Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cerita untuk Anak-Cucu Bapak

Hanya keluarga Dewi Sukarno yang dekat dengan Cindy Adams. Buku Cindy adalah jendela bagi cucu Sukarno untuk mengenal kakek mereka.

29 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI mata bocah laki-laki 8 tahun itu, Cindy Adams adalah kamus hidup tentang Sukarno. Enam poin pertanyaan mengenai profil dan sejarah hidup sang Proklamator dia tulis dengan pensil sebelum disampaikan kepada penulis buku Sukarno: An Autobiography tersebut.

Dia menyodorkan kertas pertanyaan di tengah wawancara Tempo dengan Cindy di rumahnya di Dharmawangsa Residence, Jakarta Selatan, Rabu siang pekan lalu. Namanya Frederik Kiran Soekarno Seegers, anak Kartika Sari Dewi Sukarno. Kartika adalah putri tunggal Sukarno dengan Ratna Sari Dewi.

Namun cuma tiga pertanyaan yang dibacakan Kartika, yakni apa makanan favorit, alat musik yang dimainkan, serta hal terpenting pada diri Sukarno. Sambil memeluk Kiran, Cindy menjelaskan bahwa kakeknya senang makanan dalam suhu ruangan, bukan yang panas. Sukarno juga sering nyeker di kantornya, termasuk ketika wawancara dengan Cindy dalam pembuatan buku pada 1961-1964. Cindy tak tahu apa alat musik yang dimainkannya. Tapi presiden pertama RI itu suka menyanyi dan berdansa lenso.

Yang panjang jawabannya adalah mengenai arti penting Sukarno. "Dia orang yang begitu penting," ujar wanita 89 tahun asal New York, Amerika Serikat, itu. Menurut dia, Sukarno satu dari empat pemimpin dunia yang sangat penting pada masanya. "Tapi jangan tanya siapa tiga tokoh lainnya," ucapnya, lalu tertawa.

Cindy lantas menekankan kepada Kiran bahwa sudah seharusnya dia merasa bangga karena kakeknyalah yang mendirikan Indonesia yang begitu luas. Sukarno pula yang memunculkan bendera kebangsaan negeri ini. "Namanya Merah Putih."

Tak semua anggota keluarga Sukarno akrab dengan Cindy. Sukmawati Soekarnoputri, adik Megawati, terakhir bertemu dengan Cindy pada 1971, ketika dia berkunjung ke New York. Dia sempat makan malam bersama Cindy dan suaminya, Joey Adams. "Dia bilang 'my tears for your father'," katanya menirukan Cindy, Rabu pekan lalu.

Nah, pada saat buku otobiografi Sukarno dibuat, Sukmawati lebih sering melihat Cindy mewawancarai ayahnya di Istana Merdeka. Kala itu, dia masih remaja. Lewat kisi-kisi pintu kamar kakaknya, Guntur Soekarnoputra, yang dekat dengan teras yang dijadikan kantor oleh Bung Karno, dia mengintip Cindy. "Dandanannya elegan. Saya pernah dioleh-olehi bolpoin," kata Sukma. "Sekarang bagaimana dia? Masih cantik, enggak?"

Sukma gagal menyaksikan kecantikan Cindy pekan lalu. Sebelumnya, dia mewanti-wanti Tempo agar menyampaikan keinginannya itu kepada Karina, nama panggilan Kartika Sukarno, dan Cindy. "Sudah lama sekali saya enggak ketemu Cindy," ujarnya. Tempo lantas meneruskan pesan itu.

Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri, sepupu Kiran, hanya sekali bertemu dengan Cindy. Waktu itu, dia bersama keluarga menghadiri pesta pernikahan Karina dengan Frits Frederik Seegers di Amsterdam, Belanda, pada 2005. Guntur, ayah Puti, juga tak dekat dengan Cindy. "Bapak saya dan Ibu Mega sedang kuliah di Bandung sewaktu buku otobiografi dibuat," kata Puti, yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat sejak 2009, Selasa pekan lalu.

Adapun Megawati beberapa kali bertemu dengan Cindy, antara lain di Amsterdam, New York, dan pada Rabu pekan lalu. "Ibu Mega datang pukul lima sore," ucap Karina.

Cindy mengakui dia tak dekat dengan seluruh keluarga besar Sukarno. Selama ini, tak ada komunikasi dan hubungan intens dengan anak dan cucu Sukarno di Indonesia. Menurut dia, itu lumrah terjadi lantaran memang sama-sama tak menghubungi. Tak ada pula yang menanyakan soal dirinya. "Satu-satunya yang akrab adalah dengan Dewi," ujarnya. "Suatu ketika dia datang dengan bayi mungilnya yang cantik." Kedatangan Cindy ke Jakarta kali ini pun difasilitasi Karina setelah kunjungan terakhirnya pada 1983.

Rupanya, anak dan cucu Sukarno lebih banyak "berhubungan" dengan Cindy lewat buku Sukarno: An Autobiography yang telah diterjemahkan menjadi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. "Membaca buku itu dapat mengetahui sosok Eyang Karno," kata Puti. Apalagi dia tak pernah bertemu dengan kakeknya, yang wafat pada 1970, setahun sebelum dirinya lahir.

Anak tunggal Guntur, kakak sulung Megawati, ini dibekali buku itu oleh ayahnya ketika masih di sekolah menengah pertama. Sebelumnya, Guntur menyorongkan buku karyanya, Bung Karno: Bapakku, Kawanku, Guruku, yang berisi pengalaman dia dengan ayahnya. Buku itu terbit pertama kali pada 1977, kemudian diluncurkan lagi pada 2012.

Buku Cindy juga menjadi "jendela" putra-putri Sukarno untuk membantu mereka mengetahui Sukarno secara utuh. Buku itu melengkapi gambaran tentang Sukarno dan pemikirannya, seperti yang tertuang dalam buku-buku politiknya. Menurut Sukmawati, petugas Istana membagikan buku versi bahasa Indonesia sebagai bacaan wajib anak-anak Sukarno. "Cindy menulis apa yang diceritakan Bung Karno, tidak bias atau ditambah-tambahi," ujar Sukma.

Cindy memahami hal itu. Ia menuturkan bahwa Sukarno: An Autobiography memang berisi cerita jujur Sukarno tentang hidupnya. Sukarno bahkan ingin buku itu menyebar luas agar seantero dunia tahu tentang dia dan Indonesia, antara lain dengan menggunakan bahasa Inggris pada versi asli.

Dan dia mempunyai pesan pribadi yang akan disampaikan kepada anak-cucu Sukarno jika memungkinkan untuk bertemu. "Saya hanya akan berbicara tentang Bapak," katanya.

Menurut dia, Sukarno—yang disebutnya sebagai bapak—adalah tokoh dunia yang memiliki banyak kelebihan meski tak luput dari kelemahan. Kelemahan utamanya adalah dalam mewujudkan sesuatu. Sebagai seorang arsitek, Cindy meneruskan, Sukarno mampu menggambar istana, rumah, atau negara, tapi tak mampu membangunnya.

Lepas dari sedikit kelemahan itu, Sukarno adalah salah satu orang besar yang pernah ada. Dia pekerja keras yang bekerja sepanjang hidupnya. Bahkan Cindy menyatakan bisa jadi tak akan ada lagi orang sehebat Sukarno. "Begitu juga yang ingin saya sampaikan kepada bocah laki-laki ini," ujarnya sambil menatap Kiran.

Jobpie Sugiharto, Kartika Candra, Amanda Siddharta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus