Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
HET minyak goreng berlaku mulai hari ini.
Kementerian Perdagangan memastikan kelangkaan pasokan tak akan terjadi lagi.
Pedagang pasar tradisional belum akan mengikuti HET.
JAKARTA — Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memastikan harga minyak goreng akan turun mulai hari ini seiring dengan berlakunya kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditas tersebut. Masyarakat bisa mendapatkan minyak goreng curah, kemasan sederhana, serta kemasan premium masing-masing seharga Rp 11.500, Rp 13.500, dan Rp 14 ribu per liter.
Lutfi optimistis tak akan ada masalah pasokan kali ini. Pasalnya, pemerintah telah mengunci pasokan langsung dari kebun. "Saya sudah bicara dengan petani. Tadi (kemarin) malam saya kumpulin semua," ujarnya dalam rapat bersama Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.
Dalam pertemuan tersebut, ucap Lutfi, pemerintah meminta petani bersedia berkorban demi menyediakan produk murah di pasar. Sebab, aturan HET bisa mengurangi pendapatan petani. Harga tandan buah segar sawit diestimasi susut Rp 250-300 per kilogram jika kebijakan tersebut diterapkan.
Bujukan itu diterima para petani. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Medali Emas Manurung, menyatakan anggota asosiasi tak berkeberatan asalkan produsen minyak sawit mentah (CPO) serta minyak goreng juga berkomitmen menstabilkan harga. "Tentunya kebijakan ini patut dievaluasi secara berkala tingkat keberhasilannya," kata dia.
Di sisi lain, pemerintah juga telah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) sejak 27 Januari lalu. Eksportir minyak sawit wajib menyisihkan 20 persen dari volume ekspor mereka. Penyediaan bahan baku minyak goreng domestik diatur pada harga Rp 9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp 10.300 per kilogram untuk olein.
"Saya tidak akan memberi izin ekspor semua sampai kewajiban DMO terpenuhi," ujar Lutfi. Dia yakin para eksportir bakal patuh lantaran kegiatan ekspor yang tersendat akan merugikan pelaku usaha sendiri.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR membahas stabilisasi harga minyak goreng dan komoditas lainnya di Kompleks Parlemen, Senayan, 31 Januari 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari sisi distribusi, Kementerian Perdagangan telah membuka saluran komunikasi melalui pesan, surat elektronik, hingga ruang pertemuan virtual dengan para distributor dan periteil. Harapannya, jika ada kendala pasokan, para penyalur bisa melaporkan segera sehingga bisa ditangani dengan cepat.
Lutfi mengimbau agar semua pihak dari hulu hingga hilir industri sawit berkomitmen memenuhi kebutuhan minyak goreng nasional dengan harga terjangkau. "Pemerintah melakukan langkah-langkah hukum yang sangat tegas bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan," tuturnya.
Upaya penstabilan harga minyak goreng ini bukan yang pertama kali dilakukan pemerintah. Ketika harga terus meroket hingga menyentuh level Rp 20 ribu pada akhir tahun lalu, pemerintah merespons dengan mengguyur pasar retail modern dengan minyak kemasan sederhana seharga Rp 14 ribu per liter. Saat itu pemerintah bersepakat dengan sejumlah produsen minyak goreng menyiapkan pasokan 11 juta liter. Namun realisasinya hanya sekitar 5 juta liter.
Tingginya harga minyak goreng di Indonesia, yang merupakan produsen CPO terbesar di dunia, mendorong Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turun tangan. Lembaga itu menyelidiki dugaan kartel yang menjadi salah satu penyebab kenaikan harga minyak goreng. Pada 28 Januari, harga minyak goreng dalam Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional mencapai Rp 20.050 per kilogram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut komisioner KPPU, Ukay Karyadi, kenaikan harga minyak goreng terjadi secara serempak setelah harga CPO melonjak. "Perilaku ini bisa dimaknai sebagai sinyal, apakah karena kartel atau bukan. Secara hukum harus dibuktikan," tuturnya pada 20 Januari lalu.
Ukay mengatakan para penguasa pasar minyak goreng memiliki bisnis yang terintegrasi, dari perkebunan sawit, pengolahan CPO, hingga pabrik minyak goreng. Seharusnya, kata dia, kenaikan harga CPO di pasar dunia tidak terlalu mempengaruhi harga jual minyak goreng. "Karena kebunnya milik sendiri, tidak ada kenaikan ongkos produksi. Meskipun harga CPO untuk produksi minyak goreng tidak dinaikkan, pabrik tetap untung," ujar dia.
Pada 19 Januari, Kementerian Perdagangan memaksa seluruh produsen menjual minyak goreng kemasan sederhana seharga Rp 14 ribu per liter ke konsumen. Pemerintah berjanji mensubsidi selisih antara biaya produksi dan harga jual. Lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), pemerintah menyiapkan dana Rp 7,6 triliun untuk pengadaan 1,5 miliar liter minyak goreng selama enam bulan.
Skema tersebut hanya bertahan sampai 31 Januari 2022 karena diganti aturan DMO dan HET. “Dengan akan berakhirnya kebijakan pada 31 Januari, yang merupakan batas akhir pendistribusian minyak goreng yang bisa diklaim ke BPDPKS, dipastikan akan terjadi peningkatan pasokan ke retail modern,” ujar Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan, Isy Karim.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Roy Nicholas Mandey, memastikan anggotanya siap menyalurkan minyak goreng sesuai dengan HET. "Sampai hari ini (kemarin sore), kami masih menunggu pasokan yang baru," katanya. Di beberapa daerah, terutama di kawasan tengah dan timur Indonesia, ucap Roy, pelaku usaha retail belum menerima stok minyak goreng dari distributor. Menurut dia, ada stok yang masih dalam perjalanan dan ada juga yang belum dikirim dari produsen.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Moh. Arifin Soedjayana, menyatakan peretail modern di wilayah tersebut sudah siap menerapkan kebijakan HET, khususnya untuk minyak goreng kemasan premium. "Kalau di retail modern, saya jamin bisa diterapkan untuk harga premium karena stok mereka masih ada," tuturnya.
Sebaliknya, penerapan HET untuk minyak goreng curah dan kemasan sederhana yang dijual di pasar tradisional diperkirakan masih terhambat. Sebab, stok produk yang dibeli dengan harga sebelum penetapan HET masih tersisa. "Bukan tidak mau menjual pada harga HET, tapi stok yang ada stok lama (yang dibeli dengan harga lebih tinggi)," ujar Arifin.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, Sahat Sinaga, menuturkan produsen yang memiliki kebun sawit akan langsung berpartisipasi menyediakan minyak goreng sesuai dengan HET. "Sedangkan produsen yang tidak terafiliasi dengan kebun masih menunggu CPO, siapa yang mau menjual dengan harga Rp 9.300," ujarnya.
FRANCISCA CHRISTY | AHMAD FIKRI (BANDUNG) | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo