SAYUR bayam itu ditumpahkan. Menyusul, piring dan gelas dibanting ke atas meja. Randiman, 49, mengamuk. Urung makan siang. "Kau kira saya demit (= makhluk halus), doyan makan kertas!" jerit tukang batu itu. Tetapi, Sunarti, 44, sang istri, kalem menjawab, "Kamu beli lotre melulu. Buktikan rasanya makan lauk kertas." Adu mulut itu memuncak.Sunarti pun mulai menjerit, melolong mengundang tetangga. Tamparan Randiman segera berhenti, begitu mereka datang. Peristiwa sore, pertengahan April yang lalu itu merupakan puncak kejengkelan Sunarti akibat suaminya kesetanan membeli "undian harapan". Berulang kali Randiman membeli kupon berhadiah yang dikeluarkan oleh Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial dengan hadiah pertama Rp 120 juta itu. Bahkan April lalu sampai 53 lembar. Sayang, blong . . . semua. Tak ada yang cocok. Uang Rp 20 ribu sirna. Sang istri pun kewalahan menghadapi ulah gila itu. Dikumpulkannya lotre-lotre tadi lalu la campurkan dengan masakan bayamnya. Dan dihidangkan kepada suaminya. "Saya baru mimpi naik dua Yamaha," tutur Randiman. Sayang, katanya, dia salah menggabungkan nomor-nomor sepeda motor milik tetangganya tadi. Padahal, katanya pula, dia bermimpi malam Jumat. "Bagaimana bisa punya uang banyak, kalau tidak dari lotre?" kilahnya. Tapi kini ia patuh kepada saran istri: membeli kupon satu lembar saja. Keyakinannya tetap tebal akan jadi jutawan. Apalagi, katanya, ia pernah memenangkan hadiah ke-8 sebesar Rp 50.000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini