HANTU yang ngendon di SD III Asah Munduk, Banjar, Buleleng, Bali, rupanya termasuk jenis bandel. Berbagai cara sudah ditempuh, tapi sejak Oktober 1982 sang hantu tetap tak mau pergi. Terakhir, pada hari raya Waisak 14 Mei lalu, tujuh pendeta Budha ikut turun tangan. Setelah meneliti beberapa sudut yang dianggap rawan, mereka menggebrak-gebrak bangku dan membaca mantra. Mereka menyarankan, bila ada lagi anak yang kesurupan, menari-nari lalu pingsan, agar menebarkan kacang hijau, garam, dan daun kelor. Ternyata, penangkal itu tidak ampuh. Esok harinya korban malah lebih banyak. Tercatat 28 anak menari-nari dan jatuh pingsan. Pada hari berikut, seorang guru, Gde Sweden ikut menjadi korban. Anak-anak tak hanya diganggu saat berada di sekolah. Bila berangkat atau pulang sekolah, selalu ada saja yang menari-nari atau pingsan di jalan. Ketut Partini dan Kadek Armini mengaku melihat perempuan cantik berpakaian serba putih saat kesurupan, yang mengajari mereka menari. Tapi Ketut Suastiani, murid kelas Ill, mengaku melihat wajah yang menyeramkan, hingga jatuh pingsan . Malapetaka itu membuat tiga murid berhenti bersekolah di situ. Beberapa lainnya minta pindah sekolah. Dewa Made Mertayasa, kepala sekolah, kalang kabut. "Saya tidak tahu harus berbuat apa," ujarnya. Murid yang berniat pindah tak kalah prihatin, sebab di sekolah baru mereka ditolak. Alasannya takut mereka menularkan penyakit aneh itu. Pekan ini rencananya tim dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bali akan meninjau, dan menginap di sana, untuk mencari tahu dan mencoba memecahkan masalahnya. Adapun tim dokter jiwa pimpinan Dokter L.K. Suryani yang datang 30 Mei lalu berkesimpulan: gangguan disebabkan pengaruh sugesti cerita takhyul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini