Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cina dan Coco

8 Desember 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

I. Wibowo Ketua Centre for Chinese Studies, Jakarta

ADALAH seorang gadis bernama Coco. Cita-citanya menjadi pengarang termasyhur. Suatu malam ia bertemu dengan seorang jejaka bernama Tiantian di sebuah kafe di Kota Shanghai. Keduanya saling jatuh cinta, lalu memutuskan hidup bersama di sebuah apartemen. Kendati orang tuanya tidak setuju, Coco nekat. Benar-benar nekat karena cowok yang dicintainya itu impoten. Wei Hui, sang pengarang, dengan berani melukiskan apa yang terjadi ketika mereka berdua sedang bercinta.

Kisah novel itu belum selesai. Di sebuah kafe lain, tiba-tiba Coco diajak berdansa oleh seorang tamu bule. Mereka pun saling jatuh hati. Tapi tidak ada kualitas cinta di sini. Yang ada cuma seks. Pengusaha Jerman itu tidak mau melepaskan Coco. Sebaliknya, Coco juga seperti kecanduan. Begitulah, keduanya saling menelepon dan saling mengirim e-mail untuk bisa menentukan waktu pertemuan berikutnya. Cuma untuk hubungan seks. Sekali lagi, Wei Hui melukiskannya dengan amat terus terang.

Novel berjudul Shanghai Baby itu menarik karena tokohnya, Coco, gadis cantik, kaya, dan cerdas, tampak begitu menikmati kebebasannya. Walaupun cerita ini cuma fiktif, saya merasa bahwa novel ini mencerminkan perubahan nilai dalam masyarakat urban Cina saat ini. Bayangkan kehidupan Coco yang demikian bebas, yang tinggal di apartemen mewah, dengan pakaian yang beraneka gaya dan parfum dari merek-merek terkenal; demikian pula sepatu dan tasnya. Kota Shanghai sendiri telah menjelma menjadi sebuah metropolitan yang setara dengan New York atau London atau Paris.

Keberanian Wei Hui untuk menulis novel yang sexually explicit juga mengejutkan. Karya ini semula ditulis dalam bahasa Cina, baru kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Segera Shanghai Baby menjadi novel yang international best seller di Barat, tapi merupakan novel terlarang di Cina. Dua puluh tahun yang lalu pasti tidak mungkin muncul seorang pengarang seberani Wei Hui.

Masyarakat Cina sekarang memang sudah dan sedang mengalami perubahan nilai. Nilai kebebasan mulai menjalar ke seluruh masyarakat. Ini tidak hanya tampak pada karya-karya seni (sastra, film, teater, lukis, dan sebagainya), tapi juga pada institusi sosial. Dalam karya Wei Hui, tampak bahwa institusi perkawinan ditundukkan pada kebebasan individu. Coco mau memilih sendiri pasangannya. Tambahan lagi, Coco tidak mau menikah dengan Tiantian, tapi mau hidup bersama dengan dia. Ini jadi masalah besar baik bagi orang tua Coco maupun bagi Tiantian, yang masih memegang paham tradisional tentang perkawinan.

Kenyataannya, nilai-nilai dalam perkawinan di kota-kota besar Cina saat ini sudah berubah. Dalam penelitian Tang Wenfang dan William Parish (Chinese Urban Life under Reform, 2000), dibentangkan bahwa pada 1960-an orang tua masih memainkan peran penting dalam memilih jodoh, tapi tidak demikian pada 1990-an. Kriteria pilihan mereka juga bukan "latar belakang kelas", melainkan karakter individu, pendidikan, pekerjaan, atau tampang.

Pacaran? Di masa Revolusi Kebudayaan, pacaran dilarang karena dianggap sebagai bagian dari kebudayaan borjuis. Kini kaum muda berpacaran. Dan lewat pacaran ini mereka menentukan sendiri pasangannya. Mereka tak malu berpacaran di tempat umum seperti kafe dan mal. Hubungan seks sebelum perkawinan dengan sendirinya juga terjadi. Menurut Tang dan Parish, seperempat suami dan seperenam istri telah melakukan premarital sex.

Perceraian merupakan suatu hal yang sulit di Cina menurut Undang-Undang Perkawinan 1950. Tapi undang-undang ini mengalami perubahan pada 1980 dan mengakibatkan naiknya angka perceraian. Pada 1996, misalnya, 10 persen perkawinan berakhir dengan perceraian. Di Beijing dan Shanghai, angka itu lebih tinggi, yaitu 20 persen. Dibandingkan dengan sesama negara berkembang, angka ini jelas tinggi. Yang lebih mengejutkan, dari semua perceraian, dua pertiga di antaranya diajukan oleh kaum perempuan.

Dengan begitu, runtuhlah sudah gambaran perkawinan tradisional Cina. Dulu perkawinan diatur oleh orang tua. Perempuan hanya boleh pasrah terhadap suami dan mertua. Pasangan suami-istri juga tinggal dalam sebuah lingkungan rumah dengan seluruh "keluarga besar". Sekarang telah berkembang model keluarga batih, yang berpisah dari orang tua dan tinggal di sebuah apartemen hanya bersama anak.

Pemahaman tentang seksualitas pun berubah. Apa yang dilakukan Coco (dan juga teman-teman perempuannya!) pasti dapat dikategorikan dalam "seks bebas". Seks dilepaskan dari perkawinan dan dinikmati pada dirinya sendiri.

Pada 1990 pernah diadakan sebuah survei nasional yang dipublikasikan dengan editor Liu Dalin dalam buku yang berjudul Kebudayaan Seksual di Cina Kontemporer (Zhongguo dangdai xing wenhua, 1992). Buku ini tentu saja menggemparkan masyarakat Cina, yang selalu menutup-nutupi pembicaraan tentang seks. Buku setebal 860 halaman ini segera menjadi buku laris, sekalipun di dalamnya termuat banyak tabel. Orang Cina merasa dipuaskan rasa ingin tahunya tentang pengalaman seks orang Cina yang lain.

Tiga tahun lalu sudah muncul pula novel Waiting karya Ha Jin yang mencengangkan dunia. Novel yang mendapat Booker Prize 2000 ini berkisah soal percintaan yang dilatari masalah sosial dan politik yang diungkapan secara terbuka dan mengharukan.

Semua itu memperlihatkan tingkat perubahan nilai yang luar biasa cepatnya yang terjadi di masyarakat Cina sesudah reformasi ekonomi atau setelah Cina keluar dari pengawasan ketat partai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus