi dalam wawancara dengan Tempo, Juni 2013. Rusdi kini menjabat Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, setelah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan pemerintah kerap memberikan sanksi kepada Lion Air saat maskapai itu terbukti melanggar. “Saya sering suspend ketika mereka ingin menambah pesawat,” katanya di kantornya, Jumat pekan lalu. Ia tak ingin mengistimewakan Lion meski maskapai ini menguasai pasar penerbangan Tanah Air.

Sejak terjadi delay massal 2015, Kementerian beberapa kali membekukan izin rute Lion. Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan, juga membekukan izin terbang Lion Air. Sanksi umumnya berlaku paling lama enam bulan.

Pasca-kecelakaan JT 610, Budi Karya menginstruksikan pembekuan lisensi direktur teknik dan tiga anggota staf bagian teknisi Lion Air. Ia pun berjanji mencopot instruktur prinsip operasi dan kelaikan udara di kantornya jika terbukti memberikan sertifikasi bodong terkait dengan izin terbang Boeing dengan registrasi PK-LQP. Hal serupa pernah dilakukan Jonan setelah investigasi kecelakaan AirAsia QZ8501 pada Desember 2014.

PUTRI ADITYOWATI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus